Santri Zaman Now: Dari Resolusi Jihad Menuju Peradaban Dunia

 


Oleh: Ai Ida Rosdiana, M.Pd
Alumni Pondok Pesantren Terpadu Daaruttaqwa Integrated Boarding School
Pengajar Ponpes Modern Bilingual Islamic Boarding School Sunanul Aulia Kota Sukabumi
Pegiat Keluarga Peduli Pendidikan Kota/Kab. Sukabumi

 

Refleksi Sejarah, Tanggung Jawab Masa Kini

Tanggal 22 Oktober bukan sekadar penanda dalam kalender nasional. Ia adalah pengingat atas keteguhan dan semangat juang para santri serta ulama dalam menjaga kedaulatan bangsa. Ditetapkan sebagai Hari Santri melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo, momen ini bersumber dari peristiwa monumental: seruan Resolusi Jihad yang disampaikan KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.


Resolusi tersebut bukan sekadar fatwa keagamaan, tetapi seruan moral dan kebangsaan yang menyatukan kekuatan spiritual dan nasionalisme. Seruan ini menyerukan kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan dari ancaman penjajahan Belanda. Jihad kala itu bukan hanya angkat senjata, melainkan juga keteguhan iman, keberanian moral, dan pengorbanan jiwa. Para pejuang yang gugur dalam pertempuran Surabaya dikenang sebagai syuhada bangsa.


Mari kita jadikan Hari Santri Nasional 2025 yang penuh makna ini sebagai ajang refleksi bersama. Kita tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga meneguhkan kembali peran santri di masa kini. Perjuangan belum berakhir. Setelah 80 tahun Indonesia merdeka, santri harus terus hadir di barisan terdepan dalam menghadapi musuh-musuh baru: ketidakadilan, kemiskinan, kezaliman, kemungkaran, kebodohan, dan dekadensi moral yang merusak tatanan masyarakat.

 

Dulu Bambu Runcing, Kini Literasi Digital


 

Zaman telah berubah. Medan tempur tidak lagi diisi dengan dentuman senjata, tapi dengan pertarungan data, ide, dan narasi. Dunia hari ini dikuasai oleh informasi, algoritma, dan teknologi. Santri hidup di era Revolusi Industri 4.0 dan tengah melangkah menuju Masyarakat 5.0 sebuah fase peradaban di mana perkembangan teknologi tidak berdiri sendiri, tetapi berjalan seiring dengan nilai-nilai kemanusiaan.


Dalam konteks ini, tantangan yang dihadapi juga semakin kompleks. Disinformasi, kejahatan siber, eksploitasi ekonomi, perdagangan manusia, hingga jebakan pinjaman daring hanyalah sebagian dari bentuk penjajahan modern. Maka, santri masa kini tidak boleh gagap teknologi. Mereka harus siap menjadi generasi yang melek digital, kuat akidah, kokoh akhlak, serta menguasai ilmu pengetahuan, sains, dan bahasa internasional seperti Arab dan Inggris agar mampu menjawab tantangan global dan tampil percaya diri di forum dunia.

 

Santri Adalah Karakter, Bukan Sekadar Status


 

Hari ini, menjadi santri bukan semata-mata berarti tinggal di pesantren. Santri adalah karakter jiwa yang kuat, akhlak yang luhur, semangat belajar yang tinggi, dan keberanian untuk memperjuangkan kebenaran. Siapa saja bisa menjadi santri selama ia membawa nilai-nilai keikhlasan, kesungguhan, dan pengabdian kepada masyarakat.


Santri sejati adalah agen perubahan (agent of change) yang menghadirkan solusi, bukan sekadar mengkritik. Santri tidak cukup hanya aktif di ruang ibadah, tapi juga harus hadir di ruang-ruang publik: dalam diskusi, karya, dan pengaruh nyata di tengah masyarakat. Zaman ini tak ramah bagi yang pasif. Maka, santri harus cerdas, adaptif, dan kontributif karena santri yang stagnan berarti mengkhianati semangat perjuangan yang diwariskan para pendahulu.


Pesantren: Taman Ilmu dan Tempat Tumbuhnya Karakter


 

Sebagai tempat pembentukan santri, pesantren pun harus terus berbenah. Ia tidak boleh hanya fokus pada transfer ilmu agama, tapi juga pada pembentukan manusia seutuhnya: yang cerdas spiritual, stabil emosional, dan kuat intelektual.


Kita tidak menginginkan pesantren yang hanya mencetak lulusan pandai bicara dalil, tapi gagal menjaga akhlak. Simbol-simbol keagamaan tak boleh dijadikan tameng untuk membenarkan perilaku menyimpang. Santri sejati adalah pribadi yang jujur, bertanggung jawab, rendah hati, dan peduli. Santri adalah teladan moral di tengah masyarakat, bukan justru penyebab kegaduhan yang dibungkus atas nama agama.

 

Mengawal Indonesia Menuju Peradaban Dunia

 

Tema Hari Santri 2025, “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia”, bukan sekadar slogan seremonial. Ini adalah pesan yang dalam: bahwa peran santri tidak berhenti di balik tembok pesantren. Santri harus menjadi pelopor perubahan, penjaga nilai, sekaligus penggerak peradaban yang membawa Indonesia melangkah lebih jauh di tengah kompetisi global.


Dulu, santri mengangkat bambu runcing dan kitab suci. Hari ini, santri harus mengangkat pena, pemikiran kritis, dan karya nyata. Santri tidak boleh tertinggal oleh zaman mereka harus jadi pembentuk zaman. Santri harus hadir sebagai duta nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin yang membawa wajah Islam dan Indonesia yang damai, inklusif, dan berkemajuan.


Resolusi Jihad adalah api perjuangan yang tidak padam oleh waktu. Ia adalah warisan semangat yang melintasi generasi. Tugas kita hari ini adalah menjaga nyalanya agar terus menyala dengan ilmu, akhlak, dan kontribusi nyata.


Jadilah santri yang tidak hanya pandai bicara, tetapi juga mampu bekerja. Jadilah santri yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga peka secara sosial. Santri yang membanggakan pesantrennya, umatnya, dan bangsanya. Santri yang menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah.


Selamat Hari Santri 22 Oktober 2025.
Teruslah belajar, teruslah mengabdi, dan teruslah menjadi cahaya peradaban.

 

Post a Comment

أحدث أقدم