Oleh Nurul Jubaedah,
S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Guru SKI MTsN 2 Garut
Duta Literasi Kabupaten
Garut
Kabid Humas AGERLIP PGM
Indonesia
(Naskah ke 185)
Di tengah arus globalisasi yang kian deras, siswa
kelas 9A MTsN 2 Garut berani tampil dengan gagasan segar. Lewat riset berjudul Transformasi
Digital Berbasis AI, SKI, dan Panca Waluya Menuju Generasi Emas 2045, Tim 1
Olimpiade Madrasah Inovasi (OMI) memperlihatkan bahwa inovasi teknologi bisa
sejalan dengan nilai-nilai budaya dan spiritual. Tim ini beranggotakan Syifa
Muwahidah, Sofwah Nur Afifah, dan Azmi Alya Ramadhani, tiga pelajar yang penuh
semangat mengeksplorasi hubungan antara kecerdasan buatan (AI), Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI), dan falsafah hidup Sunda, Panca Waluya.
Mengapa AI dan SKI Dipadukan?
AI selama ini dikenal sebagai alat untuk mempermudah pembelajaran, mengelola
data, hingga mempersonalisasi pengalaman siswa. Namun, Tim 1 menyadari bahwa
teknologi saja tidak cukup. Dalam pandangan mereka, pendidikan juga harus
mengakar pada nilai moral, etika, dan religiusitas. Di sinilah SKI hadir, bukan
sekadar mata pelajaran sejarah, tetapi juga sarana menanamkan akhlak dan
pemahaman tentang peradaban Islam. Integrasi AI dengan SKI dapat menjadikan
pembelajaran lebih hidup, interaktif, dan kontekstual bagi generasi digital.
Panca Waluya Sebagai Fondasi Karakter
Yang menarik, riset ini tidak berhenti pada aspek teknologi dan agama saja. Tim
1 menggali kearifan lokal Sunda lewat konsep Panca Waluya: silih asih (saling
mengasihi), silih asah (saling mengasah), silih asuh (saling menjaga), silih
wawangi (saling menghormati), dan silih wawangi rasa (saling menjaga
kehormatan). Nilai-nilai ini dijadikan fondasi agar teknologi tidak
menyingkirkan kemanusiaan, melainkan memperkuat karakter dan kebersamaan.
Dengan begitu, AI tidak hanya menghadirkan efisiensi, tetapi juga sarana
menumbuhkan budi pekerti.
Riset dengan Sentuhan Fenomenologi
Metode yang digunakan Tim 1 adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan
fenomenologi. Mereka mewawancarai guru SKI dan mengamati langsung proses
pembelajaran berbasis teknologi. Data kemudian dianalisis secara tematik untuk
menemukan pola integrasi AI, SKI, dan nilai budaya lokal. Pendekatan ini
membuat riset mereka tidak hanya kaya teori, tetapi juga berakar pada
pengalaman nyata di kelas.
Manfaat dan Harapan
Bagi madrasah, riset ini memberi contoh model pembelajaran inovatif yang
memadukan teknologi dengan nilai keislaman dan budaya lokal. Bagi pembaca,
penelitian ini membuka wawasan tentang bagaimana etika harus selalu menyertai
transformasi digital. Sedangkan bagi peneliti sendiri, riset ini menjadi
pengalaman berharga dalam mengkaji persinggungan teknologi, agama, dan kearifan
lokal.
Tim 1 berharap, gagasan mereka dapat menjadi inspirasi
bagi generasi muda Indonesia. Bahwa untuk menjadi generasi emas 2045,
kecerdasan intelektual harus berjalan seiring dengan karakter Islami, humanis,
dan berbudaya. Dengan begitu, digitalisasi tidak lagi dipandang sebagai
ancaman, tetapi peluang untuk membangun bangsa yang beradab.
Sebagai catatan penting, Tim 1 resmi mendaftarkan
riset ini pada hari Senin, 8 September 2025, dengan bimbingan Ibu Nurul
Jubaedah, S.Ag., S.Pd., M.Ag. Adapun susunan tim IX-A adalah Syifa Muwahidah
sebagai ketua, serta Azmi Alya Ramadhani dan Sofwah Nur Afifah sebagai anggota.
Langkah ini menjadi awal perjalanan mereka menuju ajang OMI dengan penuh
optimisme dan semangat kebersamaan.

Posting Komentar