Jangan Dipendem Lagi Buibu, Lepaskan Emosimu!

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Guru SKI MTsN 2 Garut

Duta Literasi Kabupaten Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 180)



Pernah merasa dada sesak, kepala berat, atau hati penuh tapi tetap memilih diam? Banyak perempuan terbiasa memendam emosi demi menjaga keharmonisan rumah tangga, hubungan dengan pasangan, atau sekadar agar tidak dicap “baperan.” Namun, tahukah Buibu, kebiasaan ini ternyata bisa membahayakan kesehatan, khususnya jantung?

 

Menurut studi dari University of Pittsburgh, Amerika Serikat, perempuan yang jarang mengekspresikan amarah memiliki risiko 70% lebih tinggi terkena aterosklerosis—kondisi ketika arteri menyempit dan mengeras akibat penumpukan plak. Lebih jauh lagi, Time Magazine mencatat bahwa kondisi ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko serangan jantung.

 

Jadi, memendam emosi bukan hanya soal mental, tapi bisa menyerang fisik.

 

Self-Silencing: Diam yang Membahayakan

 

Fenomena ini dikenal sebagai self-silencing, yaitu kebiasaan perempuan menekan emosinya demi menjaga hubungan sosial. Misalnya: tidak protes ketika pasangan melakukan hal yang tidak disukai, menahan amarah pada anak agar terlihat sabar, atau mengalah dalam pertemanan supaya tidak terjadi konflik.

 

Awalnya terlihat mulia, tapi jika dilakukan terus-menerus, tubuh yang menanggung akibatnya. Hati tertekan, pikiran penuh, hormon stres meningkat, dan lambat laun memicu penyakit jantung.

 

Kenapa Ekspresi Emosi Itu Penting?

 

Para peneliti menekankan bahwa ekspresi emosi dalam hubungan sangat penting bagi kesejahteraan perempuan. Bukan berarti harus marah-marah tanpa kendali, tetapi belajar mengutarakan apa yang dirasakan dengan cara sehat.

 

Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga kesehatan jantung, tapi juga kualitas komunikasi dengan orang-orang terdekat.

 

Cara Sehat Menyalurkan Emosi

 

Kalau Buibu sering kesulitan mengungkapkan langsung, ada beberapa cara sederhana untuk menyalurkan emosi agar tidak “mengendap” di dalam tubuh:

  1. Ngobrol dari hati ke hati – Luangkan waktu bicara dengan pasangan atau teman dekat. Kadang didengar saja sudah cukup melegakan.
  2. Menulis jurnal – Curahkan isi hati lewat tulisan. Cara ini efektif untuk meredakan emosi yang sulit diungkapkan secara lisan.
  3. Melakukan hobi – Melukis, merajut, memasak, atau berkebun bisa jadi saluran ekspresi yang menenangkan.
  4. Dengarkan musik atau nikmati seni – Irama dan visual bisa membantu menurunkan ketegangan batin.
  5. Cari bantuan profesional – Jangan ragu menemui terapis atau konselor jika emosi terasa terlalu berat untuk ditangani sendiri.
  6. Meditasi & kecerdasan spiritual – Melatih ketenangan batin melalui doa, dzikir, atau meditasi. Kedekatan dengan Tuhan membuat hati lebih lapang, emosi lebih terkendali, serta memberi kekuatan menghadapi tekanan hidup.

 

Saatnya Buibu Bicara

 

Buibu, sudah saatnya berhenti menganggap memendam emosi sebagai bentuk kesabaran. Sabar bukan berarti diam dan mengorbankan diri sendiri. Justru, dengan berani bicara, kita sedang menjaga kesehatan jiwa, raga, dan juga keharmonisan keluarga.

 

Ingat, hati yang sehat berasal dari pikiran yang jujur, emosi yang tersalurkan, serta jiwa yang dekat dengan Tuhan. Jadi, jangan dipendem lagi, Buibu. Karena kesehatan jantung dan kebahagiaan kita jauh lebih berharga daripada sekadar terlihat “baik-baik saja.”

 

Jadi, kapan terakhir kali Buibu benar-benar mengungkapkan isi hati dengan jujur sekaligus menenangkan jiwa lewat doa?

 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama