Oleh Nurul Jubaedah,
S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Guru SKI MTsN 2 Garut
Duta Literasi Kabupaten
Garut
Kabid Humas AGERLIP PGM
Indonesia
(Naskah ke 190)
Jumat, 10 Oktober 2025. Langit
pagi di Kecamatan Leles, Garut, menyambut rombongan siswa MTsN 2 Garut dengan
kesejukan khas pedesaan. Namun kali ini mereka bukan datang untuk berwisata. Di
tangan mereka tergenggam buku catatan, kamera, dan semangat belajar. Tujuannya
satu: meneliti warisan budaya di Situs Candi Cangkuang, salah satu peninggalan
sejarah tertua di Tatar Sunda.
Kegiatan ini merupakan
bagian dari program Madrasah Riset, upaya MTsN 2 Garut untuk menumbuhkan budaya
ilmiah di kalangan pelajar. Dengan bimbingan para guru, para siswa menjadi
“peneliti belia” yang belajar langsung cara melakukan riset lapangan mulai dari
observasi, wawancara, hingga dokumentasi peninggalan sejarah.
Candi
Cangkuang, Titik Temu Sejarah dan Toleransi
Situs Candi Cangkuang
memiliki pesona tersendiri. Selain menjadi satu-satunya candi peninggalan Hindu
di wilayah Garut, di kawasan ini juga terdapat makam Embah Dalem Arif Muhammad,
tokoh penyebar Islam pada abad ke-17. Dua warisan dari peradaban berbeda ini
berdiri berdampingan, menggambarkan harmoni dan toleransi lintas zaman.
Dari wawancara dengan
pengelola situs, para siswa menemukan makna besar di balik harmoni ini. “Kami
belajar bahwa sejarah tidak berdiri sendiri, melainkan saling menyatu antara
budaya dan agama,” ujar salah satu siswa peneliti. Nilai inilah yang kemudian
mereka tuangkan dalam laporan riset sederhana namun penuh makna.
Belajar
Ilmiah dengan Cara Menyenangkan
Yang menarik, kegiatan
riset ini tak sekadar catat-mencatat. Para siswa menulis hasil observasi mereka
dalam jurnal ilmiah mini, lengkap dengan foto, sketsa, dan kesimpulan
sederhana. Mereka belajar bagaimana sebuah pertanyaan kecil bisa berkembang
menjadi pengetahuan besar.
“Biasanya kami hanya
belajar sejarah dari buku. Sekarang kami bisa menyentuh langsung peninggalan
masa lalu,” kata seorang siswa sambil menunjukkan gambar candi hasil
pengamatannya. Momen ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan belajar
langsung dari sumber sejarah hidup.
Nilai
Edukatif dan Cinta Tanah Air
Bagi guru pendamping,
kegiatan ini bukan sekadar proyek penelitian, tetapi juga pembelajaran
karakter. Siswa belajar menghargai peninggalan leluhur, menjaga warisan budaya,
dan memahami pentingnya toleransi. Mereka juga belajar disiplin, bekerja sama,
dan berpikir kritis dalam menemukan data.
Riset ini menanamkan
kesadaran bahwa melestarikan budaya adalah bagian dari cinta tanah air. Di
tengah gempuran teknologi digital, nilai-nilai seperti inilah yang membuat
pembelajaran menjadi lebih manusiawi dan bermakna.
Madrasah
Riset, Melahirkan Generasi Cerdas dan Berakhlak
Kepala MTsN 2 Garut
menegaskan bahwa program riset siswa ini akan terus dikembangkan. Hasil
penelitian para siswa nantinya dipamerkan dalam ajang Pameran Karya Ilmiah
Madrasah dan diintegrasikan ke berbagai mata pelajaran, seperti IPS, PAI, dan
Bahasa Indonesia.
Dengan cara ini, madrasah
tidak hanya menjadi tempat belajar teori, tetapi juga ruang nyata untuk menguji
rasa ingin tahu, menumbuhkan karakter, dan mengasah kecerdasan ilmiah.
Melalui Candi Cangkuang,
para peneliti muda belajar bahwa ilmu bukan hanya soal menemukan masa lalu,
tetapi juga memahami masa kini dan menata masa depan.
Posting Komentar