Oleh Muhamad Nasir Pariusamahu, M.Pd.
Sekjen PGM Indonesia Maluku dan Kabid III Asosiasi Gerakan Literasi Pendidik (Agerlip) PGM Indonesia
Di era digital saat ini, ruang maya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Media sosial, forum diskusi, dan berbagai platform digital lainnya telah mengubah cara manusia berkomunikasi dan berinteraksi. Namun, kemudahan ini juga membawa tantangan tersendiri, terutama dalam menjaga etika dan keteladanan dalam bersikap. Sehingga kita perlu menciptakan sebuah cara berpikir baru untuk menjadi kebutuhan mendesak, agar ekosistem digital tetap sehat dan bermanfaat bagi semua.
Keteladanan di ruang maya tidak hanya berarti berbicara dengan sopan atau berbagi informasi yang bermanfaat, tetapi juga mencerminkan sikap tanggung jawab dalam menggunakan teknologi digital. Sebagai pengguna internet, kita memiliki peran untuk menyebarkan kebaikan, membangun narasi positif, dan menghindari perilaku yang dapat merugikan orang lain.
Pada laman https://apjii.or.id/ , Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengumumkan jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa dari total populasi 278.696.200 jiwa penduduk Indonesia tahun 2023. Dari hasil survei penetrasi internet Indonesia 2024 yang dirilis APJII, maka tingkat penetrasi internet Indonesia menyentuh angka 79,5%. Dibandingkan dengan periode sebelumnya, maka ada peningkatan 1,4%.
Peningkatan konsisten grafik tren positif penetrasi internet Indonesia dalam lima tahun terakhir, yang naik secara signifikan sehingga menjadi tantangan besar buat perkembangan bangsa ke depan. Salah satu tantangan terbesar dalam dunia digital adalah maraknya ujaran kebencian dan hoaks. Banyak individu yang dengan mudah menyebarkan informasi tanpa verifikasi, sehingga menyebabkan disinformasi yang berdampak luas. Menciptakan keteladanan di ruang maya berarti selalu memastikan kebenaran sebelum membagikan suatu informasi dan menghindari menyebarkan konten yang dapat memicu konflik.
Peran tokoh publik dan influencer dalam menciptakan keteladanan di ruang maya juga sangat signifikan. Jumlah pengikut yang besar, mereka memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk opini publik. Jika mereka mampu memberikan contoh yang baik dalam berinteraksi di media sosial, maka pengikut mereka akan lebih terdorong untuk mengikuti jejak positif tersebut.
Selain itu, pendidikan digital menjadi kunci dalam membangun keteladanan di ruang maya. Kesadaran akan etika digital harus ditanamkan sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah. Anak-anak dan remaja perlu diberikan pemahaman tentang bagaimana berperilaku dengan bijak di dunia maya agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh konten negatif.
Keteladanan juga bisa diciptakan melalui komunitas daring yang aktif dalam menyebarkan konten positif. Komunitas ini dapat berbentuk forum diskusi, grup edukasi, atau kampanye sosial yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya etika digital. Semakin banyak komunitas yang berperan aktif dalam menciptakan lingkungan digital yang sehat, semakin kuat pula pengaruh positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas.
Keteladanan di ruang maya juga berarti tidak mudah terpancing emosi dalam menghadapi perbedaan pendapat. Perdebatan di media sosial sering kali berujung pada konflik yang tidak perlu karena kurangnya sikap saling menghormati. Jika setiap individu mampu menunjukkan sikap bijak dalam berdiskusi, maka ruang digital dapat menjadi tempat yang lebih kondusif untuk bertukar pikiran.
Keteladanan di ruang maya juga dapat diwujudkan melalui aksi sosial. Banyak gerakan sosial yang bermula dari kampanye digital, seperti penggalangan dana untuk korban bencana, gerakan peduli lingkungan, dan kampanye literasi. Aksi-aksi semacam ini menunjukkan bahwa dunia digital dapat digunakan untuk hal yang positif dan membawa perubahan nyata dalam kehidupan sosial.
Selanjutnya, keteladanan di ruang maya juga harus mencakup inklusivitas dan empati terhadap kelompok rentan. Banyak individu yang mengalami perundungan siber atau diskriminasi di dunia digital. Oleh karena itu, setiap pengguna internet harus turut serta dalam menciptakan ruang yang aman dan nyaman bagi semua orang, tanpa memandang perbedaan yang ada.
Untuk memaksimalkan hal itu, kita bisa memulai dari berbagai cara. Keteladanan di ruang maya dapat dibangun sejak lingkup terkecil, yaitu keluarga. Kita bisa memulai dari lingkungan keluarga, orang tua memiliki peran besar dalam memberikan contoh yang baik dalam penggunaan media sosial. Jika orang tua menunjukkan sikap positif, seperti berbicara dengan santun dan menghindari menyebarkan berita bohong, anak-anak akan meniru perilaku tersebut.
Ajaran moral dan etika yang diterapkan dalam kehidupan nyata juga harus diimplementasikan di dunia digital. Setiap agama mengajarkan pentingnya menjaga perkataan, bersikap jujur, dan berbuat baik kepada sesama. Prinsip-prinsip ini harus menjadi pedoman dalam berinteraksi di ruang maya agar dunia digital tetap harmonis dan membawa manfaat bagi semua.
Nah yang paling penting adalah bidang politik. Keteladanan di ruang maya menjadi hal yang sangat krusial. Banyak politisi dan tokoh publik yang menggunakan media sosial untuk menyampaikan gagasan dan visi mereka. Namun, sayangnya, ada pula yang memanfaatkan platform ini untuk menyebarkan propaganda negatif atau menciptakan polarisasi di masyarakat. Jika para pemimpin mampu memberikan contoh yang baik dalam berkomunikasi secara digital, maka iklim politik di dunia maya akan lebih sehat dan konstruktif.
Selain masalah di atas, pemerintah diminta untuk menyusun regulasi yang tepat. Undang-undang yang mengatur etika digital harus diterapkan dengan tegas agar pelanggaran di dunia maya dapat diminimalkan tanpa menghambat kebebasan berekspresi. Mengapa pemerintah, karena pemerintah merupakan payungnya masyarakat, yang memberikan sombar ketenangan. Jangan sampai ada sebuah ungkapan satite,” Isih penak jamanku to?” Padahal bangsa ini harus terus maju dan jadi bangsa yang baru, bangsa yang maju.
Posting Komentar