Refleksi Menu MBG Demi Sehatnya Peserta Didik

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Guru SKI MTsN 2 Garut

Duta Literasi Kabupaten Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 209)



Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hadir dengan tujuan mulia: memastikan semua peserta didik mendapatkan asupan sehat yang menunjang tumbuh kembang, konsentrasi belajar, dan kesejahteraan mereka di sekolah. Namun, seperti banyak program besar lainnya, pelaksanaan MBG tidak selalu berjalan mulus. Beberapa peserta didik mengaku kurang menyukai menu tertentu, bahkan sesekali muncul laporan makanan yang kurang segar atau hampir basi. Situasi ini tentu perlu menjadi bahan refleksi bersama agar tujuan utama program ini tetap tercapai yakni menciptakan generasi yang sehat, kuat, dan siap belajar dengan optimal.

 

 

Pertama, persoalan selera memang tidak bisa disamaratakan. Setiap anak memiliki preferensi makanan yang berbeda. Oleh karena itu, sekolah dan pengelola MBG perlu membuka saluran komunikasi yang jujur dan aman bagi peserta didik untuk memberikan penilaian terhadap menu yang disajikan. Misalnya, melalui survei cepat di kelas, kotak saran, atau wawancara ringan yang dilakukan oleh OSIM atau guru BK. Pendapat anak-anak merupakan data emas yang bisa digunakan untuk menyusun menu yang lebih disukai tanpa mengorbankan nilai gizi.

 

 

Kedua, terkait temuan makanan yang kurang segar atau bahkan basi, ini adalah masalah serius. Makanan yang tidak layak konsumsi tidak hanya merusak citra program, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan anak. Di sini, pihak sekolah wajib melakukan pengawasan lebih ketat. Prosedur pengecekan kualitas (food safety) harus diterapkan sebelum makanan dibagikan. Hal ini mencakup tes organoleptik sederhana (cek bau, rasa, suhu, dan tekstur), pengecekan tanggal produksi jika menggunakan bahan kemasan, serta memastikan makanan tidak berada terlalu lama di suhu ruang.

 

 

Selain itu, pihak pengelola MBG perlu meningkatkan standar kebersihan dapur. Mulai dari kerapian alat masak, kualitas bahan makanan, hingga proses pengolahan yang benar-benar higienis. Pelatihan rutin bagi juru masak dan petugas distribusi juga sangat penting agar mereka memahami prosedur penanganan makanan yang aman sesuai standar kesehatan.

 

 

Untuk jangka panjang, sekolah dapat membangun sistem rotasi menu yang variatif, bergizi, dan menarik. Variasi membuat peserta didik antusias, sementara porsi gizi tetap terjaga. Libatkan ahli gizi dari puskesmas atau dinas kesehatan setempat agar menu benar-benar sesuai kebutuhan usia remaja. Sesekali, sekolah bisa melakukan kegiatan edukasi gizi melalui poster, seminar kecil, atau permainan kuis agar peserta didik paham bahwa makanan sehat bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang manfaat jangka panjang.

 

 

Saran lainnya adalah melibatkan orang tua. Mereka bisa memberi masukan mengenai kebiasaan makan anak di rumah sehingga sekolah dapat mempertimbangkan aspek yang lebih personal. Kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan pengelola MBG akan menghasilkan kebijakan yang lebih bijak, realistis, dan tepat sasaran.

 

 

Refleksi terhadap menu MBG seharusnya tidak dilihat sebagai kritik negatif, tetapi sebagai peluang perbaikan. Program sebesar ini patut dikawal bersama demi tumbuh kembang peserta didik. Anak-anak adalah amanah, masa depan, dan investasi bangsa. Ketika MBG dikelola dengan profesional, transparan, dan penuh kepedulian, maka sekolah bukan hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga rumah kedua yang melindungi kesehatan dan mencerdaskan kehidupan generasi penerus.

 

 

Dengan evaluasi jujur dan komitmen perbaikan berkelanjutan, MBG bisa menjadi program kebanggaan bukan sekadar kegiatan rutin, tetapi layanan bermartabat untuk anak-anak Indonesia.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama