Mengapa Pengelola Pesantren dan Madrasah Swasta Lemah dalam Kompetensi Administrasi?

 



Oleh: Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd

Ketua Umum PGM Ind Wil. Jambi

Pengawas MA Kab. Muaro Jambi

Ketua III Forkom Ormas Jambi

 

Analisis terkait pengelolaan Pesantren dan Madrasah Swasta Lemah dalam Kompetensi Administrasi, yaitu:

1. Administrasi bukan budaya utama dalam tradisi pesantren

Secara historis, pesantren tumbuh sebagai lembaga pendidikan berbasis tradisi keilmuan, keteladanan, dan keberkahan (barakah). Fokus utama pesantren sejak dulu adalah:

a.       pengajaran kitab,

  1. penguatan akhlak dan spiritualitas,
  2. pembinaan kehidupan santri.

Sementara itu, administrasi modern, seperti perencanaan strategis, pelaporan keuangan, dokumen mutu, analisis data Pendidikan, tidak tumbuh sebagai budaya inti. Akibatnya, banyak pengelola tidak terbiasa dengan standar administrasi formal.

2. Pengelolaan berbasis khidmah, bukan profesionalisme struktural

Banyak tenaga pengelola, ustaz/ustazah, atau keluarga pesantren bekerja dengan semangat khidmah (pengabdian), bukan dengan orientasi profesi administrasi.

a.       Banyak posisi penting diisi oleh orang yang dipercaya, bukan orang yang memiliki kompetensi teknis administrasi.

  1. Rekrutmen tidak menggunakan standar kompetensi manajemen pendidikan.

Hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan teknis seperti:

a.       penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran,

  1. tata naskah dinas,
  2. manajemen data EMIS,
  3. pengelolaan keuangan berbasis pembukuan.

3. Minimnya pelatihan formal bagi pengelola

Sebagian besar pengelola madrasah swasta di pesantren:

a.       belum pernah mengikuti diklat manajemen,

  1. tidak pernah mendapat penguatan kompetensi administrasi,
  2. tidak terbiasa dengan sistem informasi madrasah seperti EMIS, SIMPATIKA, RDM, dan aplikasi mutu lainnya.

Akibatnya, administrasi berjalan secara manual, seadanya, dan sering tidak memenuhi standar pemerintah.

4. Beban kerja ganda bagi guru dan pengurus pesantren

Guru di madrasah pesantren sering merangkap banyak tugas:

a.       mengajar,

  1. membina santri di asrama,
  2. mengurus kegiatan pesantren,
  3. mengelola administrasi madrasah.

Beban berlapis ini membuat fokus pada administrasi menjadi lemah.

5. Keterbatasan sumber daya dana

Madrasah swasta di pesantren sering mengandalkan:

a.       SPP kecil,

  1. donasi masyarakat,
  2. bantuan pemerintah yang terbatas.

Karena anggaran terbatas, mereka sulit:

a.       merekrut tenaga administrasi profesional,

  1. membiayai pelatihan rutin,
  2. menerapkan teknologi digital untuk administrasi.

6. Rendahnya pemanfaatan teknologi informasi

Sebagian pesantren masih mengandalkan administrasi manual, seperti buku catatan atau file yang tidak terorganisir. Faktor penyebab:

a.       kurangnya literasi digital,

  1. minim perangkat komputer,
  2. internet yang tidak stabil.

Hal ini menghambat produktivitas administrasi dan akurasi data.

7. Tidak adanya standar operasional prosedur (SOP) baku

Banyak madrasah swasta tidak memiliki SOP tertulis mengenai:

a.       pengarsipan,

  1. pelaporan keuangan,
  2. penilaian kinerja,
  3. alur komunikasi,
  4. pengelolaan dokumen pembelajaran.

Akibatnya, administrasi berjalan berdasarkan kebiasaan, bukan berdasarkan standar profesional.

Solusi Strategis Mengatasi Lemahnya Kompetensi Administrasi

1. Membangun budaya administrasi profesional di lingkungan pesantren

Pesantren perlu mengubah paradigma bahwa administrasi adalah bagian integral dari ibadah dan khidmah. Administrasi yang kuat = keberkahan amal yang lebih besar karena amanah tertunaikan dengan benar.

2. Pelatihan intensif dan berkelanjutan bagi pengelola

Program yang perlu dibuat:

a.       Diklat manajemen madrasah,

  1. Pelatihan administrasi berbasis digital,
  2. Workshop keuangan syariah untuk madrasah,
  3. Pelatihan tata naskah dan penyusunan dokumen mutu (RKS, RKAM, SOP).

Bisa bekerja sama dengan:

a.       Kemenag,

  1. LPMP,
  2. perguruan tinggi Islam,
  3. organisasi profesi (PGM, IGRA, KKMA).

3. Rekrutmen berbasis kompetensi, bukan hanya kedekatan kultural

Untuk posisi administrasi penting, pesantren perlu:

a.       menentukan standar kompetensi,

  1. membuat jobdesk tertulis,
  2. membuka perekrutan terbuka (jika memungkinkan).

Ini tidak meniadakan nilai khidmah, tetapi melengkapinya dengan profesionalitas.

4. Menugaskan tenaga admin khusus

Solusi efektif adalah:

a.       merekrut minimal 1–2 admin khusus untuk EMIS, keuangan, dan arsip;

  1. membebaskan guru dari beban administratif yang tidak relevan,
  2. membagi peran secara jelas.

Tenaga administrasi khusus akan sangat meningkatkan akurasi data dan kualitas layanan.

5. Penggunaan Sistem Informasi Madrasah (digitalisasi)

Langkah-langkah:

a.       menerapkan SIM Madrasah, EMIS, RDM, Google Workspace, atau aplikasi manajemen pesantren;

  1. melatih guru dan admin menggunakannya;
  2. menyusun database siswa, alumni, dan keuangan dalam sistem digital.

Digitalisasi akan:

a.       mengurangi beban kerja,

  1. mempercepat pelaporan,
  2. meningkatkan akuntabilitas.

6. Penyusunan SOP dan Standardisasi Administrasi Madrasah

Madrasah harus memiliki SOP tertulis tentang:

a.       keuangan,

  1. surat-menyurat,
  2. pengarsipan,
  3. data santri,
  4. struktur organisasi,
  5. monitoring guru.

Standarisasi membuat administrasi:

a.       konsisten,

  1. mudah diaudit,
  2. dapat dilanjutkan walaupun pengelola berubah.

7. Pembinaan langsung dari pesantren induk

Pesantren sebagai institusi induk dapat:

a.       membentuk unit khusus pengembangan mutu,

  1. melakukan supervisi berkala,
  2. memberikan pendampingan intensif pada madrasah,
  3. memfasilitasi kolaborasi dengan lembaga eksternal.

Ini akan memperkuat sinergi lembaga pesantren–madrasah.

8. Sinergi dan kolaborasi antar-madrasah di tingkat kabupaten/kota

Kolaborasi dapat berupa:

a.       forum berbagi praktik baik administrasi,

  1. saling meminjam tenaga ahli,
  2. pelatihan bersama,
  3. mentoring administrasi bagi madrasah yang lebih lemah.

Kesimpulan

Lemahnya kompetensi administrasi pada pengelola pesantren dan madrasah swasta disebabkan oleh faktor budaya, sejarah, keterbatasan SDM, minimnya pelatihan, dan kurangnya digitalisasi. Namun, masalah ini bisa diatasi melalui langkah sistematis:

a.       membangun budaya administrasi profesional,

  1. pelatihan berkelanjutan,
  2. rekrutmen berbasis kompetensi,
  3. digitalisasi administrasi,
  4. pembentukan SOP,
  5. dan memperkuat sinergi pesantren–madrasah–pemerintah.

Dengan menjalankan strategi tersebut, madrasah di pesantren dapat menjadi lembaga yang modern, akuntabel, dan tetap menjaga nilai tradisi serta spiritualitas yang menjadi ciri khasnya.

Bionarasi : Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd. adalah seorang pendidik yang berdedikasi dalam pengembangan pendidikan di madrasah. Sebagai guru Biologi di MAN Insan Cendekia Jambi dan bertransformasi ke pendamping madrasah, ia aktif membimbing guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia juga merupakan aktivis organisasi profesional PGM IND, PPMN, IGI, APSI, APMI, Forkom Ormas Jambi, yang berkontribusi dalam berbagai forum pendidikan. Sebagai penulis, Dr. Aty telah menghasilkan berbagai karya di bidang pendidikan dan manajemen pendidikan, yang menjadi referensi bagi pendidik dan praktisi pendidikan di Indonesia.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama