Ritme Libur 2026 dan Wajah Keseharian

 



Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Guru SKI MTsN 2 Garut

Duta Literasi Kabupaten Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 203)



Kalender tidak pernah sekadar deretan tanggal. Ia adalah penanda ritme hidup, pengingat bahwa manusia membutuhkan keseimbangan antara bekerja, belajar, dan beristirahat. Ketika pemerintah menetapkan 17 hari libur nasional dan 8 hari cuti bersama untuk tahun 2026, sesungguhnya yang ditata bukan hanya jadwal negara, tetapi juga denyut kehidupan jutaan keluarga Indonesia.

 

 

Kita sering menganggap libur sebagai jeda yang datang begitu saja. Namun, di balik penetapan libur nasional, ada pertimbangan panjang tentang keberagaman agama, mobilitas masyarakat, hingga keamanan nasional. Tahun 2026, misalnya, dihiasi berbagai momen keagamaan yang tersebar merata: Imlek, Nyepi, Idul Fitri, Kenaikan Yesus Kristus, Idul Adha, hingga Natal. Pemerintah menyusun kalender ini dengan upaya menjaga proporsionalitas sesuatu yang sering luput dari perhatian publik.

 

 

Di ruang-ruang digital, masyarakat menyambut keputusan ini dengan beragam suara. Ada yang merasa lega karena bisa mengatur waktu pulang kampung. Ada yang menertawakan kenyataan bahwa libur nasional tak selalu berlaku di tempat kerja masing-masing. Ada pula yang mengeluh karena libur tanpa tabungan hanya mempertegas pernyataan klasik: “libur tak selalu melegakan.”

 

 

Namun, di balik itu semua, libur nasional dan cuti bersama memegang peran penting dalam dunia pendidikan. Bagi sekolah dan madrasah, kalender libur adalah fondasi penyusunan program satu tahun. Jadwal ujian, kegiatan P5, proyek literasi, perkemahan pramuka, hingga peringatan hari besar semuanya membutuhkan kepastian tanggal agar tidak saling bertabrakan. Guru bisa menata strategi pembelajaran dengan lebih tenang. Siswa bisa mengetahui kapan harus memusatkan fokus, kapan bisa bernapas.

 

 

Ruang jeda seperti ini penting. Kita hidup di era serba cepat, ketika pelajar diburu tugas, guru diburu administrasi, dan orang tua diburu rutinitas pekerjaan. Libur, sekilas tampak sederhana, namun sebenarnya ia adalah mekanisme pemulihan. Bagi guru, ia bisa jadi waktu merapikan naskah tulisan, membaca buku yang lama tertunda, atau mendampingi keluarga yang sering terambil oleh tugas sekolah. Bagi siswa, ia adalah kesempatan memulihkan energi, menjernihkan pikiran, dan kembali ke ruang kelas dengan semangat baru.

 

 

Tahun 2026 mungkin tidak menawarkan jumlah libur yang berbeda jauh dari tahun lainnya. Tetapi cara kita memaknainya bisa berbeda. Libur bukan hanya jeda dalam kalender, melainkan ruang untuk kembali menjadi manusia yang lebih utuh. Barangkali, itulah esensi yang sering terlewat ketika kita hanya melihat angka-angka di kalender tanpa memahami nyawa di baliknya.

 

 

Maka, ketika kalender 2026 ditempel di dinding ruang guru atau meja kerja rumah, cobalah melihatnya dengan cara berbeda. 17 hari libur nasional dan 8 hari cuti bersama bukanlah sekadar tanggal merah. Ia adalah ajakan untuk menemukan kembali ritme hidup yang lebih sehat ritme yang memungkinkan kita bekerja dengan wajar, belajar dengan gembira, dan hidup dengan lebih manusiawi.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama