Moderasi Beragama Sebagai Instrumen Persatuan Bangsa (8)

 

Oleh Muhamad Nasir Pariusamahu, M.Pd.

Sekjen PGM Indonesia Maluku dan Kabid III Asosiasi Gerakan Literasi Pendidik (Agerlip) PGM Indonesia

Indonesia adalah negara yang dikenal dengan keberagamannya, baik dari segi agama, suku, budaya, maupun bahasa. Keberagaman ini merupakan kekayaan yang tidak ternilai, tetapi sekaligus menjadi tantangan dalam menjaga persatuan bangsa. Salah satu kunci utama dalam membangun keharmonisan di tengah pluralitas tersebut adalah moderasi beragama. Dengan sikap moderat dalam beragama, setiap individu dapat lebih mudah menerima perbedaan dan menjadikan keberagaman sebagai kekuatan untuk membangun bangsa yang lebih solid.

Moderasi beragama adalah sikap beragama yang tidak ekstrem, baik dalam bentuk pemahaman yang terlalu keras (radikalisme) maupun yang terlalu longgar (liberalisme). Moderasi beragama menekankan keseimbangan antara keyakinan pribadi dengan penghormatan terhadap keyakinan orang lain. Dalam konteks ini, moderasi beragama menjadi instrumen penting dalam membangun persatuan bangsa.

Konsep moderasi beragama sebenarnya telah diajarkan dalam berbagai agama. Islam, misalnya, mengenalkan prinsip wasathiyah atau jalan tengah, yang menekankan keseimbangan, keadilan, dan toleransi. Dalam Al-Qur'an, Allah menyebut umat Islam sebagai "ummatan wasathan" (umat yang moderat) dalam Surah Al-Baqarah ayat 143. Begitu juga dalam agama-agama lain, seperti Kristen, Hindu, Buddha, dan Konghucu, yang mengajarkan cinta kasih, toleransi, dan kebijaksanaan dalam menjalankan kehidupan beragama.

Dalam konteks kebangsaan, moderasi beragama menjadi pondasi penting dalam menjaga keutuhan NKRI. Pancasila sebagai dasar negara mengajarkan pentingnya keseimbangan dalam kehidupan beragama, di mana sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa," menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan dalam menjalankan agamanya masing-masing dengan tetap menghormati hak-hak orang lain.

Moderasi beragama juga merupakan solusi dalam mengatasi konflik berbasis agama yang sering terjadi di berbagai daerah. Konflik semacam ini sering kali dipicu oleh pemahaman agama yang sempit dan kurangnya sikap toleransi terhadap perbedaan. Dengan menerapkan prinsip moderasi beragama, masyarakat akan lebih mampu berdialog dan menyelesaikan perbedaan secara damai tanpa harus menimbulkan perpecahan.

Selain itu, moderasi beragama juga berperan dalam melawan penyebaran paham radikalisme dan intoleransi. Radikalisme sering kali tumbuh karena adanya pemahaman agama yang tidak seimbang dan cenderung eksklusif. Diharapkan bagi setiap individu dan lembaga keagamaan untuk menyebarkan ajaran-ajaran yang moderat dan inklusif.

Pendidikan memiliki peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama. Kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan harus mengajarkan pentingnya sikap moderat dalam beragama dan menghargai keberagaman. Guru dan tenaga pendidik juga harus menjadi contoh dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi kepada peserta didik.

Selain pendidikan formal, peran keluarga juga sangat penting dalam membentuk sikap moderasi beragama pada anak-anak. Orang tua harus memberikan pemahaman agama yang seimbang kepada anak-anak mereka, serta mengajarkan mereka untuk hidup berdampingan dengan orang lain yang memiliki keyakinan berbeda.

Pemerintah juga memiliki tanggung jawab besar dalam mendukung moderasi beragama. Kebijakan-kebijakan yang mendorong kerukunan antarumat beragama harus terus diperkuat, termasuk dengan menggalakkan program-program dialog lintas agama dan pelatihan bagi pemuka agama agar mereka bisa menyampaikan ajaran agama dengan cara yang moderat.

Di era digital, media massa dan media sosial juga memiliki pengaruh besar dalam membentuk pemahaman masyarakat tentang agama. Penyebaran informasi semakin cepat dan mudah. Perlu adanya pengawasan terhadap konten-konten yang bersifat provokatif, hoaks dan dapat memicu perpecahan. Media harus lebih banyak memproduksi konten yang mengedepankan persatuan dan keharmonisan dalam beragama.

Tokoh agama maupun organisasi keagamaan perlu berperan aktif dalam menanamkan moderasi beragama kepada umatnya. Hal ini dikarenkan mereka memiliki pengaruh besar dalam membentuk pemikiran masyarakat. Mereka harus menggunakan posisinya untuk menyebarkan pesan perdamaian dan toleransi, bukan justru memperkeruh keadaan dengan retorika yang dapat memicu konflik.

Dengan terus memperkuat moderasi beragama, Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam membangun kehidupan beragama yang harmonis. Hal ini akan memperkuat posisi Indonesia di dunia sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan persatuan.

Pada akhirnya, moderasi beragama bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau tokoh agama, tetapi juga merupakan tanggung jawab setiap individu. Jika setiap warga negara menerapkan sikap moderat dalam beragama, maka Indonesia akan semakin kuat dan solid sebagai bangsa yang bersatu dalam keberagaman. Keberagaman yang ada harus menjadi kekuatan, bukan sebagai sumber konflik. Inilah tantangan sekaligus peluang bagi kita semua untuk menjaga dan merawat persatuan di negeri ini.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama