Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Wakil
Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah ke 113)
Di zaman serba cepat ini,
cinta seringkali dianggap sebagai bahan bakar utama menuju kebahagiaan. Siapa
pun yang "cinta mati" diyakini akan bertahan menghadapi apa pun.
Namun, nyatanya malah menunjukkan hal sebaliknya. Banyak kisah cinta kandas di
tengah jalan, bukan karena kurangnya rasa, melainkan karena hilangnya satu hal
penting: restu orang tua.
Kutipan dari penyair
Palestina, Mahmoud Darwish, menggugah kesadaran kita:
"Aku menyaksikan beberapa orang berhasil. Ternyata mereka tak main
cinta, tetapi mereka berbakti kepada orangtuanya."
Kata-kata ini tidak datang
dari ruang kosong. Ia tumbuh dari pemahaman mendalam bahwa kesuksesan sejati
sering kali berakar pada hal yang sunyi doa dan restu yang tak terdengar dari
orang tua. Kita terlalu sering mengejar sertifikat, karier, atau pasangan
sempurna, tapi lupa berpamitan. Lupa menyapa mereka yang paling awal percaya
pada kita.
Restu bukan formalitas. Ia
adalah kekuatan psikologis dan spiritual. Anak yang dekat dengan orang tuanya
cenderung tumbuh lebih percaya diri, punya daya tahan mental lebih kuat, dan
lebih mudah bangkit saat jatuh. Di balik setiap langkah kita, ada hati yang tak
tidur, ada harapan yang tidak bersuara itulah doa orang tua.
Ambil contoh kisah Rania,
seorang pengusaha muda asal Yordania. Ketika bisnisnya nyaris bangkrut, ia
pulang, menangis dalam pelukan sang ibu, dan hanya berkata, “Aku lelah.” Ibunya
tak memberi strategi bisnis, hanya restu yang tulus dan doa. Dua tahun kemudian,
perusahaannya menembus daftar startup paling berpengaruh di Timur Tengah.
Kisah Rania bukan
satu-satunya. Banyak orang sukses diam-diam menyimpan cerita serupa. Saat
segalanya terasa gelap, mereka kembali ke rumah. Menemukan pelita dalam
wajah-wajah yang mulai keriput, dalam suara parau yang tetap menyebut nama
mereka dalam sujud.
Jadi, bagaimana kita
menyelaraskan cinta dan restu di era ini?
- Bukan Sekadar Minta Izin – Bangun dialog yang
jujur dan terbuka dengan orang tua.
- Hadir di Momen Penting – Waktu kita adalah
bahasa cinta yang paling nyata.
- Doa Dua Arah – Jangan hanya minta didoakan,
doakan mereka juga.
- Berbagi Proses – Ceritakan perjuangan, bukan
hanya hasil. Mereka lebih ingin kita bahagia daripada sempurna.
Akhirnya, kita sadar: restu
bukan penghalang kebebasan, tapi penuntun arah. Di puncak keberhasilan, suara
ibu dan ayah adalah jangkar yang menjaga kita tetap membumi.
Mahmoud Darwish benar:
cinta yang merawat, bukan membakar, adalah cinta yang membawa kita jauh. Dan
restu orang tua adalah bentuk cinta itu yang paling purba tetap setia bahkan
ketika dunia meninggalkan.
Posting Komentar