Mengapa MBG Tetap Jalan Saat Puasa Ramadhan?

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Guru SKI MTsN 2 Garut

Duta Literasi Kabupaten Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 219)



Ramadan selalu datang dengan perubahan ritme hidup. Jam makan bergeser, aktivitas sekolah menyesuaikan, dan tubuh belajar beradaptasi dengan puasa. Di tengah suasana itu, muncul satu pertanyaan yang bikin banyak orang angkat alis: bagaimana dengan pemenuhan gizi murid? Apakah program Makan Bergizi Gratis (MGB) ikut berpuasa?

 

 

Ketua Badan Gizi Nasional (BGN) menjawab tegas: pemenuhan gizi murid harus tetap berjalan tanpa jeda. Puasa, katanya, bukan alasan untuk menghentikan layanan MGB. Pernyataan ini terdengar menenangkan, sekaligus memantik rasa penasaran. Benarkah semua bisa berjalan mulus di bulan Ramadan?

 

 

Menurut penjelasan Ketua BGN, mekanisme MGB selama Ramadan disesuaikan. Mulai dari jam penyaluran hingga menu makanan. Artinya, negara tidak sekadar “memaksakan” program berjalan seperti biasa, tetapi mencoba menyesuaikan dengan kondisi murid yang sedang berpuasa. Secara konsep, ini terdengar ideal. Namun, di lapangan, cerita bisa berbeda.

 

 

Jam penyaluran, misalnya. Jika makanan dibagikan terlalu pagi, murid yang berpuasa tentu tidak bisa langsung mengonsumsinya. Jika terlalu siang, risiko makanan basi mulai menghantui. Di sinilah muncul candaan setengah serius dari publik: “Semoga gak basi lah ya hingga jadwal berbuka.” Candaan ini sederhana, tapi menyimpan kekhawatiran nyata.

 

 

Menu makanan pun menjadi sorotan. Ramadan bukan sekadar soal menahan lapar, tapi juga menjaga tubuh tetap bugar hingga waktu berbuka. Menu MGB harus benar-benar dipikirkan: aman disimpan, bernutrisi, dan sesuai dengan kebutuhan murid yang berpuasa. Jangan sampai niat baik berubah jadi masalah kesehatan karena makanan tidak layak konsumsi.

 

 

Di sisi lain, keputusan untuk tetap menjalankan MGB selama Ramadan patut diapresiasi. Tidak semua murid datang dari keluarga yang mampu menyiapkan makanan bergizi setiap hari. Bagi sebagian anak, MGB bukan sekadar tambahan, melainkan penopang utama asupan gizi. Menghentikannya selama sebulan penuh bisa berdampak pada kesehatan dan konsentrasi belajar mereka.

 

 

Namun, kebijakan yang baik selalu butuh pengawalan. Penyesuaian jam distribusi harus jelas, komunikasinya terbuka, dan pengawasannya ketat. Sekolah, orang tua, dan penyedia makanan perlu berada di satu frekuensi. Jika tidak, risiko salah paham dan kelalaian bisa muncul, dan yang dirugikan tentu murid.

 

 

Ramadan sejatinya mengajarkan keseimbangan: antara ibadah dan tanggung jawab sosial. MGB yang tetap hadir di bulan puasa adalah simbol bahwa negara berusaha tidak absen dalam memenuhi hak dasar anak. Tinggal satu pekerjaan rumah besar: memastikan pelaksanaannya benar-benar aman, layak, dan bermartabat.

 

 

Jadi, puasa penghalang gizi murid? Seharusnya tidak. Tapi apakah MGB aman dan efektif selama Ramadan? Jawabannya sangat bergantung pada keseriusan semua pihak di lapangan. Karena gizi anak, seperti puasa itu sendiri, bukan perkara main-main.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama