Ngadepin Masalah Gak Pake Drama: Belajar Problem Solving ala Remaja Cerdas dan Beriman di Era Digital


 

                                                                          Oleh : Ai Ida Rosdiana, M.Pd

Pengajar di Mts/MA Sunanul Aulia Kota Sukabumi

Tutor UT SALUT Badak Putih Al-Faidah

Pegiat Keluarga Peduli Pendidikan Kota/Kab. Sukabumi

 

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi seperti sekarang, hidup terasa serba cepat dan penuh tekanan. Mulai dari tugas sekolah yang menumpuk, pergaulan yang kadang rumit, sampai pengaruh media sosial yang bisa bikin kepala pusing dan hati gelisah. Semua itu menuntut satu keterampilan penting: kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving).

Problem solving bukan cuma soal menemukan masalah lalu mencari jawaban. Lebih dari itu, ini adalah kemampuan untuk mengenali masalah dengan jelas, menganalisisnya secara cermat, lalu menemukan solusi yang tepat dan efektif berdasarkan data, logika, serta kreativitas. Dengan cara ini, seseorang tidak hanya menyelesaikan masalah, tapi juga belajar berpikir kritis dan terbuka terhadap berbagai kemungkinan.

Dalam perspektif pendidikan Islam, keterampilan ini termasuk bagian dari pembentukan karakter yang beriman dan berakhlak mulia.

 

 

Belajar Problem Solving di LDKS: Dari Drama Jadi Dialog

Nilai penting ini juga menjadi fokus dalam kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) di MA Miftahul Huda Masa Bhakti 2024–2025, yang dilaksanakan di Buniayu Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, pada hari Jum’at tanggal 31 Oktober 2025.

Kegiatan ini terlaksana atas persetujuan dan dukungan Kepala Madrasah, H. Rahmat Saleh, S.Ag., yang turut memberikan izin serta mendorong kehadiran para pemateri. Acara ini dipimpin oleh Aden Asror sebagai Ketua OSIS dan Silfa Azzahra sebagai Ketua Pelaksana, di bawah bimbingan Ibu Neneng Yani, S.Pd selaku Pembina Kesiswaan.

Sebagai pemateri, penulis mengajak peserta untuk belajar problem solving bukan melalui ceramah panjang yang membosankan, tapi dengan pembelajaran yang aktif, reflektif, dan kontekstual. Peserta diajak untuk tidak panik saat menghadapi masalah, melainkan memahami akar penyebabnya, mencari solusi kreatif, dan berani berbagi pengalaman tanpa drama.

Dalam praktiknya, peserta dihadapkan pada berbagai situasi menantang mulai dari perbedaan pendapat, konflik kecil antar teman, hingga perbedaan karakter dan cara berpikir. Daripada marah, ngambek, atau saling menyalahkan, mereka belajar metode sederhana bernama “The 5 Whys”, yaitu menanyakan “kenapa” sampai lima kali untuk menemukan akar masalah. Dari sini, mereka belajar bahwa masalah bukan sesuatu yang harus dihindari, tapi justru bisa menguatkan mental dan sosial.

Selain itu, peserta juga belajar metode brainstorming, yaitu mencurahkan ide sebanyak mungkin tanpa takut salah. Fokusnya bukan pada kualitas ide di awal, tapi pada keberanian berpikir terbuka. Setelah ide terkumpul, baru dipilih mana yang paling efektif dan sesuai.

Dengan cara ini, para siswa belajar bahwa sering kali masalah bukan soal siapa yang salah, tapi bagaimana komunikasi dan pemahaman dilakukan. Mereka juga berlatih musyawarah, empati, dan kejujuran nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari.

Hasilnya, kegiatan ini menjadi ajang belajar yang seru dan bermakna. Para siswa bukan hanya calon pemimpin di atas kertas, tapi juga pemimpin bagi dirinya sendiri yang mampu mengelola emosi, berpikir logis, bekerja sama, dan tetap berpegang pada nilai iman.

 

Menggali Potensi Diri untuk Menyelesaikan Masalah

Setiap manusia diberi potensi luar biasa oleh Allah SWT. Para ahli, termasuk Ibn Sînâ, menjelaskan bahwa manusia memiliki kekuatan yang saling melengkapi, yaitu potensi jasmani (fisik), akal (pikiran), dan ruhani (spiritual). Ketiga aspek ini bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup.

Dengan mengasah ketiga potensi tersebut, seseorang tidak hanya menjadi lebih cerdas secara intelektual, tetapi juga lebih kuat secara emosional dan spiritual.

Dalam ajaran Islam, cobaan atau masalah bukan sekadar beban, tetapi sarana untuk meningkatkan kualitas diri. Seorang pelajar yang ingin naik kelas, misalnya, harus menghadapi ujian. Ujian itu sendiri adalah bentuk masalah. Jika ia mampu melewatinya dengan baik, berarti ia siap naik ke jenjang berikutnya. Begitu pula dalam kehidupan, setiap masalah yang berhasil dihadapi akan menjadikan seseorang lebih matang dan bijak.

 

Problem Solving dalam Perspektif Islam

Dalam pandangan Islam, problem solving tidak hanya berbicara soal logika dan usaha, tapi juga tentang ikhtiar dan tawakal. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Insyirah (94): 5–6,

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Ayat ini mengajarkan bahwa di balik setiap kesulitan selalu ada peluang untuk belajar dan memperkuat iman. Maka dari itu, problem solving Islami bukan hanya tentang kecerdasan berpikir, tetapi juga kedewasaan spiritual: kemampuan mengelola emosi, bersabar, dan tetap optimis terhadap takdir Allah.

 

Menemukan Hikmah di Balik Masalah

Pernah nggak sih ngerasain masalah yang terasa berat, bikin stres, atau bikin bingung harus gimana? Entah itu soal teman, tugas sekolah, keinginan sendiri, atau bahkan sama orang tua, masalah memang nggak bisa dihindari.

Tapi daripada lari atau diem aja, coba deh hadapi dengan kepala dingin dan sikap dewasa. Salah satu kuncinya adalah bicara jujur dan baik. Dengan begitu, kita nggak cuma peduli sama diri sendiri, tapi juga sama orang-orang di sekitar. Mengendalikan emosi itu nggak berarti harus keras atau dingin, justru itu tanda kita sayang sama diri sendiri dan orang lain.

Seiring waktu, kita bakal sadar kalau masalah itu bisa dihadapi dan diselesaikan. Dalam prosesnya, kita belajar banyak hal tentang kesabaran, cara berpikir jernih, dan ketulusan dalam bertindak. Masalah sebenarnya bukan musuh, tapi latihan supaya kita makin kuat, sabar, bijak, dan dewasa. Coba tanyain ke diri sendiri: selama ini udah bener-bener bisa ngatur emosi sendiri belum? Kalau bisa, efeknya nggak cuma bikin kita lebih tenang, tapi orang sekitar juga bakal ngerasain dampak positifnya.

Ingat, hidup nggak selalu mulus. Tapi kalau kita sabar, berpikir kritis, dan peduli sama diri sendiri serta orang lain, setiap masalah bisa jadi pelajaran berharga. Belajar memecahkan masalah bukan cuma soal mencari solusi, tapi juga bagian dari pembentukan karakter dan penguatan iman. Dengan begitu, kita bisa menghadapi hidup dengan lebih tenang, bijak, dan berdaya. Masalah bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari proses untuk menemukan hikmah dan kedewasaan.

 

Jadi, tetap semangat, tetap tenang, dan terus tumbuh jadi versi terbaik dari dirimu. Ingat, masalah itu bukan akhir, tapi awal dari kesempatan buat belajar, dewasa, dan jadi lebih kuat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama