Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Wakil
Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah
ke 112)
Tidak semua perjuangan guru
berhenti di ruang kelas. Banyak suara yang terlewat, banyak dedikasi yang luput
dari perhatian. Tapi kali ini, suara itu kembali bergema lewat PGM Award 2025
dan Seminar Nasional yang akan digelar 23–24 Juli 2024 di Jakarta. Bukan
sekadar agenda tahunan, melainkan seruan moral bagi para pemimpin daerah untuk
benar-benar hadir dan mendukung para guru madrasah.
Melalui surat bernomor
63-A/SB/PGM Indonesia/.00/V/2025 yang dikeluarkan pada 26 Mei 2025, Perkumpulan
Guru Madrasah (PGM) Indonesia secara resmi meminta para gubernur, bupati, dan
wali kota untuk memfasilitasi keberangkatan dua perwakilan dari setiap Pimpinan
Wilayah dan Daerah. Permintaan ini bukan paksaan, tetapi panggilan dari hati
para guru yang selama ini mengajar dengan penuh keterbatasan namun tetap setia
mengabdi.
Acara ini bertepatan dengan
Hari Lahir ke-17 PGM Indonesia. Momentum ini tidak hanya sebagai selebrasi,
tetapi juga ajang pengakuan terhadap kiprah guru madrasah yang menjadi garda
depan pendidikan karakter bangsa. Di balik surat itu tersimpan harapan: agar
guru madrasah tidak terus-menerus berjalan sendiri, tetapi mendapat uluran
tangan dari mereka yang punya kuasa untuk membantu.
Ketua Umum PGM Indonesia,
Ir. H. Yaya Ropandi, S.Pd.I., M.Si., dan Sekretaris Jenderal Asep Rizal
Asy’ari, S.Pd.I., menandatangani surat tersebut, membawa suara ribuan guru dari
pelosok negeri. Dalam proposal kegiatan yang menyertainya, tersimpan visi pemberdayaan
guru, penguatan kompetensi, hingga ruang apresiasi yang layak bagi mereka.
PGM Award bukan sekadar
penghargaan simbolik. Ini adalah cara bangsa berterima kasih. Dan untuk itu,
para pemimpin daerah punya peran vital. Apakah mereka hanya akan jadi penonton,
atau ikut turun tangan mendukung perwakilan guru agar bisa hadir dan mengangkat
nama baik madrasah di tingkat nasional?
Jawaban atas surat itu
belum kita tahu. Namun waktu terus berjalan menuju hari-H. Di berbagai penjuru
tanah air, guru-guru madrasah kini menanti. Bukan untuk berwisata ke Jakarta,
tapi untuk membawa pulang semangat, jejaring, dan pengakuan bahwa mereka berharga.
Ini bukan hanya soal anggaran. Ini soal keberpihakan. Dan sejarah akan mencatat siapa saja pemimpin
yang benar-benar hadir bersama guru yang tidak hanya mengajar ilmu, tetapi juga
menanamkan akhlak mulia kepada generasi penerus bangsa.
Kini, bola ada di tangan
para kepala daerah. Akankah surat itu sekadar arsip? Ataukah menjadi titik
tolak gerakan bersama memperkuat madrasah?
Karena sejatinya, madrasah
yang hebat dibangun oleh guru yang kuat. Dan guru yang kuat, lahir dari negara
yang benar-benar hadir.
إرسال تعليق