Belajar, Membaca, Menulis: Jalan Menguasai Dunia

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Guru SKI MTsN 2 Garut

Duta Literasi Kabupaten Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 207)




Ada satu kebenaran yang sering terlambat disadari banyak orang: kekuatan manusia tidak pernah terletak pada fisik, jabatan, atau popularitas. Semua itu mudah runtuh, mudah digeser, mudah dilupakan. Namun ada satu hal yang tak pernah lekang oleh waktu ilmu. Dan ilmu hanya datang kepada mereka yang mau mencarinya melalui belajar, membaca, dan menulis.

 

 

Ketika seseorang belajar, ia sebenarnya sedang memperluas batas dirinya. Belajar tidak hanya menambah informasi, tetapi juga mengubah cara berpikir, memperdalam sensitivitas, dan membuka pintu-pintu masa depan yang sebelumnya tak terlihat. Orang yang belajar sedang membangun fondasi atas dunia yang ingin ia kuasai. Sebab dunia ini hanya tunduk kepada mereka yang memahami cara kerjanya.

 

 

Membaca menjadi salah satu jalur paling ampuh untuk menyerap ilmu. Setiap bacaan entah buku, artikel, catatan, atau bahkan pengalaman hidup orang lain adalah jendela kecil menuju dunia yang lebih luas. Dari membaca, seseorang belajar melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Ia menjadi lebih peka, lebih arif, dan memiliki kedalaman batin yang tak bisa dibeli oleh jabatan atau status sosial.

 

 

Perintah pertama yang turun kepada Nabi adalah Iqra’” bacalah!

Perintah itu bukan sekadar instruksi intelektual, tetapi juga gerbang spiritual. Membaca tidak hanya berarti melafalkan huruf, tetapi membaca diri, membaca realitas, dan membaca sejarah. Ketika seseorang membaca dirinya, ia menjadi lebih sadar akan kekurangan dan potensinya. Ketika ia membaca realitas, ia lebih siap menghadapi kenyataan hidup. Ketika ia membaca sejarah, ia belajar kebijaksanaan dari generasi sebelum kita.

 

 

Namun ilmu tidak selesai di kepala. Ia harus bergerak, harus hidup, harus memberi manfaat. Di sinilah menulis menjadi senjata yang tak tertandingi. Dengan menulis, gagasan yang abstrak berubah menjadi kekuatan yang konkret. Menulis mempertajam pemikiran, menertibkan ilmu, dan menggerakkan orang lain. Tulisan dapat menjangkau tempat yang tak pernah dijangkau ucapan; memengaruhi hati yang tak pernah kita temui; dan bertahan jauh lebih lama dibanding pena pemiliknya.

 

 

Tidak heran, menulis kerap disebut sebagai “senjata.”

Senjata bukan karena melukai, tetapi karena mengubah. Tulisan yang baik mampu membuka pikiran, menyalakan harapan, bahkan memulai sebuah perubahan. Setiap kata yang dituliskan adalah anak panah yang bisa mencapai jiwa orang lain dengan cara paling halus tetapi paling dalam.

 

 

Namun semua kekuatan itu hanya mungkin dimiliki oleh mereka yang konsisten. Dalam komentar warganet pun terlihat: “Dan kuncinya adalah konsistensi.” Betul. Ilmu tidak datang sekaligus, tidak datang dalam satu malam. Ia tumbuh melalui langkah kecil yang diulang: satu halaman yang dibaca setiap hari, satu paragraf yang ditulis setiap pagi, satu ide yang dipelajari setiap waktu.

 

 

Pada akhirnya, siapa pun yang ingin mengubah hidupnya tidak perlu menunggu modal besar. Tidak perlu menunggu kesempatan. Tidak perlu menunggu panggilan jabatan. Cukup mulai dari hal paling sederhana: belajar, membaca, menulis.

 

 

Dunia ini luas, tetapi bisa dikuasai oleh mereka yang memahami cara kerjanya. Dan semua itu bermula dari satu kata yang sudah sangat lama diwahyukan: Iqra’.

 

Post a Comment

أحدث أقدم