Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Guru
SKI MTsN 2 Garut
Duta
Literasi Kabupaten Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah
ke 219)
Dahulu, usia 18 atau 21 tahun sering dianggap sebagai saat seseorang
mencapai kedewasaan. Di usia ini, orang diharapkan sudah memiliki pemikiran
yang matang, emosi yang stabil, dan kemampuan untuk membuat keputusan penting.
Namun, sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam The Lancet secara perlahan
mulai mengubah pandangan ini. Ilmu pengetahuan kini berbicara dengan cara yang
lebih lembut: proses menjadi dewasa ternyata tidak sekadar bergantung pada
angka di KTP.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa perkembangan otak manusia terutama bagian yang
mengendalikan emosi, pengendalian diri, dan kemampuan untuk mengambil keputusan masih berlangsung
hingga akhir dua puluhan tahun, bahkan dapat berlanjut sampai awal tiga
puluhan. Ini berarti, otak kita belum sepenuhnya “dewasa” di usia 18 atau 21
tahun. Jadi, jika di awal dua puluhan kamu masih merasa bingung, ragu, atau
suka berganti-ganti pendapat, itu bukan tanda bahwa kamu lemah. Itu adalah
tanda bahwa otakmu masih bekerja, berkembang, dan belajar.
Selain aspek biologis, secara sosial, perjalanan menuju dewasa kini
juga lebih panjang. Banyak individu baru menyelesaikan pendidikan tinggi di
akhir dua puluhan. Permasalahan finansial semakin terasa, persaingan di dunia
kerja semakin ketat, dan biaya hidup terus merangkak naik. Menikah atau hidup
mandiri seringkali diundur, bukan karena enggan dewasa, melainkan karena
kenyataan yang memerlukan persiapan yang lebih matang. Ketergantungan terhadap
orang tua menjadi lebih lama dan hal ini kini dianggap wajar, bukan sesuatu
yang memalukan.
Karena perubahan ini, para pakar merekomendasikan agar periode remaja
didefinisikan ulang menjadi antara usia 10 hingga 24 tahun. Bahkan, proses
transisi menuju kedewasaan sepenuhnya bisa berlanjut hingga usia 30 hingga 34
tahun. Definisi ini bukan untuk memanjakan generasi muda, tetapi untuk memahami
kenyataan secara jujur. Dunia sekarang jauh lebih rumit dibandingkan beberapa
dekade yang lalu. Pilihan hidup jauh lebih banyak, beban yang dihadapi juga
lebih besar.
Lalu, apa arti semua ini bagi kita? Artinya, kamu bisa merasa sedikit
lebih tenang. Jika kamu merasa bimbang, belum menemukan arah hidup, atau merasa
“kenapa aku belum mencapai apa-apa” di awal dua puluhan, tenanglah. Kamu tidak
tertinggal. Kamu sedang berada dalam tahap yang secara ilmiah diakui sebagai
masa transisi.
Satu saran sederhana untuk menjalani periode ini adalah: berhenti
membandingkan perjalanan hidupmu dengan orang lain. Fokuslah pada proses yang
kamu jalani, bukan seberapa cepatnya. Manfaatkan waktu ini untuk lebih
mengenali diri sendiri, mencoba hal-hal baru, belajar dari kesalahan, dan
membangun dasar kehidupan satu langkah demi langkah. Kedewasaan bukanlah
perlombaan, melainkan perjalanan yang memiliki ritme yang berbeda.
Pada akhirnya, menjadi dewasa bukan tentang segera mapan, tetapi
tentang tumbuh dengan penuh kesadaran. Dan kabar baiknya, sains mendukungmu:
kamu masih dalam proses menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri yang dewasa.
إرسال تعليق