Oleh Nurul Jubaedah,
S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Guru SKI MTsN 2 Garut
Duta Literasi Kabupaten
Garut
Kabid Humas AGERLIP PGM
Indonesia
(Naskah ke 181)
Panjang usia sering kali dikaitkan dengan
faktor genetik, gaya hidup sehat, atau lingkungan yang mendukung. Namun,
sejumlah riset ilmiah mengungkapkan bahwa ada satu faktor lain yang kerap
terabaikan: keterlibatan dalam praktik ibadah dan aktivitas keagamaan.
Ternyata, ibadah bukan hanya memberi ketenangan batin, melainkan juga
berkontribusi pada kesehatan fisik dan mental, bahkan pada harapan hidup
seseorang.
Sebuah penelitian besar yang dilakukan Harvard
University melibatkan lebih dari 74 ribu perempuan selama kurun waktu 16 tahun.
Hasilnya mengejutkan: mereka yang rutin menghadiri kegiatan keagamaan lebih
dari sekali dalam sepekan memiliki risiko kematian 33% lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang sama sekali tidak hadir. Angka ini menunjukkan
bahwa ibadah bisa menjadi salah satu bentuk “pelindung alami” terhadap berbagai
faktor penyebab kematian.
Temuan serupa datang dari Ohio State
University. Studi yang meninjau lebih dari 1.500 obituari menemukan bahwa orang
yang aktif dalam aktivitas keagamaan rata-rata hidup 4 hingga 6 tahun lebih
lama dibandingkan mereka yang tidak terlibat. Bahkan, penelitian dari
Vanderbilt University menyebutkan bahwa kehadiran rutin di rumah ibadah mampu
menekan risiko kematian hingga 55%. Angka ini tentu sulit diabaikan jika kita
membicarakan gaya hidup sehat secara menyeluruh.
Mengapa ibadah bisa sedemikian berpengaruh?
Jawabannya ternyata tidak hanya terletak pada aspek spiritual, tetapi juga pada
sisi sosial dan psikologis. Aktivitas keagamaan biasanya diiringi dengan
dukungan komunitas, interaksi sosial yang sehat, serta pola hidup yang lebih
teratur. Selain itu, ibadah juga berperan dalam menekan stres, kecemasan, dan
rasa kesepian—tiga faktor yang terbukti berkaitan erat dengan berbagai penyakit
kronis.
Tidak berhenti di situ, keterlibatan dalam
ibadah juga menumbuhkan rasa makna hidup, harapan, serta keterhubungan yang
kuat dengan sesama. Perasaan memiliki tujuan hidup yang jelas telah lama
diidentifikasi sebagai salah satu kunci kesehatan mental. Seseorang yang merasa
hidupnya berarti cenderung lebih mampu menghadapi tekanan, lebih disiplin
menjaga kesehatan, dan memiliki semangat yang lebih besar untuk bertahan hidup.
Namun, para peneliti juga memberi catatan
penting: pengaruh positif ibadah terhadap usia panjang lebih menonjol pada
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai religiusitas. Di lingkungan yang lebih
sekuler, dampaknya tetap ada, tetapi tidak sebesar di komunitas yang
menempatkan agama sebagai bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
bisa dipahami, sebab makna ibadah akan lebih kuat ketika dijalani dalam konteks
budaya dan sosial yang mendukung.
Meskipun sebagian besar hasil riset masih
bersifat korelasional dan belum sepenuhnya membuktikan hubungan sebab-akibat
langsung, pakar kesehatan masyarakat menyarankan agar ibadah maupun aktivitas
spiritual dijadikan bagian dari pola hidup sehat. Sama seperti olahraga dan
pola makan seimbang, ibadah bisa menjadi “vitamin jiwa” yang ikut memperpanjang
usia sekaligus meningkatkan kualitas hidup.
Singkatnya, ibadah bukan sekadar ritual
spiritual, tetapi juga investasi kesehatan. Dengan beribadah, kita tidak hanya
memperkokoh iman, tetapi juga memberi tubuh dan jiwa peluang untuk hidup lebih
panjang, lebih tenang, dan lebih bermakna.
Posting Komentar