Upaya pemahaman diri dan mendeskripsikan kembali (pendalaman makna)

 


Upaya pemahaman diri dan mendeskripsikan kembali (pendalaman makna) untuk BAB III – DREAM: Mewujudkan Madrasah yang Penuh Cinta, agar benar-benar memahami maksud penulis dan arah implementasi KBC di madrasah.

Oleh: Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd

Ketua Umum PGM Ind Wil. Jambi

Pengawas MA Kab. Muaro Jambi

Ketua III Forkom Ormas Jambi

 

BAB III DREAM: Mewujudkan Madrasah yang Penuh Cinta

Setiap kurikulum lahir dari sebuah mimpi besar tentang manusia dan masa depan. Begitu pula dengan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) — ia bukan sekadar rancangan teknis pembelajaran, melainkan gerakan spiritual dan kultural untuk menghidupkan kembali makna sejati pendidikan di madrasah: menebarkan cinta, menumbuhkan akhlak, dan menumbuhkembangkan potensi manusia seutuhnya.

1. Makna “Madrasah yang Penuh Cinta”

Madrasah yang penuh cinta bukan sekadar tempat belajar yang menyenangkan, tetapi sebuah ekosistem pendidikan yang bernapas dengan kasih sayang. Di dalamnya, setiap individu — guru, siswa, tenaga kependidikan, dan pimpinan — saling menghargai, memahami, dan mendukung pertumbuhan satu sama lain.

Madrasah ini tidak hanya fokus pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana cara mengajarkan dan dengan hati seperti apa proses itu berlangsung.
Cinta menjadi energi yang mengalir dalam setiap interaksi, kebijakan, dan kegiatan pembelajaran.

Seperti dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara,

“Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak; maksudnya, pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.”

Kata tuntunan dalam pandangan Ki Hadjar sejatinya adalah bentuk cinta — bimbingan yang lembut, berempati, dan menuntun peserta didik sesuai kodratnya, bukan memaksanya.

2. Ciri-Ciri Madrasah yang Penuh Cinta

Agar visi ini dapat diwujudkan secara konkret, KBC merumuskan ciri-ciri utama madrasah yang penuh cinta sebagai berikut:

  1. Lingkungan Spiritual yang Menenangkan

a.        Setiap aktivitas dimulai dengan mengingat Allah (dzikrullah).

    1. Nilai-nilai Al-Qur’an menjadi ruh dalam setiap kegiatan, bukan sekadar simbol.
    2. Guru dan siswa sama-sama belajar meneladani sifat rahmah (kasih sayang).
  1. Hubungan Antarwarga Madrasah yang Hangat dan Saling Menguatkan
    1. Tidak ada sekat antara guru dan murid; keduanya sama-sama insan pembelajar.
    2. Setiap warga madrasah merasa diterima, didengar, dan dihargai.
    3. Konflik diselesaikan dengan komunikasi hati, bukan hukuman semata.
  2. Pembelajaran yang Menumbuhkan Hati dan Pikiran
    1. Pembelajaran bukan hanya untuk mencapai target akademik, tetapi juga menanamkan makna.
    2. Guru menjadi pembimbing jiwa (murabbi), bukan sekadar penyampai materi.
    3. Ilmu dikaitkan dengan nilai keimanan, kemanusiaan, dan kebijaksanaan hidup.
  3. Budaya Madrasah yang Humanis dan Kolaboratif
    1. Semua kegiatan dilandasi semangat gotong royong, empati, dan kepedulian sosial.
    2. Setiap keputusan diambil dengan mempertimbangkan kesejahteraan bersama.
    3. Guru, siswa, dan masyarakat berkolaborasi menciptakan iklim belajar yang positif.
  4. Kepemimpinan yang Melayani dan Menginspirasi
    1. Pimpinan madrasah menjadi teladan dalam tutur, perilaku, dan keputusan.
    2. Kepemimpinan dijalankan dengan hati: mengayomi, bukan menghakimi.
    3. Keputusan manajerial selalu berakar pada nilai cinta, bukan kepentingan pribadi.

3. Tujuan dan Harapan

KBC bermimpi menghadirkan madrasah yang bukan hanya tempat mencari ilmu, tetapi juga tempat tumbuhnya kasih dan kedamaian. Madrasah seperti ini akan:

a.        Melahirkan peserta didik yang cerdas secara intelektual, lembut dalam budi, dan tangguh dalam iman.

  1. Menjadi pusat teladan moral dan sosial bagi masyarakat sekitar.
  2. Menumbuhkan generasi yang memiliki kepedulian terhadap sesama dan lingkungan.

Cinta yang hidup dalam madrasah akan memancar keluar, menjadi cahaya bagi keluarga, masyarakat, bahkan bangsa. Seperti pesan Paulo Freire, “Teaching is an act of love; only those who love truly can teach.”. Mendidik dengan cinta berarti menghadirkan pengetahuan yang membebaskan, membangkitkan semangat belajar, dan menumbuhkan keberanian menjadi manusia yang bermakna.

4. Refleksi: Mimpi yang Bisa Dijalankan

Mimpi tentang madrasah penuh cinta bukanlah utopia, melainkan visi yang dapat diwujudkan dengan langkah nyata:

a.        Memulai dari hati guru yang penuh kasih.

  1. Menghadirkan lingkungan belajar yang menenangkan.
  2. Menjadikan nilai-nilai cinta sebagai dasar kebijakan, bukan sekadar slogan.

Dengan begitu, madrasah bukan hanya menjadi lembaga pendidikan, tetapi rumah bagi tumbuhnya jiwa, ilmu, dan kasih sayang. Inilah hakikat madrasah yang penuh cinta , di mana menjadi tempat bagi ilmu untuk menghidupkan akal, iman menuntun hati, dan cinta menggerakkan semuanya menuju kebaikan.

Bionarasi : Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd. adalah seorang pendidik yang berdedikasi dalam pengembangan pendidikan di madrasah. Sebagai guru Biologi di MAN Insan Cendekia Jambi dan bertransformasi ke pendamping madrasah, ia aktif membimbing guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia juga merupakan aktivis organisasi profesional PGM IND, PPMN, IGI, APSI, APMI, Forkom Ormas Jambi, yang berkontribusi dalam berbagai forum pendidikan. Sebagai penulis, Dr. Aty telah menghasilkan berbagai karya di bidang pendidikan dan manajemen pendidikan, yang menjadi referensi bagi pendidik dan praktisi pendidikan di Indonesia.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama