Anis Fatiha, S.Ag., M.Pd. _Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Agerlip PGM Indonesia & Kepala MA Madania Bantul.
Belakangan, terdengar suara sumbang di ruang publik: “Guru dan dosen hanya membebani negara.” Kalimat ini tampak sederhana, tetapi menyimpan luka yang dalam. Ia lahir dari pandangan sempit yang hanya menghitung rupiah dalam anggaran, tanpa memahami betapa guru dan dosen adalah tiang penopang peradaban bangsa.
Jika guru dianggap beban, maka sama saja kita menganggap masa depan bangsa tidak layak diperjuangkan. Jika dosen dianggap sekadar pengeluaran, berarti kita menutup mata dari fakta bahwa perguruan tinggi adalah dapur lahirnya inovasi dan pemimpin bangsa.
Jika dokter menyelamatkan nyawa, maka guru dan dosen menyelamatkan martabat bangsa. Guru SD di pelosok mengajari anak-anak mengeja huruf pertama, menulis nama sendiri, hingga menanamkan nilai kejujuran. Dosen di kampus membimbing mahasiswa berpikir kritis, meneliti, dan menemukan solusi untuk masalah bangsa.
Mereka bekerja dalam senyap. Jarang masuk berita, sering luput dari perhatian, namun hasilnya bisa kita rasakan setiap hari: siapa pun yang kini duduk di kursi pemimpin, siapa pun yang berbicara lantang tentang pembangunan, semuanya lahir dari ruang kelas.
Ironisnya, masih ada guru honorer yang digaji ratusan ribu, dan dosen yang meneliti dengan biaya pribadi. Meski begitu, mereka tetap bertahan. Mereka sadar: tanpa mereka, generasi berikutnya hanya akan berjalan dalam kegelapan.
Beban atau Investasi?
Narasi bahwa guru dan dosen adalah beban biasanya muncul dari cara pandang ekonomis jangka pendek. Negara melihat gaji dan tunjangan sebagai “biaya.”
Tetapi mari kita balik logikanya: Seorang guru desa yang sabar mengajar, mungkin sedang membentuk anak yang kelak menjadi dokter penyelamat ribuan nyawa. Seorang dosen yang tekun membimbing mahasiswa, mungkin sedang menyalakan api kecil yang kelak berkembang menjadi riset teknologi besar.
Apakah ini bisa dihitung dengan angka? Tidak. Tetapi inilah investasi jangka panjang yang nilainya tak terukur.
Belajar dari Bangsa Lain
Sejarah membuktikan, bangsa yang besar selalu memuliakan pendidiknya.
Jepang pasca bom atom memilih memastikan berapa guru yang tersisa. Dari tangan guru, kebangkitan dimulai.
Finlandia menjadikan profesi guru paling bergengsi, karena mereka percaya masa depan bangsa ditentukan kualitas pendidikan.
Korea Selatan bangkit dari keterpurukan ekonomi dengan menjadikan pendidikan sebagai mesin utama pembangunan.
Bangsa yang menyepelekan guru dan dosennya akan runtuh. Bangsa yang meninggikan mereka akan melesat maju. Kita harus berani mengubah narasi, bahwa guru dan dosen bukan pengeluaran, tetapi penopang bangsa. Mereka bukan beban, tetapi penentu arah peradaban. Saat kita menghormati mereka, sesungguhnya kita sedang menjaga martabat bangsa sendiri.
Sebelum kita ikut-ikutan menyebut guru dan dosen sebagai beban, mari bercermin: siapa kita tanpa mereka? Siapa yang mengajari kita membaca, menulis, berpikir, hingga bisa berdiri seperti hari ini? Mereka bukan beban. Mereka adalah cahaya yang tak pernah padam, meski sering dilupakan.
Tanpa guru dan dosen, bangsa ini akan berjalan tanpa peta, berlari tanpa arah, dan bermimpi tanpa harapan.
إرسال تعليق