28 Tahun Menunggu, Kini Negara Membalas

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Wakil Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 145)


Ada perjalanan panjang yang kadang tak terlihat oleh dunia, namun begitu jelas di hadapan Tuhan dan hati nurani. Kisah ini adalah tentang Ibu Ade Napisah, sosok sederhana yang selama puluhan tahun setia mengabdi di balik meja administrasi madrasah, tanpa pernah menuntut lebih.

 

Sejak tahun 1996, Bu Ade sudah mengabdikan diri sebagai tenaga Tata Usaha honorer di MTs Negeri 1 Cibatu sekarang namanya MTsN 2 Garut, Kabupaten Garut. Ia bukan pejabat, tapi dari tangannyalah ribuan arsip siswa, surat penting, dan administrasi madrasah tersusun rapi. Ia hadir sebelum siswa datang, dan seringkali pulang setelah yang lain selesai. Semua dijalani dengan kesabaran, senyuman, dan keikhlasan yang luar biasa.

 

Pada masanya, menjadi tenaga honorer bukanlah pekerjaan yang menjanjikan. Gaji kecil, tanpa jaminan, tanpa kepastian masa depan. Tapi Bu Ade tetap bertahan, bukan karena tak punya pilihan, tapi karena cinta. Cinta kepada dunia pendidikan, cinta kepada madrasah tempatnya mengabdi, dan cinta kepada para murid yang kelak menjadi generasi penerus bangsa.

 

Hari demi hari, tahun demi tahun dilalui dengan doa yang tak pernah putus. Ia terus bekerja meski sudah melihat teman-temannya pensiun, pindah kerja, atau menyerah di tengah jalan. Namun akhirnya, doa itu dijawab juga.

 

Pada 28 Februari 2025, keluarlah Surat Keputusan dari Kementerian Agama Republik Indonesia, menyatakan bahwa mulai 1 Maret 2025 hingga 31 Juli 2029, Bu Ade resmi diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sebuah pengakuan negara atas pengabdian tanpa pamrih selama hampir tiga dekade.

 

Tak sedikit air mata haru yang jatuh kala SK itu diterima. Tangis syukur yang selama ini ditahan, tumpah ruah dalam diam. Ini bukan hanya tentang status atau gaji yang meningkat, ini tentang penghargaan atas kesetiaan. Ini tentang keadilan yang akhirnya datang setelah 28 tahun penantian.


Bu Ade kini menjadi simbol perjuangan. Bahwa kerja keras dan ketulusan, suatu saat pasti dihargai. Bahwa siapa pun yang mengabdi dengan hati, akan sampai juga pada titik di mana negara mengakui perannya.


Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua: bahwa dalam dunia pendidikan, bukan hanya guru yang patut dihargai, tetapi juga mereka yang bekerja diam-diam di belakang layar. Mereka yang menjaga agar roda administrasi tetap berjalan. Mereka seperti Bu Ade, pahlawan yang tanpa tanda jasa, kini akhirnya menerima tanda hormat dari negeri ini.

Post a Comment

أحدث أقدم