(Guru Bahasa Indonesia di MTsN 2 Garut)
Ibu adalah
sosok yang akan selalu dirindukan kehadirannya. Senyumannya, perhatiannya,
kasih sayangnya, selalu memberikan kehangatan. Tanpanya hidup ini terasa hampa.
Saat kita kembali ke rumah, sosok yang pertama dicari adalah ibu. Walau putra-putrinya
telah dewasa, kasih sayangnya tak pernah reda. Walau buah hatinya telah berkeluarga,
cintanya tak pernah pupus, perhatiannya tak pernah putus. Itulah seorang Ibu,
akan selalu menjadi malaikat penjaga, sumber cahaya. Ibu, akan selalu ada di
hati kita.
Perkenalkan
namaku Sri, aku anak sulung dari tiga bersaudara. Aku perempuan, adikku yang
pertama perempuan, yang kedua laki-
laki, dan yang terakhir perempuan. Alhamdulillah, sejak kecil aku dididik untuk
disiplin dan bertanggung jawab. Ibu dan ayahku yang mendidikku demikian.
Apalagi, aku sebagai anak pertama harus bisa menjadi teladan untuk
adik-adiknya.
Menjadi anak
pertama memang tidaklah mudah, banyak amanah dan tanggung jawab yang harus dijalankan apalagi ketika salah satu
orang tua kita sudah tidak ada. Kakaklah yang akan menjelma sebagai orang tua menggantikan posisi mereka. Seperti
kisah yang akan aku ceritakan.
Mamah
(panggilan untuk ibu) adalah sosok yang menjadi panutan. Beliau berhati emas,
penyayang, dan perhatian kepada siapa pun. Beliau tidak hanya dekat dengan
keluarganya, tetapi juga dengan keluarga suaminya. Ketika memiliki makanan
tidak pernah lupa untuk membagi dengan mereka, disebutkan satu per satu, ini
untuk si A, si B, si C, dan seterusnya. Bukan hanya kepada keluarga terdekat,
kepada tetangganya juga demikian.
Suatu ketika,
beliau panen petai, kebetulan mamah mempunyai beberapa pohon petai yang letaknya
agak jauh dari rumah. Selesai mengambil petai, beliau membagikan dulu ke
tetangga terdekat. Kemudian beliau berjalan pulang, sepanjang jalan beliau
bagikan juga ke orang-orang yang ditemui. Memang seperti itulah mamah. Saat,
ada makanan di rumah yang memang tidak dimakan anak-anaknya, karena memang kami
jarang ngemil, beliau memberikannya ke tetangganya.
Oktober 2010,
mamah meninggal. Sungguh aku merasa terpukul. Bukan hanya aku yang merasa
kehilangan, tetapi semua keluarga terdekat, kerabat, dan tetangga. Bahkan kakak
iparnya pun sampai menangis tersedu-sedu. Betapa murah hati ibu, rumah yang
seharusnya menjadi miliknya, malah diberikan kepada kakaknya yang memang belum
mempunyai rumah.
Setelah
beberapa hari mamah meninggal, rumah menjadi begitu sepi, seakan-akan, yang
pergi dari rumah beberapa orang. Memang benar pepatah mengatakan "bagai
ayam kehilangan induknya" dan itulah yang aku rasakan, tetapi aku berusaha
kuat demi adik-adikku. Sempat temanku bertanya, apakah aku sedih setelah
ditinggalkan mamah? Jawabannya tentu saja sedih, namun aku tak bisa menampakkan
wajah kesedihan. Aku takut adik-adikku bertambah sedih dan rapuh, jika aku
terlihat bersedih. Bahkan, ada yang bertanya, apakah aku tidak menangis? Tentu,
namun, aku menangis saat berada di kamar mandi, sengaja supaya tidak terlihat,
air mataku bisa dihapus lagi dengan air,
walau sebenarnya mataku terlihat sembab.
Orang yang paling
rapuh saat kehilangan mamah adalah adik pertama dan keduaku, kalau yang ketiga,
karena saat itu masih kelas 5 SD, dia tidak begitu mengerti. Pagi itu, adik
pertamaku akan melaksanakan PPL di
Pameungpek. Saat hendak berangkat, ia mendengar berita bahwa mamah telah tiada,
dia begitu syok karena dia memang paling dekat dengan mamah. Ke mana-mana
selalu ikut, bahkan saat mamah masak pun, dia di sampingnya, makanya tak heran
kalau dia pintar masak.
Akhirnya,
adikku tidak jadi berangkat PPL. Setelah kepergian mamah, dia selalu murung,
sering pingsan pula. Alhamdulillah, ketika dia menikah, suami yang menjadi
penawar kesedihannya. Memang, sebelum mamah meninggal, sudah ada rencana untuk
menikahkan adikku. Mamah berpesan, apapun yang terjadi, rencana menikah tidak
boleh dimundurkan, apalagi tidak jadi. November 2010, adikku menikah.
Adikku yang
kedua pun, sama seperti yang pertama, dia murung setelah ditinggal mamah. Dia pun
sama, sangat dekat dengan mamah. Ketika dia pulang ke rumah setelah main, pasti
yang ditanyakan mamah. "Mamah mana?" Dia memang anak kebanggaan
mamah. Tapi yang aku khawatirkan, dia menjadi penyendiri, tidak mau ditemani
siapa pun. Ketika dia berada di rumahku, kemudian aku menghampirinya, dia
pindah ke rumah mamah, begitu juga sebaliknya, ketika dia sedang sendiri di
rumah mamah, ketika ada orang yang menghampirinya, dia akan pindah lagi ke
rumahku. Aku takut dia melakukan hal-hal yang buruk.
Lain lagi
dengan adikku yang ketiga, dia belum paham situasi, banyak sekali maunya.
Bahkan, baru beberapa hari mamah meninggal, ia ingin pergi berenang dengan
teman-temannya karena memang program sekolah. Mau tidak mau, saya mengantarnya.
Beberapa bulan kemudian, saya memindahkan sekolahnya, awalnya di SDN 6 Keresek
Cibatu kemudian pindah ke SDN 1 Wanakerta, lokasi yang dekat dengan rumah.
Sebelum kepindahannya, dia minta
dibelikan seragam baru, tas baru, dan sepatu baru. Masyaa Allah, saya tidak
bisa menolak kemauannya. Saya tidak dapat membayangkan, harusnya memang mamahlah yang menjadi tempat
bermanja-manja bagi anak bungsu. Tapi dia tidak bisa merasakan itu lagi.
Makanya segala kemauan yang masih bisa saya turuti, In Syaa Allah saya turuti.
Saya sempat minta izin kepada suami dan alhamdulillah beliau ridho.
Setelah
kepergian ibuku, tanggung jawab berpindah
kepadaku. Walaupun sebenarnya masih ada ayahku, tetapi mungkin beda.
Ketika mereka menyampaikan keluh kesah, kebutuhan, dan permasalahan kepadaku.
Alhamdulillah dari segi finansial, walaupun saat itu, aku masih tergolong Guru
Tidak Tetap di sekolahku, tetapi Allah memudahkan dan melancarkan rezeki.
Ketika adikku membutuhkan uang kuliah, alhamdulillah ada. Adikku yang lain
meminta uang SPP, alhamdulillah ada. Masyaa Allah.
Ketika Allah
memberikan ujian, In Syaa Allah ada sesuatu yang indah di balik itu. Oktober
2010, mamah meninggal, Oktober 2011, ada
panggilan ikut PLPG. Masyaa Allah. Tahun 2012, aku dapat tambahan penghasilan,
TPG (Tunjangan Profesi Guru). Allah Maha Rahman. Tahun berikutnya, ada
penjaringan untuk CPNS dari GTT Madrasah Negeri, alhamdulillah aku masuk
Kategori 2. November 2014, alhamdulillah, SK CPNSku sudah aku terima. Sungguh
Luar Biasa, Allah Maha Pemurah. Tidak ada yang lebih membahagiakan saat kita
berhasil mendapatkan apa yang menjadi mimpi kita. Impian ayah dan Ibuku adalah
melihat aku menjadi seorang PNS dan itu telah terwujud. Betapa bahagianya bapa
saat mengetahui itu. Namun, mamah tak sempat lagi untuk menikmati kebahagiaan
bersamaku. Namun aku yakin, beliau sudah bahagia di sana, bahagia juga melihat
aku dapat mewujudkan impianku. Alfatihah, Aamiin….
Allah sudah
merencanakan sesuatu yang indah untukku. Setelah gelap terbitlah terang,
istilah itu tepat sekali dengan apa yang aku alami. Dengan rezeki yang Allah
berikan, aku dapat membiayai sebagian kuliah adikku yang pertama dan ketiga.
Kalau adikku yang kedua, dia tidak mau melanjutkan sekolah di PT. Dia lebih
memilih ikut bersama bapa ke kota. Aku tidak bisa memaksa, jika itu sudah
menjadi pilihannya.
Aku masih
ingat ketika mendaftarkan kuliah adikku yang ketiga di UNIGA jurusan Farmasi,
biaya pertama adikku sejumlah biaya kuliah aku dari semester pertama s.d.
semester akhir. Saat itu, aku sudah selesai wisuda, iseng-iseng aku menghitung seluruh jumlah uang kuliah
yang tertera dalam kwitansi. Kemudian, mamah muncul dan bertanya, "Ngitung
apa?" Aku menjawab sambil senyum, "Menghitung keseluruhan uang
kuliah." Kemudian mamah berkata sambil senyum pula, "Mau bayar ke
mamah ya? " "In Syaa Allah ya mah, nanti kalau sudah kerja" kataku
sambil senyum. Ketika aku membayar uang kuliah adikku, aku berkata lirih dalam
hati, "Mah, ini aku bayar janjiku dulu sama mamah" Walaupun
sebenarnya uang tersebut tidak akan pernah bisa membayar apa pun sampai kapan
pun. Kasih sayang, cinta, dan perhatian seorang ibu tidak akan bisa terbayar,
dengan uang trilyunan sekalipun.
Juli 2018,
adikku masuk UNIGA, jurusan Farmasi. Alhamdulillah aku dan ayah sama-sama
berjuang untuk pembiayaannya. Aku menyanggupi untuk biaya semesternya sedangkan
ayah untuk biaya kost dan kebutuhan hariannya. Ayah sempat bertanya, apakah
tidak masalah jika aku membiayai kuliah adikku? Tentu saja tidak, aku bisa
seperti ini karena ayah. Tanpanya, aku tidak bisa menjadi apa-apa.
Alhamdulillah, suami juga ridho. Jadi, sudah selayaknya aku juga membantu
adik-adikku. Rezekiku, rezeki mereka juga.
Alhamdulillah,
November 2022, adikku diwisuda. Suasana haru meliputi saat itu tanpa kehadiran
ibu. Aku melihat bagaimana raut wajah ayah, nampak kesedihan di sana. Bagaimana
tidak, mahasiswa yang lain didampingi oleh kedua orang tuanya, tetapi adikku
tidak. Sebetulnya, lebih mengharukan saat adik pertamaku wisuda, bahkan tidak
dihadiri oleh keduanya dan juga oleh suami serta anaknya karena wisudanya di
Bandung dan berangkatnya pun rombangan dari kampus, tetapi ayahku mengantar dan
menjemputnya di Garut.
Juni 2023,
alhamdulillah adikku yang kedua diangkat sebagai PPPK dan September 2023 wisuda
untuk PPG. Walau perjuangan untuk keduanya begitu dahsyat. Ketika mengikuti tes
PPPK, adikku sedang sakit, bahkan pulangnya pun sampai hujan-hujanan karena
saat itu diantar-jemput adikku yang ketiga naik motor. Tapi Alhamdulillah,
perjuangan tersebut berbuah manis. Kemudian, saat mengikuti PPG, perjuangan
yang berdarah-darah, hampir 9 bulan, zoom, tugas, presentasi, simulasi, peer
teaching, ukin, dan UP. Masyaa Allah. Setiap hari, duduk di depan laptop. Malam
harinya, mengerjakan tugas dan Alhamdulillah, semuanya telah terlewati. Sungguh,
nikmat yang Allah berikan sangat luar biasa. Di balik kepedihan yang kami rasakan,
ada kenikmatan yang Allah siapkan. Jika kita ikhlas menerima semua ketentuan
yang Allah tetapkan, maka Allah akan memberikan nikmat yang tak terhingga.
Januari 2024,
adik ketigaku melanjutkan kuliah profesinya, Apoteker di Universitas Bhakti
Kencana Bandung dengan biaya yang lumayan fantastik. Alhamdulillah, aku, ayah, dan
adik pertamaku bersama-sama membantu pembiayaannya. Pekan ini, In Syaa Allah
akan sidang. Mudah-mudahan Allah memberi kemudahan dan kelancaran sampai
selesai.
Alhamdulillah
kepedihan, kesulitan, ujian, dan cobaan, membuat kami semakin kuat, semakin
tegar. Saling membantu dengan saudara. Rezeki yang dikeluarkan untuk membantu
saudara tidak akan menjadikan kita menjadi sengsara justru sebaliknya,
menjadikan rezeki yang kita peroleh semakin melimpah, semakin berkah. Itu yang
diajarkan orang tua kami. Kehilangan
sosok ibu menjadikan kita semakin erat, semakin rekat, bagai rantai yang tak
pernah putus. Mudah-mudahan persaudaraan, kerukunan kita abadi. Jika ada
kerikil-kerikil kecil, itu hal yang wajar untuk menguji seberapa kuat dan
seberapa tangguh kita.
إرسال تعليق