Indonesia Juara Malas Jalan, Ancaman Serius Tersembunyi

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Guru SKI MTsN 2 Garut

Duta Literasi Kabupaten Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 170)



Sebuah penelitian dari Stanford University sempat menghebohkan dunia ketika menempatkan Indonesia sebagai negara paling malas berjalan kaki. Rata-rata orang Indonesia hanya melangkah sekitar 3.531 langkah per hari. Angka ini jauh di bawah standar sehat yang direkomendasikan oleh banyak pakar kesehatan, yakni 8.000–10.000 langkah sehari.

 

 

Temuan tersebut menempatkan Indonesia di urutan teratas, mengalahkan negara lain seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Filipina yang juga mencatatkan tingkat aktivitas fisik rendah. Sekilas, data ini memang sering dijadikan bahan candaan di media sosial. Namun, jika ditelaah lebih dalam, fakta ini justru menyimpan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.

Budaya Instan dan Ketergantungan Kendaraan

 

 

Salah satu faktor terbesar di balik rendahnya aktivitas berjalan kaki adalah budaya instan yang makin mengakar. Mobil dan sepeda motor seakan menjadi perpanjangan tubuh sebagian besar orang Indonesia. Pergi ke warung dekat rumah pun sering ditempuh dengan kendaraan bermotor. Belum lagi kemudahan layanan pesan antar makanan atau transportasi online yang membuat masyarakat semakin jarang bergerak.

 

 

Padahal, aktivitas sederhana seperti berjalan kaki mampu memberi manfaat besar: melancarkan peredaran darah, menjaga kesehatan jantung, memperkuat otot, hingga menurunkan risiko penyakit kronis. Sayangnya, kenyamanan dan kemudahan sering kali membuat kita abai terhadap kebutuhan tubuh untuk bergerak.

 

 

Ancaman Kesehatan Akibat Kurang Bergerak

Para ahli kesehatan telah lama mengingatkan bahwa gaya hidup pasif merupakan salah satu penyebab meningkatnya kasus obesitas, diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Kurangnya aktivitas fisik juga berdampak pada kesehatan mental, meningkatkan risiko stres dan depresi.

 

 

Jika tren malas bergerak terus berlanjut, bukan tidak mungkin Indonesia menghadapi “bom waktu” kesehatan masyarakat. Biaya pengobatan penyakit degeneratif akan melonjak, kualitas hidup menurun, dan produktivitas bangsa bisa terganggu.

 

 

Waktunya Berubah, Mulai dari Langkah Kecil

Kabar baiknya, perubahan tidak selalu membutuhkan hal besar. Meningkatkan jumlah langkah harian bisa dimulai dengan kebiasaan sederhana: memilih berjalan kaki saat jarak dekat, naik tangga daripada lift, atau meluangkan waktu untuk olahraga ringan di pagi hari.



Selain itu, peran pemerintah dan komunitas juga penting. Penyediaan trotoar yang aman, ruang terbuka hijau, hingga kampanye publik tentang pentingnya aktivitas fisik dapat mendorong masyarakat lebih aktif bergerak.

 

 

Dari Peringatan Jadi Motivasi

Data Stanford seharusnya tidak dilihat sebagai aib nasional, melainkan peringatan sekaligus motivasi. Kita bisa membuktikan bahwa Indonesia mampu berbenah, bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga gaya hidup sehat warganya.

 

 

Setiap langkah yang kita ambil adalah investasi untuk masa depan tubuh kita. Jadi, daripada terus tertawa melihat predikat “paling malas jalan”, lebih baik kita mulai mengubah diri, langkah demi langkah.

 

2 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama