Latar Belakang Lahirnya Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)

 


Oleh: Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd

Ketua Umum PGM Ind Wil. Jambi

Pengawas MA Kab. Muaro Jambi

Ketua III Forkom Ormas Jambi

 

Penulis mencoba memahami tentang Kurikulum Berbasis Cinta dalam rangka sebagai upaya mengkaji makna dan menggugah kesadaran diri serta pentingnya memahami kedalaman kurikulum ini bagi diri sendiri dan mungkin pembaca. Tulisan ini dimulai dari latar belakang lahirnya KBC.


Kurikulum lahir dari kebutuhan manusia untuk mendidik generasi agar mampu menghadapi zamannya. Setiap kurikulum dirancang dengan nilai dasar tertentu yang mencerminkan situasi sosial, budaya, dan tantangan pendidikan pada masanya. Demikian pula Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) lahir dari sebuah kesadaran: bahwa pendidikan tidak hanya soal transfer ilmu, tetapi lebih dalam lagi menyentuh hati, membentuk karakter, serta menumbuhkan kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.


Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peserta didik seringkali merasa terbebani oleh materi, terjebak dalam persaingan angka, dan jauh dari makna sejati pendidikan. Guru pun terkadang terikat pada target administratif sehingga hubungan batin antara pendidik dan peserta didik menjadi renggang. Akibatnya, sekolah kehilangan wajah humanisnya. Padahal, pendidikan sejati adalah proses memanusiakan manusia.


Oleh karena itu, di sinilah KBC hadir. Kurikulum ini bertolak dari nilai cinta yang universal: cinta kepada Allah dan rasul Nya, cinta kepada diri sendiri dan sesama manusia, cinta kepada ilmu, cinta kepada alam, dan cinta kepada tanah air. Dengan menempatkan cinta sebagai landasan, proses belajar tidak lagi sekadar mengejar capaian akademis, melainkan menghadirkan kebahagiaan, empati, dan kebermaknaan hidup.


Lahirnya KBC juga merupakan jawaban atas krisis moral, rendahnya kepedulian sosial, serta meningkatnya kasus kekerasan dan intoleransi di dunia pendidikan. Cinta dijadikan sebagai fondasi kurikulum agar setiap aktivitas pembelajaran memupuk kelembutan hati, menghargai perbedaan, dan menghidupkan semangat kolaborasi.


Dengan demikian, KBC bukan hanya sekadar inovasi kurikulum, melainkan sebuah gerakan kultural dalam dunia pendidikan. Ia mengingatkan kita bahwa pendidikan sejatinya bukan hanya tentang “apa yang dipelajari,” tetapi juga “bagaimana belajar dengan hati.” Kehadirannya menjadi jalan untuk mengembalikan ruh pendidikan sebagai ruang tumbuh yang penuh kasih, bermakna, dan menyejukkan jiwa.


Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) muncul sebagai jawaban atas sejumlah persoalan nyata dalam dunia pendidikan, khususnya di madrasah dan sekolah. Beberapa masalah utama yang melatarbelakangi lahirnya KBC antara lain:

  1. Dehumanisasi Pendidikan:

a.        Pendidikan sering kali terjebak pada orientasi akademis semata.

    1. Peserta didik dipandang hanya sebagai angka dalam rapor, bukan pribadi yang utuh.
    2. Akibatnya, nilai kemanusiaan, empati, dan kasih sayang menjadi terabaikan.
  1. Beban Belajar yang Tinggi dan Tidak Bermakna
    1. Banyak siswa merasa tertekan oleh target materi dan ujian.
    2. Proses belajar lebih menekankan “apa yang dihafal” daripada “apa yang dipahami dan dirasakan.”
    3. Hal ini membuat peserta didik kehilangan minat dan makna dalam belajar.
  2. Krisis Karakter dan Moral
    1. Meningkatnya kasus kekerasan, intoleransi, perundungan, hingga degradasi akhlak di lingkungan pendidikan.
    2. Pendidikan yang tidak berakar pada cinta sulit melahirkan generasi yang berakhlak mulia dan peduli sesama.
  3. Hubungan Guru dan Murid yang Kian Renggang
    1. Guru sering terikat pada tuntutan administratif.
    2. Interaksi emosional antara guru dan siswa menjadi minim, padahal sentuhan hati jauh lebih berharga dari sekadar instruksi.
  4. Kurangnya Keterhubungan dengan Nilai Spiritual dan Kemanusiaan
    1. Proses belajar sering terputus dari nilai keimanan, kebijaksanaan hidup, dan kepedulian sosial.
    2. Padahal pendidikan sejati harus menumbuhkan cinta kepada Allah dan rasul Nya, cinta kepada diri sendiri dan sesama manusia, cinta kepada ilmu, cinta kepada alam, dan cinta kepada tanah air.


Kebermaknaan KBC

Dengan menjadikan cinta sebagai fondasi utama, KBC berusaha:

a.        Mengembalikan pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia.

  1. Menjadikan sekolah/madrasah sebagai ruang belajar yang penuh kasih dan kebahagiaan.
  2. Menumbuhkan karakter welas asih, empati, dan tanggung jawab sosial.
  3. Menghubungkan ilmu pengetahuan dengan nilai spiritual, moral, dan kemanusiaan.


Kehadiran KBC bukan hanya inovasi teknis kurikulum, melainkan sebuah gerakan budaya pendidikan yang mengajak semua pihak, guru, siswa, orang tua, dan masyarakat, untuk menumbuhkan cinta dalam setiap aspek belajar dan kehidupan.

Bionarasi : Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd. adalah seorang pendidik yang berdedikasi dalam pengembangan pendidikan di madrasah. Sebagai guru Biologi di MAN Insan Cendekia Jambi dan bertransformasi ke pendamping madrasah, ia aktif membimbing guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia juga merupakan aktivis organisasi profesional PGM IND, PPMN, IGI, APSI, APMI, Forkom Ormas Jambi, yang berkontribusi dalam berbagai forum pendidikan. Sebagai penulis, Dr. Aty telah menghasilkan berbagai karya di bidang pendidikan dan manajemen pendidikan, yang menjadi referensi bagi pendidik dan praktisi pendidikan di Indonesia.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama