KISAH YANG TAK DIMULAI

 

                                                                 oleh Sri Setiawati, S.Pd

(Guru Bahasa Indonesia di MTsN 2 Garut)


Cinta adalah karunia yang Allah anugerahkan kepada setiap insan. Bukan hanya manusia yang dibekali rasa cinta, hewan pun dibekali rasa itu. Dengan cinta, kita akan memiliki rasa kasih, sayang, atau kepedulian terhadap sesama, kepada hewan, ataupun tumbuhan.


Setiap orang pasti merasakan jatuh cinta, begitu pun aku. Rasa itu hadir saat aku berusia 12 tahun, tepatnya saat aku duduk di kelas 1 SMP.  Aku jatuh hati pada seorang pria yang usianya 3 tahun di atasku. Ia ponakan dari kakak iparku. Awalnya perasaanku biasa saja ketika bertemu dengannya. Namun, saat ada saudara yang mengolok-olok, menjodohkan dengan dia, aku jadi agak malu-malu. Saat itulah rasa itu mulai ada. Ketika bertemu dengannya, aku menjadi salah tingkah. Kami memang sering bertemu karena mengaji pada ustadz yang sama, sekolah di sekolah yang sama. Kadang aku curi-curi pandang, memalukan memang.


Rasa itu tetap hadir sampai masa SMA. Sebenarnya, aku mengagumi/ memimpikan pria yang cool, kalem, dan pendiam, tetapi justru yang kusukai malah pria yang bisa dikatakan playboy. Aku sendiri heran, mengapa bisa seperti itu. Aku tidak bisa mengalihkan rasa itu kepada orang lain. Namun apa yang kurasakan mungkin tidak seperti yang ia rasakan. Perasaanku bertepuk sebelah tangan. Kadang aku merasa patah hati ketika melihat ia bersama perempuan lain. Walaupun sebenarnya, kita mulai akrab karena sama-sama anggota organisasi remaja. Dia sering berkunjung ke rumah, bahkan curhat kepadaku.

Pernah suatu kali, dia ke rumah dan bercerita, “Sebenarnya aku sedang kesal dengan seorang cewek.” Kemudian aku bertanya, “Kesal kenapa?” Dia  menjawab, “Aku kan datang jauh-jauh untuk ngapel (istilah kunjungan ke rumah perempuan), eh… di rumahnya malah ada cowok lain, kesel.” Kemudian aku jawab lagi, “Emang kamu pernah kesel juga?” Dia balik bertanya, “Maksudnya?” Aku jawab sambil terkekeh, “Iya, jadi dia menduakan kamu? Kamu kesel? Itu juga yang dirasakan oleh cewek-cewek yang kamu duakan. Itu karma namanya. Dan Sekarang kamu rasakan juga.”  Dia menjawab, “Ih,,, kamu mah, orang menderita  malah ditertawakan.” “Ya sama, mereka juga menderita karena ulah kamu.” Kataku. Aku puas sekali mengejek dia, rasakan. Namun kali ini, dia tidak menjawab karena mungkin dia mengakui.


Akhirnya, ketika aku duduk di kelas 3 SMA, ada laki-laki yang melamarku, kemudian aku jawab, "Silakan datang ke rumah dan bicara dengan orang tuaku." Karena selama ini, aku dilarang untuk pacaran. Kemudian ia datang ke rumah untuk menemui ayahku. Namun, ayahku mengatakan, "Silakan keputusan ada ditanganmu karena sekarang kamu sudah dewasa."  Akhirnya, aku memutuskan untuk menerimanya karena dia memang berniat serius. Orang yang aku suka itu sempat bertanya, " Sekarang, kamu sama si Aa itu yaa??" Kemudian aku jawab, "Ya." Aku balik bertanya, "Emang kenapa?", kemudian dia jawab, " Tidak apa-apa, ikut senang aja.",  "Ih,,, apan sih, gak jelas", pikirku.


Akhirnya, aku menjalin hubungan dengan si Aa, beliau orang baik sangat menghargai perempuan. Dalam hatiku, ada kebanggan tersendiri disukai olehnya karena beliau tergolong kategori laki-laki yang agak jutek pada perempuan. Namun, hubunganku dengannya tidak lama cuma satu tahun karena ada sesuatu yang membuatnya salah paham. Ada anggota keluargaku yang tidak setuju yang membuatnya tak percaya diri untuk melanjutkan hubungan. Namun ternyata, diam-diam beliau selalu datang ke rumah untuk mengisengiku dengan memutar antena televisi di rumah dengan harapan supaya aku ke luar untuk membetulkan kembali arah antena, dengan begitu, beliau bisa melihatku. Lucu memang, sampai aku terkekeh. Ada saja tingkah lakunya. Padahal orangnya serius, tetapi bisa melakukan hal-hal di luar nalar.


Beberapa bulan kemudian, aku diberitahu oleh temanku kalau beliau sudah meminang perempuan lain. Entah bagaimana perasaanku, sakit, kecewa, sedih, campur aduk. Patah hati tepatnya. Tapi aku merelakan itu. Mungkin memang bukan jodoh. Dan memang benar, beberapa lama kemudian, beliau menikah. Aku turut berbahagia dan mendoakan yang terbaik untuknya.


Setelah aku tidak bersamanya lagi, orang yang sudah kuanggap sahabat sekaligus kakak, karena aku tidak memiliki kakak (anak sulung), mengatakan ingin menjalin hubungan denganku. Aku bingung menjawabnya karena aku sudah menganggapnya kakak, tetapi menurut ibuku, tak apa mungkin terlanjur menyayangi jadi terima saja. Kita memang sudah dekat karena berada di organisasi remaja yang sama, bahkan aku sering meminta bantuan mengerjakan tugas sekolah kepadanya. Dia selalu bersedia membantu. Bahkan, ketika dia sakit pun, ibuku antusias sekali mengajakku untuk menengok dia. Makanya, ketika dia mengatakan ingin menjadi menjalin hubungan denganku, ibuku langsung berkata, terima saja, mamah mah setuju. Antusias sekali.


Aku masih menimbang-nimbang untuk menentukan keputusan.  Akhirnya, aku menerimanya karena yang aku tahu, jika dia sudah serius  dengan seseorang, maka akan sepenuh hati menyayanginya. Saat aku berhubungan lagi dengan seseorang, laki-laki yang aku suka itu kembali bertanya, "Kamu sekarang dengan si B ya?"  Aku jawab, "Iya", kenapa?" Kemudian, dia berkata kembali, "Tidak apa-apa, syukur deh, dia laki-laki yang baik." Aku hanya diam, tidak menjawab. Dia memang laki-laki yang baik, penyanyang, dan perhatian. Mungkin, aku beruntung mendapatkan dia. Kita juga hanya bertemu sebulan sekali, bahkan mungkin dua bulan sekali, karena kala itu dia bekerja di luar kota. Hubungan kita memang tidak banyak yang tahu, mungkin hanya sebagian teman dan keluarganya atau bisa dikatakan hubungan rahasia.


Dia pernah mengirim surat kepadaku untuk menanyakan kabar, namun tidak ada alamat pengirim dan ditujukan untuk siapa.  Saat surat tersebut tiba, teman-temannya heboh karena mendapatkan surat yang tergolong rahasia, karena bingung tidak tahu dari siapa dan untuk siapa surat itu, akhirnya dibukalah surat tersebut, kemudian dibaca, dan apa yang terjadi? Teman-temannya, juga keluarganya tambah heboh mengetahui dari siapa dan untuk siapa surat tersebut. Surat itu dari si dia dan ditujukan untuk aku. Dari mana diketahuinya? Tak lain dan tak bukan dari tulisan dia dan di dalamnya ada namaku.  Aku hanya bisa menghela nafas dan menutup muka saking malu. Hemmm…benar-benar ya, rahasiaku terbongkar.

Namun kali ini, ada sesuatu yang membuatku memutuskan untuk mengakhiri hubungan. Ibuku juga menyayangkan, namun aku tidak mau menimbulkan masalah baru. Aku ingin hubunganku dengan yang lainnya tetap terjalin dengan baik, walau harus mengorbankan perasaanku. Apa yang pernah dialami ibuku, menimpa juga kepadaku. Ibuku menyarankan untuk mempertahankan hubungan itu, tetapi aku tidak mau mengambil risiko. Dia juga sepemikiran dengan ibuku, ingin mempertahankan hubungannya dan menganggap semua itu hanya masa lalu, tetapi aku tidak bisa bersikap masa bodoh terhadap anggapan orang lain, mentalku tidak cukup siap karena kita memang hidup di antara mereka.


Aku merasa sangat bersalah, ketika dia menangis, tetapi apa boleh buat? Sudah menjadi nasibnya mungkin, dia selalu diputuskan oleh perempuan. Padahal dulu, aku pernah mengingatkan temanku saat mereka berhubungan. “Baik-baik ya, jangan sampai putus, jangan sakiti dia karena dia serius sama kamu. Dia mah kalau sudah sayang pasti serius, pokoknya sepenuh hati menyayangi lah.” “iya, In Syaa Allah, doakan saja.” kata temanku. Tetapi aku termakan omongan sendiri, malah aku yang memutuskan dia, menyakiti dia, walau sebenarnya tidak pernah berniat seperti itu. Sungguh aku menyayangi dia, namun tidak mampu berbuat apa-apa. Aku hanya bisa berdoa, mudah-mudahan dia mendapat seseorang yang jauh lebih baik.


Namun ada hal lucu menurutku yaitu ketika aku hendak berangkat kuliah, dia juga sama, kita satu angkutan umum, dia malah membayar ongkosku, selain itu, membuatkan tugas kuliah untukku. Bagaimana aku tidak berat melepaskan dia. Apa dia tidak dendam denganku? Padahal aku telah memutuskan dia. Dia memang laki-laki yang baik. Beberapa kali dia ingin kembali, tetapi aku tetap menolaknya. Dia pernah menitipkan pesan kepada adikku. “Tolong bilang sama teteh, aku tuh serius sama teteh, tidak bisa melupakan teteh. Agak lebay memang, tetapi itu mungkin yang ia rasakan dan aku tetap dengan keputusanku. Namun beberapa bulan kemudian, saat dia sudah menjalin hubungan dengan yang lain, aku yang ingin kembali, tetapi sudah terlambat. Kisahku mirip dengan lirik lagu Rosa “Aku Bukan Untukku”


Beberapa tahun kemudian, seseorang aku suka itu menikah. Namun belakangan, aku diberitahu oleh saudaraku, dia pernah bercerita bahwa dia memang menyukaiku dan berniat ingin mengatakan sesuatu kepadaku, namun dia tidak memiliki keberanian karena tidak memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan. Pernah suatu hari, dia berkunjung ke rumahku, namun karena saat itu aku sedang menjalin hubungan dengan seseorang, aku merasa tidak enak. Akhirnya, aku memanggil mantannya untuk pergi ke rumahku dan menemui dia. Saat mantannya datang ke rumah, dia tampak kecewa, walau pada akhirnya mereka mengobrol dan kembali melanjutkan hubungan lagi (CLBK).


Namun saat itu, justru aku yang patah hati lagi karena diputuskan oleh calonku. Dan memang benar, saat itu dia ke rumahku karena ingin mengatakan sesuatu. Mungkin karena dia sudah memiliki pekerjaan dan berani melamarku. Walau semuanya sudah terlambat, tetapi  setidaknya aku bahagia, ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Walau hubunganku dengannya tidak akan pernah terjalin. Tetapi tak apa, ini yang dinamakan CINTA TAK HARUS MEMILIKI, walau menyakitkan.


Beberapa waktu kemudian, alhamdulillah, Allah mengirimkan pasangan hidup yang baik, perhatian, dan penyayang. Aku kehilangan seseorang tetapi mendapat pengganti yang lebih baik. Dia jodohku dunia akhirat, Aamiin. Kami sudah dikarunia dua buah hati yang akan menemani hingga nanti. Allah sudah merencanakan sesuatu yang indah untukku, akan selalu kusyukuri, apa pun yang terjadi, In Syaa Allah semua cobaan dapat kami lewati.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama