Adab Murid: Cermin Orang Tua dan Gurunya

 



Oleh : Ai Ida Rosdiana, M.Pd

Pengajar di Mts/MA Sunanul Aulia Kota Sukabumi

Tutor UT SALUT Badak Putih Al-Faidah

Pegiat Keluarga Peduli Pendidikan Kota/Kab. Sukabumi

 

Pernahkah kita tersentak melihat seorang murid berjalan di depan gurunya tanpa menyapa? Atau menemukan siswa yang tampak sopan di depan guru, tetapi di luar pengawasan berubah sikap seolah lupa siapa yang telah membimbingnya?

 

Sebagai orang tua atau guru, kita mungkin pernah menyaksikan perubahan anak didik yang dulu lembut kini terasa cuek dan enggan mendengar nasihat. Malu, sungkan, atau merasa gurunya tak mengenalnya lagi, katanya. Namun, adab bukan soal dikenal atau tidak dikenal.

 

Jika engkau bertemu gurumu di mana pun walau beliau mungkin tak lagi mengingatmu sapalah, perkenalkan dirimu, hormati, dan jangan lupa doakan. Adab bukan tentang siapa yang melihat, tetapi tentang siapa diri kita sebenarnya.

 

Perintah Agung Tentang Adab

Allah berfirman:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya...” (QS. Al-Isrā’ [17]: 23–24)

 

Dalam Tafsir Al-Muyassar, ayat ini dijelaskan sebagai perintah langsung dari Allah agar manusia menyembah hanya kepada-Nya, dan berbuat baik kepada orang tua sebagai wujud syukur. Kebaikan itu mencakup ucapan lembut, sikap santun, dan penghormatan penuh tanpa meninggikan suara atau menunjukkan wajah tidak senang (Arabia 2015).

 

Para ulama menegaskan bahwa adab kepada orang tua juga mencakup adab kepada guru, karena guru adalah orang tua dalam urusan ilmu dan akhlak. Ketika seorang murid bersikap kasar atau acuh kepada gurunya, ia telah mengabaikan salah satu perintah besar dalam Al-Qur’an.

 

Adab Sejati Tak Butuh Pengawasan

Sering kali adab hanya muncul saat guru hadir, tapi layu ketika tak ada yang memperhatikan. Padahal, adab sejati hidup bahkan dalam sepi, ketika tak ada mata manusia yang memandang hanya Allah yang menyaksikan.

Adab yang lahir dari hati tidak menunggu sorotan atau pujian. Ia muncul dari kesadaran bahwa setiap langkah, kata, dan tatapan selalu dalam pengawasan-Nya. Rasulullah bersabda:

“Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak orang alim.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi t.thn.).

Ilmu tanpa adab hanyalah kata-kata kosong, sedangkan adab tanpa ilmu seperti cahaya tanpa sumber. Ketika keduanya bersatu, hidup kita diberkahi, perbuatan bermakna, dan setiap langkah menjadi saksi ketaatan kita kepada Allah.

 

Adab: Ruh dari Ilmu

Prof. Abudin Nata menegaskan bahwa hubungan guru dan murid harus berlandaskan rasa hormat, cinta, dan tanggung jawab moral. Tanpa itu, pendidikan hanyalah proses intelektual tanpa nilai spiritual (Abudin 2001).

Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menulis bahwa ilmu tak akan bermanfaat tanpa adab. Beliau menjelaskan 13 adab murid terhadap guru, termasuk cara duduk, berbicara, dan bertanya. Salah satu pesan tegasnya: “Seorang murid hendaklah mengucapkan salam terlebih dahulu kepada gurunya dan tidak banyak bicara kecuali diminta.” (Imam Al-Ghazali, 2015)

Adab adalah jembatan antara ilmu dan amal. Bayangkan punya ilmu setinggi langit tapi tanpa adab hati bisa kaku dan kesombongan bisa muncul (Siregar 2024). Sebelum menilai orang lain, tanyakan pada diri sendiri: Sudahkah hatimu melekat pada adab? Sudahkah ilmu yang kamu punya menjadi cahaya, bukan bara yang membakar diri sendiri?

 

Ketika Murid Menjadi Cermin Gurunya

Seorang murid adalah cermin gurunya, sebagaimana anak adalah cermin orang tuanya. Murid santun membuat nama gurunya harum, sementara perilaku buruk murid bisa mencoreng nama baik orang tua dan gurunya.

Setiap murid membawa dua nama besar sekaligus: orang tua dan guru. Karena itu, perilaku murid sejatinya adalah representasi dua doa: doa orang tua di rumah dan doa guru di sekolah.

 

Adab di Tengah Arus Modernisasi

Prof. Azyumardi Azra mengingatkan, pendidikan Islam modern sering menekankan kecerdasan otak, tapi lupa menumbuhkan adab. Ia menulis: “Krisis generasi muda bukan karena kurang ilmu, tetapi karena pendidikan kehilangan sentuhan adab.” (Azra 2012).

Ilmu tanpa adab ibarat kendaraan tanpa kemudi: bisa bergerak, tapi tidak tahu ke mana harus menuju. Di era media sosial, ujian adab semakin nyata: kritik tanpa sopan santun, komentar kasar, dan perilaku acuh bisa menyebar begitu saja.

Pikirkan sejenak:

ü  Apakah cara belajar kita sudah mencerminkan rasa hormat pada guru dan teman?

ü  Apakah kata dan tulisan kita membawa kebaikan atau justru menyakiti?

ü  Apakah ilmu yang kita miliki membuat kita bijak, atau hanya pintar tapi sombong?

Mulai dari hal kecil: ucapkan terima kasih, hargai orang lain, dan kendalikan diri sebelum menulis atau berbicara. Dengan begitu, ilmu dan adab berjalan beriringan, menjadikan kita pintar dan terhormat.

 

Guru: Pintu Ilmu dan Jalan Ridha Allah

Guru pun bukan sekadar pengajar di kelas. Ia adalah pembuka pintu ilmu dan penunjuk jalan menuju ridha Allah. Jika orang tua memberi kehidupan jasmani, guru menumbuhkan kehidupan rohani: iman, akhlak, dan pengetahuan yang bermanfaat.

Para ulama berkata:

“Law laa murobbî ma ‘araftu rabbî” - “Jika bukan karena guruku, aku tidak akan mengenal Tuhanku.”

 

Rasulullah pun bersabda:

“Barang siapa yang memuliakan orang alim, maka ia telah memuliakan aku. Barang siapa memuliakan aku, maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah, tempatnya adalah surga.” (NU 2018).

Sadari sejenak:

§  Apakah kita menghargai guru di kelas maupun di luar kelas?

§  Apakah kita bersikap sopan, sabar, dan belajar tekun?

§  Apakah kita mendoakan guru, karena doa mereka adalah kunci keberkahan hidup kita?

 

Mulai dari hal sederhana: mengucapkan salam, berkata sopan, menghargai ilmu yang diajarkan, dan mendoakan guru. Dengan begitu, kita menjadi murid pintar dan beradab, diridhoi Allah.

 

Saat Murid Menjadi Doa bagi Gurunya

Kadang, guru tidak menuntut banyak. Tidak perlu hadiah atau pujian cukup adab. Dari adab lahir keberkahan ilmu dan ketenangan hati.

Jika seorang murid kurang sopan, bukan hanya dirinya yang jatuh, tetapi juga nama baik orang tua dan gurunya. Sebagai orang tua, kita mungkin perlu berbisik lirih dalam hati:

“Guru, maafkan anak-anakku yang menjadi muridmu. Maafkan kami, para orang tua mereka.”

Setiap murid membawa dua doa di pundaknya: doa orang tua dan doa gurunya. Hanya murid yang beradab yang mampu menjaga keduanya tetap harum di hadapan manusia dan di hadapan Allah Swt.

Menjadi murid yang beradab bukan sekadar kewajiban, tapi jalan untuk menjadi doa yang hidup bagi guru, keluarga, dan diri sendiri. Setiap kata sopan dan tindakan hormat menebar kebaikan, bahkan ketika kita sudah dewasa.

#TerimakasihGuru #AdabUntukGuru #GuruPintuIlmu

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama