Pemuda Bergerak, Indonesia Hebat: Dari Sumpah ke Aksi

 


Oleh : Ai Ida Rosdiana, M.Pd

Pengajar di Mts/MA Sunanul Aulia Kota Sukabumi

Tutor UT SALUT Badak Putih Al-Faidah

Pegiat Keluarga Peduli Pendidikan Kota/Kab. Sukabumi

 

Realitas yang Mengusik: Ketika Energi Muda Hilang Arah

Belakangan ini, realitas kehidupan remaja dan pemuda kita cukup mengusik hati. Banyak di antara mereka yang tampak sibuk berkumpul tanpa arah main game bareng, nongkrong di kafe, atau sekadar duduk bersama tapi tenggelam dalam layar gadget masing-masing.

Terlihat seru, memang, tapi sering kali tak banyak makna yang tertinggal. Waktu habis, tawa terdengar, tapi hati tetap kosong karena tak ada nilai yang benar-benar tumbuh. Energi muda yang seharusnya menjadi bahan bakar kemajuan bangsa justru habis untuk hal-hal yang cepat lewat.

Tidak sedikit pula yang larut dalam pergaulan tanpa arah berinteraksi dengan lawan jenis tanpa tujuan yang jelas, lebih mementingkan kesenangan sesaat ketimbang menjaga kehormatan diri. Belum lagi gaya hidup konsumtif, kebiasaan serba instan, hingga fenomena terjebak pinjaman online atau pergaulan berisiko. Semua ini perlahan mengikis potensi besar yang dimiliki generasi muda.

“Energi muda adalah anugerah besar. Tapi ketika tanpa arah dan nilai, ia bisa menguap tanpa makna.”

Padahal, remaja dan pemuda hari ini adalah benih masa depan bangsa bibit yang akan tumbuh menjadi ribuan pemimpin di masa depan. Mereka punya tenaga, semangat, dan ruang luas untuk berkembang. Karena itu, sudah saatnya kita semua kembali sadar dan bangkit! masa muda bukan sekadar masa bersenang-senang, tapi masa untuk mengasah karakter, memperbanyak karya, dan menanam kebaikan.

Karena, masa muda yang diisi dengan nilai, tanggung jawab, dan keberanian akan menjadi cahaya bagi generasi berikutnya.

 

Dari Ikrar ke Aksi Nyata

Sembilan puluh tujuh tahun yang lalu, para pemuda Indonesia berdiri tegak di tengah penjajahan. Mereka tidak hanya berani bermimpi, tapi juga berani berikrar:

“satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia”

Sumpah Pemuda 1928 bukan sekadar teks sejarah yang kita bacakan setiap Oktober. ia adalah api semangat persatuan, pernyataan tekad dan kesadaran kolektif untuk membangun, bersatu demi masa depan yang lebih baik.

Kini, momen sumpah pemuda hampir satu abad berlalu, tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu” di tahun 2025 kembali mengingatkan kesadaran kita semua. Bahwa sumpah itu tidak seharusnya berhenti di kata-kata, tetapi harus hidup dalam tindakan.

Zaman boleh berubah, teknologi boleh maju, dunia boleh serba cepat tapi semangat persatuan, tanggung jawab, dan keberanian untuk berbuat baik tetap relevan sepanjang masa. Inilah warisan semangat yang perlu dihidupkan lagi dalam jiwa-jiwa muda hari ini.

 

Semangat Pemuda dalam Pandangan Islam

Dalam Islam, posisi pemuda sangat istimewa. Rasulullah SAW bersabda bahwa ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, salah satunya adalah:

“Seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah.”
(HR. Bukhari no. 1423, Muslim no. 1031)

Hadis tersebut menunjukkan betapa mulianya pemuda yang menjaga diri dan tumbuh dalam ketaatan. Allah menjanjikan perlindungan khusus bagi mereka kelak di hari akhir. Maka, ketika di sekitar kita ada pemuda yang rajin beribadah, aktif dalam kegiatan dakwah, peduli sosial, atau semangat berbuat baik kita perlu ikut menjaganya, mendorongnya, dan memfasilitasi potensinya. Jadi momentum Sumpah Pemuda adalah waktu terbaik untuk bercermin:

“Sudah sejauh mana kita ikut bertanggung jawab dalam membimbing dan mengarahkan potensi pemuda di sekitar kita?”

 

Langkah Nyata: Dari Wacana ke Tindakan

Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Dan langkah itu bisa dimulai sekarang dari memberi ruang, memberi arah, hingga berjalan bersama dalam sinergi antara generasi muda dan yang lebih tua.

Pertama, Beri Panggung bagi Pemuda untuk Tumbuh dan Tampil

Sering kali potensi pemuda diabaikan hanya karena dianggap belum berpengalaman. Padahal, pengalaman justru tumbuh dari kesempatan. Jangan biarkan energi muda terbuang sia-sia karena tidak pernah diberi ruang untuk tampil dan berkontribusi.

Rasulullah SAW memberi teladan luar biasa ketika mengangkat Usamah bin Zaid, yang baru berusia 18 tahun, sebagai panglima pasukan melawan Romawi Timur. Ketika sebagian sahabat ragu, Rasulullah bersabda:

“Jika kalian meremehkan kepemimpinan Usamah, berarti kalian juga meremehkan kepemimpinan ayahnya sebelumnya. Demi Allah, jiwa kepemimpinan telah terpatri dalam dirinya.”

Rasulullah tidak menilai usia, tetapi akhlak dan kemampuan. Dari sinilah kita belajar bahwa memberi ruang kepada pemuda bukan sekadar bentuk kepercayaan, tapi juga bagian dari pendidikan kepemimpinan sejati.

Namun, agar kepercayaan itu benar-benar berbuah, para pemuda pun perlu mau dibimbing dan belajar menerima arahan. Kadang semangat muda membuat seseorang ingin membuktikan diri, tapi lupa bahwa bimbingan orang tua dan pendidik bukan untuk mengekang melainkan untuk menjaga agar langkah tidak salah arah.
Menjadi pendengar yang baik bukan tanda kelemahan, tapi bukti kedewasaan dan kerendahan hati. Karena justru dari mendengar lahir kebijaksanaan, dan dari bimbingan tumbuh kematangan.

Kedua, Perhatikan dan Arahkan Potensi Pemuda dengan Bijak

Generasi muda hari ini tumbuh di dunia digital mereka kreatif, cepat beradaptasi, dan sangat melek teknologi. Banyak di antara mereka memiliki kemampuan luar biasa yang, jika diarahkan dengan baik, bisa menjadi kekuatan besar untuk dakwah, pendidikan, sosial, dan kemajuan bangsa.

Karena itu, para guru, orang tua, dan tokoh masyarakat perlu memberi perhatian lebih dan membuka ruang kolaborasi bukan sekadar memberi nasihat. Pemuda masa kini tidak cukup hanya diarahkan; mereka perlu diajak terlibat dan dipercaya.
Kolaborasi yang hangat dan dialog dua arah akan membuat mereka merasa dihargai dan dari situlah tumbuh kepercayaan diri, kemandirian, serta semangat untuk terus berkarya.

Sebaliknya, para pemuda juga perlu sadar bahwa arahan bukan penghalang, melainkan penerang jalan. Jika hanya mengandalkan ego dan merasa sudah tahu segalanya, maka mereka mudah tersesat oleh arus informasi dan godaan dunia yang semakin kompleks. Keterbukaan hati untuk mendengar dan mempertimbangkan nasihat adalah tanda kebijaksanaan sejati karena bahkan orang besar sekalipun tak pernah berhenti belajar dan menerima masukan.

Ketiga,Gunakan Masa Muda Sebaik-baiknya, tapi Jangan Berjalan Sendirian

Rasulullah SAW bersabda:

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara:
waktu mudamu sebelum tuamu,
waktu sehatmu sebelum sakitmu,
waktu kayamu sebelum miskinmu,
waktu luangmu sebelum sibukmu,
dan hidupmu sebelum matimu.”
(HR. Al-Hakim)

Masa muda adalah fase paling berharga penuh energi, mimpi, dan peluang. Namun juga masa yang mudah hilang jika disia-siakan. Gunakan masa muda untuk belajar, berbuat, dan beribadah sebelum kesempatan itu berlalu.

Tapi ingat, perjalanan masa muda bukan perjalanan yang harus ditempuh sendirian. Pemuda ibarat gas yang menggerakkan kendaraan, sedangkan orang tua dan para pendidik adalah rem dan spionnya. Energi muda yang menggebu perlu diarahkan oleh kebijaksanaan dan pengalaman agar tidak salah jalan.

“Waktu tak pernah kembali, tapi amal baik yang kita tanamkan akan kekal menjadi jejak sejarah.”

Sinergi antara generasi tua yang membimbing dengan pengalaman, dan generasi muda yang bergerak dengan semangat dan inovasi, akan menjadi kunci agar bangsa ini tetap dinamis, seimbang, dan berakhlak.

Dan di atas semua itu, remaja dan pemuda harus menyadari bahwa tidak ada kemandirian sejati tanpa kerendahan hati. Mau belajar, mau mendengar, dan mau dibimbing adalah langkah awal menuju kedewasaan sejati. Dengan hati yang terbuka, bimbingan akan terasa sebagai cahaya, bukan beban.

Dari situlah masa muda menjadi masa peneguhan jati diri masa di mana seseorang belajar menyeimbangkan energi dan hikmah, aksi dan doa, semangat dan arah, hingga akhirnya tumbuh menjadi pribadi yang matang, tangguh, dan penuh makna.

 

Penutup: Dari Sumpah ke Aksi, Dari Masa Muda ke Peradaban

Masa muda adalah fase paling berharga penuh tenaga, impian, dan peluang. Namun, ia juga masa yang paling mudah hilang jika disia-siakan. Kesempatan untuk belajar, berkarya, dan beribadah tidak akan datang dua kali. Karena itu, gunakanlah masa muda untuk menanam amal, memperluas manfaat, dan membangun peradaban, sebelum waktu berjalan dan tak lagi bisa kembali.

“Setiap hari adalah kesempatan baru untuk memperbaiki diri dan memberi arti.”

Momentum Sumpah Pemuda seharusnya tidak berhenti sebagai peringatan tahunan. Ia adalah ajakan abadi bagi setiap pemuda dan pemudi Indonesia untuk terus bergerak, berubah, dan berbuat menuju kebaikan. Bukan hanya di tanggal 28 Oktober, tetapi setiap hari di ruang kelas, di tempat kerja, di dunia digital, dan di tengah kehidupan nyata.

Mari jadikan semangat Sumpah Pemuda sebagai pengingat bahwa bergerak dalam kebaikan adalah bentuk cinta tertinggi kepada bangsa, sekaligus wujud iman kita kepada Allah SWT.

Dan ingat, semangat perubahan tidak cukup hanya dengan keberanian dan ide besar.
Pemuda yang hebat adalah mereka yang rendah hati untuk mau dibimbing, mau mendengar, dan mau memperbaiki diri.

Jangan biarkan ego menutup hati dari nasihat orang tua, guru, dan pembimbing, karena nasihat yang baik bukan untuk mengekang, tapi untuk mengarahkan agar tidak kehilangan arah.

Dari hati para pemuda yang beriman, berilmu, dan beradab, insyaAllah akan lahir Indonesia yang bersatu, hebat, dan diridhai Allah SWT.

 “Jangan tunggu nanti untuk berubah karena setiap langkah kecil hari ini bisa jadi awal lahirnya peradaban besar esok hari.”

Wallāhu a‘lam bish-shawāb.

Post a Comment

أحدث أقدم