Pajak Naik di Mana-Mana; Tanda Beban atau Jalan Menuju Kemandirian?

Anis Fatiha, S.Ag., M.Pd. _Ketua Bidang Penelitian dan Hb Pengembangan Agerlip 

PGM Indonesia & Kepala MA Madania Bantul


Belakangan ini, kita sering mendengar keluhan yang sama: “Harga naik, pajak naik, hidup kok makin berat ya?”

Ya, memang benar. Pajak di Indonesia sedang naik di banyak sektor: PPN merangkak, cukai rokok naik, pajak kendaraan makin mahal, bahkan ada wacana pajak karbon dan pajak digital. Rakyat pun bertanya-tanya: apakah ini keadilan, atau sekadar beban baru?


Indonesia saat ini sedang menghadapi dinamika ekonomi yang kompleks. Di satu sisi, pemerintah terus mendorong pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, serta perlindungan sosial. Namun, di sisi lain, masyarakat mulai merasakan beban akibat kenaikan pajak di berbagai lini. Mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak kendaraan, cukai rokok, hingga wacana pajak karbon dan pajak digital, semuanya memberi sinyal bahwa negara sedang mencari jalan untuk memperkuat kas APBN.


Mengapa Harus Pajak?

Pajak sejatinya adalah napas pembangunan negeri. Jalan yang kita lalui, sekolah untuk anak-anak kita, rumah sakit, listrik desa, bahkan gaji para aparatur negara semua dibiayai dari pajak. Tanpa pajak, negara bisa lumpuh. Tapi masalahnya, rakyat akan rela bayar pajak kalau percaya uangnya benar-benar kembali. Transparansi dan keadilan itulah yang menjadi kuncinya pemerintah.


Beban Rakyat, PR Pemerintah


Kenaikan pajak tentu terasa menyengat. Ibu rumah tangga mendesah saat belanja makin mahal. Pedagang kecil gelisah karena dagangannya sepi. Kaum muda pekerja keras merasa penghasilannya habis sebelum tanggal gajian berikutnya.

Apakah semua ini harus kita telan bulat-bulat? Tidak. Pajak harus dibarengi dengan keberpihakan pada rakyat kecil. Kalau yang kaya bisa mencari celah menghindari pajak, sementara yang kecil dicekik, maka itu bukan keadilan, melainkan luka sosial yang bisa melebar.


Mari kita jujur: bangsa ini tidak bisa berdiri tanpa pajak. Tapi bangsa ini juga tidak akan kuat tanpa kepercayaan rakyatnya. Jika pemerintah bisa menunjukkan bahwa uang pajak benar-benar dipakai untuk: Memperbaiki sekolah, jalan, dan rumah sakit, Memberdayakan UMKM, petani, nelayan. Memberi subsidi untuk rakyat kecil, maka rakyat akan lebih ringan hati membayar.


Karena sejatinya, pajak bukan hanya pungutan. Pajak adalah gotong royong. Gotong royong membangun negeri agar tidak bergantung pada utang, agar bangsa ini berdiri di atas kakinya sendiri.


Kita boleh lelah, boleh mengeluh, bahkan boleh marah. Tapi tidak boleh  sampai kehilangan harapan.


Pajak memang terasa berat, tapi jika dikelola dengan amanah dan adil, pajak bisa menjadi tiket menuju Indonesia yang mandiri, adil, dan sejahtera.


Yang dibutuhkan bukan hanya rakyat yang taat, tapi juga pemimpin yang jujur. Sebab, ketika pajak dipakai dengan benar, rakyat bukan sekadar membayar, rakyat sedang ikut membangun peradaban.


Tolong Pak Presiden, lihat dan analisa kembali kebijakan yang sudah ada. Lihatlah rakyat yang menyampaikan keluhannya di berbagai media sosial. Dengarkan suara hati kami, rakyat Indonesia yang mulai mempertanyakan kebijakan Anda di masa pemerintahan sekarang.


Kenaikan pajak di mana-mana memang terasa menyesakkan, terutama bagi rakyat kecil. Namun, di balik itu tersimpan potensi besar: jika dikelola dengan baik, pajak bisa menjadi jalan menuju kemandirian ekonomi bangsa. Yang dibutuhkan sekarang bukan hanya rakyat yang taat, tetapi juga pemerintah yang amanah. Karena sejatinya, pajak bukan sekadar angka di slip pembayaran, melainkan janji untuk menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.


Ironis keadaan sekarang, ketika rakyat dibebani pajak dimana-mana. Dengan mudah dan menyakitkan hati kami rakyat kecil, Bapak Presiden sampaikan kenaikan gaji DPR yang jumlahnya fantastis bagi kami rakyat kecil.


Akan dibawa kemanakah Indonesiaku tercinta ini? Kapan negeriku menjadi negeri yang rakyatnya makmur dan sejahtera?

Post a Comment

أحدث أقدم