KEIKHLASAN MEMBAWA BERKAH

 


Karya ; Erna Kurnianti

Guru Bahasa Indonesia di MTsN 2 Garut


Aku anak kedua dari lima bersaudara, Saudaraku perempuan semua. Seingatku dari aku kecil,remaja hingga aku dewasa tidak ada kemewahan dalam keluargaku,melainkan hidup dalam kesederhanaan. Meskipun hidup dalam kesederhanaan belum  pernah aku mendengar keluh kesah dari orang tuaku, atau pun belum pernah mendengar perselisihan diantara mereka.kedua orang tuaku sangat harmonis dan saling pengertian dalam kehidupan rumah tangga.


Mulai dari pekerjaan rumah hingga mengurus kami berlima.Bayangkan saja selisih jarak usia diantara kami adek kakak itu hanya 2 tahun tetapi kedua orang tuaku sangat menikmati  mengurus kami berlima. Mungkin seandainya punya materi yang lebih sudah sepantasnya jika kedua orangtuaku menyuruh orang lain untuk membantu mengurus pekerjaan rumah dan mengurus kami, tetapi pada kenyataannya jangankan untuk menggaji orang lain, untuk kebutuhan sehari- hari pun sudah syukur alhamdulillah dicukup-cukupkan, maklum saja  ayah seorang guru SD dan waktu itu sekitar tahun 70 an gaji guru tidak sebesar yang diterima guru- guru pada zaman sekarang yang bisa menerima lebih dengan tunjangan yang lainnya, maaf bukan bermaksud merendahkan penghasilan orang tuaku.Ibuku adalah seorang ibu rumah tangga yang pool di rumah mengurus rumah tangga.


Walaupun hanya berpenghasilan sebelah hanya ayah saja yang bekerja, aku bersyukur karena kedua orang tua kami bisa menyekolahkan kami sampai perguruan tinggi hanya kakak yang sulung  melanjutkan sampai SLTA karena waktu itu sudah ada yang melamar ke rumah dan begitu tamat SLTA selang beberapa bulan langsung nikah itupun dengan alasan calon suaminya ingin mendapatkan calon istri yang tidak bekerja sama dengan ibuku sebagai ibu rumah tangga. Kakakku juga tanpa pikir panjang dan dalam pikirannya sudah ada orang yang mau bertanggung jawab,kebetulan calon suaminya itu adalah PNS seorang perawat yang bertugas di salah satu puskesmas.                                                                                                                                        

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat.Hari-hari kujalani seperti bisanya.Di tahun 1999 bulan a bulan Oktober  aku lulus dari perguruan tinggi.Aku sudah menjadi seorang sarjana pendidikan yang siap menjalani hidup mandiri. Dengan berbekal ijazah S-1 sebagai calon guru, aku memberanikan diri untuk melamar ke beberapa  sekolah, alhamdulillah aku diterima dan bisa mengajar di sekolah swasta  itupun pihak sekolah menyampaikan jangan melihat dari segi materi, semua kujalani dengan ikhlas tanpa mengeluh ternyata benar aku mendapatkan honor hanya cukup untuk ongkos ojek itupun masih minta kurangnya kepada orang tua.


Orang tua juga mensupport aku untuk menjalaninya dengan ikhlas.Singkat cerita tak terasa usiaku  sudah 23 tahun dan aku menikah dengan pria yang selisih usianya lumayan jauh,kami terpaut 11 tahun. Tepatnya di bulan Oktober setahun setelah lulus dari kuliah.Suamiku seorang pegawai di salah satu instansi pemerintah. Setelah menikah hari demi hari , bulan demi bulan kujalani bersama suamiku meskipun kami masih tinggal serumah dengan orangtuaku.Setelah menikah ada tanda-tanda bahwa aku tengah hamil yang kebetulan waktu itu setelah menikah aku dalam kondisi masa subur,betul saja setelah diperiksa dokter aku tengah berbadan dua.


Waktu itu aku masih tetap mengajar sebagai guru honorer dan waktu itu sempat suamiku menyuruhku untuk berhenti saja jangan mengajar lagi, tapi itupun tidak memaksa,seandainya aku tidak merasa lelah dan tidak mengeluh silakan saja kalau mau terus mengabdi sebagai pendidik dengan status tenaga honorer yang penghasilannya jauh dari kata cukup.Aku ingat kata-kata kedua orangtuaku mengajarkanku untuk ikhlas dan lillah dalam segala hal.Usia pernikahan 8 bulan aku dan suami berdiskusi untuk belajar mandiri kebetulan paman mendengar obrolan kami. 


Paman mengiyakan keingunan kami, malahan memberi support  bahwa kalau setelah menikah jangan takut kekurangan rezeki jangan berpangku tangan kepada orang tua, lebih baik ngontrak seandainya belum punya rumah sendiri. Rencana untuk hidup mandiri terdengar oleh orang tuaku. Awalnya orang tua bilang untuk sementara kami tinggal serumah saja sambil menabung, namun pada akhirnya mengizinkan dan aku diberi   lahan kosong untuk membangun rumah,karena aku bersikukuh untuk belajar mandiri .Dengan usia pernikahan yang baru beberapa bulan secara logikanya jangankan punya tabungan,untuk kebutuhan sehari-hari saja ongkos dan kebutuhan lainnya sebisa-bisa harus cukup.’’Bangun saja rumah sederhana’’ kata paman.


Aku dan suami masih bingung uang dari mana untuk bisa membangun.Pamanku terus memberi motivasi, maaf kalau aku bongkar kartu.Akhirnya aku berinisiatif untuk menjual perhiasan mas kawin,meskipun waktu itu suami sempat menolak tawaran itu.’’Aku ikhlas seandainya mas kawin ini dijual’’.Dengan modal uang hasil penjualan mas kawin.Niat dalam hati untuk dibelikan bahan bangunan.Mulailah merencanakan untuk belanja bahan bangunan meskipun sempat berhenti ditengah jalan karena kekurangan bahan material dan juga ongkos tukang bangunan.


Kami tidak lama berhenti di situ, suamiku menggadaikan SK ke salah satu Bank untuk membereskan rumah yang sederhana itu.Alhamdulillah tiba saatnya aku melahirkan seorang bayi laki-laki dengan persalinan operasi ceasar karena dalam janinku tumbuh kista sehingga menghalangi jalannya persalinan normal.Dimulai dengan perjuangan yang luar biasa untuk melahirkan anak, teringat ibuku yang melahirkan anak sebanyak lima dan merawat serta membesarkan kami. 


Sepuluh hari sudah aku dirawat di rumah sakit beserta bayiku, setelah dinyatakan sehat, kami pun disetujui untuk bisa pulang.Tidak pulang begitu saja namun ada beberapa persyaratan administrasi yang harus kami bayar,kami hanya mencadangkan biaya persalinan normal ke bidan, sementara itu biaya yang harus kami bayar melebihi yang sudah disediakan,kami harus mencari ke mana lagi, yang namanya orang tua tetap mengusahakan untuk anaknya. Alhamdulillah akhirnya bisa diatasi. Kami pun akhirnya bisa pulang ke rumah bersama orang tua. Tak terasa hari demi hari berlalu begitu cepat,anakku sudah 1 bulan.


Sementara  rumah sederhana yang dibangun sudah selesai meskipun belum seratus persen.tetapi setidaknya kami sudah bisa menempatinya, dan sudah layak jika ingin ditempati.Aku berusaha minta izin untuk pindah ke rumah yang dianggap sudah selesai dibangun, rumah kecil meslipun tidak bagus dan mewah namun bagi kami asal bisa berteduh dari panas dan hujan.Awalnya orangtuaku tidak mengizinkan aku untuk pindah dengan alasan rumahnya belum ada isinya,belum lengkap dan  di rumah orangtuaku juga tidak ada siapa-siapa kecuali adik-adikku. 


Bukannya apa-apa hanya aku dan suami ingin merasakan hidup mandiri berjuang bersama-sama dan benar-benar dari 0 yang tidak memiliki apa-apa, hanya sisa gaji suami yang didapatkan untuk kebutuhan sehari-hari.Akhirnya orang tuaku mengizinkan aku untuk pindah rumah ,ceritanya pindah meskipun bangunan rumah masih dekat dengan rumah orangtuaku.Yang namanya orangtua tidak ada habisnya memberikan perhatian dan kasih sayang pada anaknya.Aku dibekali perabotan rumah tangga untuk isi rumah. 

Kujalani hari demi hari belajar berumah tangga, mengurus anak dan suami sebagaimana ibu rumah tangga yang lain.Setelah diberi waktu istirahat pasca melahirkan selama kurang lebih 2 bulan, aku mulai melakukan aktivitas mengajar. Sementara itu anakku dititipkan pada ibuku, karena memang ibuku yang meminta .Aku minta keridhoannya.Tapi ibuku bilang jangankan diminta tidak dimnta pun ibu sudah ikhlas mengasuh cucu.,karena ibu yang meminta.Anakku tumbuh dengan sehat meskipun tidak pool ASI dan dibantu dengan susu formula,karena memang ASInya kurang. Yang namanya kehidupan tidak lepas dari sehat dan sakit,ketika usia anakku 5 bulan di suatu malam aku sangat kaget karena  anakku sakit panas dan muntah-muntah terus. 


Akhirnya kami membawa ke dokter sekitar jam 1 malam. Setibanya di salah satu klinik khusus untuk anak-anak,dan  yang menanganinya juga dokter spesialis anak.Selama 2 hari mendapatkan perawatan alhamdulillah sudah dibolehkan untuk pulang, betapa terkejutnya ketika melihat biaya perawatan yang menurut kami begitu mahal, untuk kami yang penghasilannya asangat minim. Sejuta dua ratus ribu pada tahun 2001 sangat banyak untuk jumlah segitu. Di satu sisi alhamdulillah anakku sudah mekewati masa kritisnya, di sisi lain kami harus mencari biaya ke mana?persediaan kami pada waktu itu setengahnya juga tidak dari sejumlah tersebut.


Untuk melunasi administrasi yang harus dibayar terpaksa kami pinjam  ke orang tua, meskipun orang tua tidak meminjamkannya malah menyuruh dengan mengatakan agar aku memakainya dan  jangan jadi pikiran.Ketika anaknya membutuhkan sesuatu orang tua selalu ada di sampingnya,walaupun kami kadang merasa malu karena masih saja merepotkan orangtua.Ya Alloh, aku benar-benar tidak ada pegangan uang lagi pada waktu itu. Ujian selalu ada, Alloh tidak akan menguji seseorang di luar batas kemampuan umatnya. Aku jalani dengan penuh keiklasan apa pun yang sudah menjadi ketentuan yang kuasa.Tidak lama kemudian selang beberapa bulan ternyata Alloh begitu sayang pada kami.Anak kami terserang bronkitis dan dokter menyarankan untuk melanjutkan pengobatan selama 6 bulan.Sejak dokter menyarankan untuk berobat selama 6 bulan berarti kami harus bisa membagi uang untuk keperluan sehari-hari dan untuk pengobatan anak kami.


Di bulan pertama biaya pemerikasaan dan menebus resep obat sudah cukup lumayan besar, otomatis buat kebutuhan sehari-hari semakin berkurang.Kami tidak mau membebankan lagi kepada orang tua,aku harus punya jalan yang lain untuk menambah penghasilan, maklum gaji suami tersisa dari potongan bank,tapi semua itu harus aku terima atas kesepakatan kami berdua.


Tak terasa pengobatan anakku sudah memasuki bulan yang kedua. Setiap hari sebelum makan secara rutin anak kami mengkonsumsi obat. Untuk menuju pengobatan ketiga aku dan suami sudah harus menyedikan untuk pengobatan anak kami. Dalam pikirku ,aku akan mencoba usaha kecil-kecilan untuk bisa menambah penghasilan guna memenuhi kebutuhan. Mulailah aku berinisiatif untuk membuat es dengan varian rasa buah. 


Aku mencoba berjualan untuk dititipkan ke warung-warung. Alhamdulillah, setiap hari semua daganganku laris tidak ada yang tersisa. Aku semakin semangat untuk menitipkan lagi es buatanku ke warung kampung sebelah. Awalnya hanya warung yang dekat dengan tempat tinggalku,tapi waktu itu ingin mencoba menitipkan di warung-warung yang lain.Aku berucap syukur setiap hari  bisa menyimpan uang sebagai tabungan dari penjualan es. 


Awalnya aku ragu dan sempat kurasakan rasa malu pada waktu itu, tapi aku harus berjuang jangan diam saja .Semua itu kulakukan dengan iklas. Setiap hari sebelum pergi ke sekolah aku menitipkan ke warung yang dekat dengan rumah,kemudian sambil berangkat menuju sekolah aku menitipkan dulu ke warung kampung sebelah yang kebetulan terlewati setiap aku akan pergi sekolah.Rupanya tenagaku juga terbatas kalau setiap hari disibukkan dengan aktivitas tersebut. Harus bisa membagi waktu antara pekerjaan rumah,sekolah dan menyiapkan barang dagangan meskipun setiap pekerjaan selalu bekerja sama dengan suami. 


Suatu hari aku berkunjung ke rumah mertua,rupanya mertuaku kasihan juga melihat kesibukanku, dan memberi saran agar kami mempunyai teman untuk di rumah.Kebetulan ada saudara mertuaku yang tinggal di sebuah kampung dan ingin untuk menyekolahkan anaknya untuk melanjutkan sekolah ke SLTP, kebetulan jarak dari rumahnya ke sekolah lumayan jauh.Dari obrolan itu mertuaku berkata, ‘’Bagaimana seandainya kalau anak itu tinggal bersamamu”? Aku mengiyakan. 


Tinggalah anak tersebut bersama kami,kebetulan masih saudara jadi kami tidak merasa canggung,karena perlakuan kami seperti ke anak sendiri.Bukannya untuk dipekerjakan di rumahku,tapi memang anaknya nurut ketika mendapat bimbinganku.Setiap hari kubimbing ,kuperkenalkan pekerjaan rumah  sambil mengarahkan dan bekerja bersama-sama. Diberi pengertia dan arahan bahwa sebagai seorang perempuan harus bisa memasak, beres-beres rumah dan pekerjaan yang lainnya.Kewajiban yang utama adalah belajar.


Semenjak ada anak itu alhamdulillah dia bisa membantu sedikit demi sedikit pekerjaan rumahku.Kami juga meminta izin kepada orangtuanya untuk mengurus anak itu dan Insya Alloh akan  bertanggug jawab untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan juga keperluan yang lainnya.Orang tuanya menyetujui permintaan kami.Tidak lama  anak itu tinggal bersama kami. Alhamdulillah semua ada hikmahnya dan juga menjadi berkah,kehidupanku sedikit demi sedikit mengalami perubahan.Selain dipercaya oleh yang kuasa untuk dititipi anak kandung sendiri juga dititipi anak saudara dari suami. Aku jalani kehidupan dari nol yang hanya mengandalkan penghasilan suami, dan mencoba usaha kecil-kecilan dengan harapan untuk menambah penghasilan suami.


Enam tahun kemudian tepatnya tahun 2008 bulan Januari  kami diberi kepercayaan lagi dengan dititipi seorang anak lagi.Anak kami keduanya laki-laki.Menjelang kelahiran anakku alhamdulillah aku tak henti mengucapkan syukur karena kabar baik datang padaku dengan dinyatakannya lulus sebagai CPNS hingga mendapatkan SK PNS.  .Alhamdulillah kami terima dengan keikhlasan dalam menghadapi setiap ujian yang akhirnya dapat kurasakan keberkahannya sampai sekarang. Itulah ceeitaku ketika aku berada di titik nol.



                                          Biodata Penulis

 


Nama lengkap  : Erna Kurnianti, S.Pd.

Alamat  rumah : Kp.Kostarea 1, RT.01 RW.02 Desa Mekarluyu Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut

Alamat kantor   : MTs Negeri 2 Garut

E-mail                  : ekurnianti90@gmail.com

No HP                  : 082216087994

Riwayat pekerjaan :

1. Guru Bantu Sementara di SMPN 2  Limbangan dari tahun 2000-2022

2. Guru Bantu di lingkungan kementrian agama (MTs Negeri 2 Garut) dari tahun 2022-2024

3. Guru PNS dari tahun 2007 sampai sekarang

Riwayat Pendidikan :

Lulusan STKIP Garut tahun 1999 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.



                                                             




Post a Comment

أحدث أقدم