Songsong Idulfitri dengan Kemenangan Sejati(6)

 

Oleh Muhamad Nasir Pariusamahu, M.Pd.

Sekjen PGM Indonesia Maluku dan Kabid III Asosiasi Gerakan Literasi Pendidik (Agerlip) PGM Indonesia

Idulfitri merupakan momen yang penuh kebahagiaan dan keberkahan bagi umat Islam di seluruh dunia. Setelah menjalani ibadah puasa selama satu bulan penuh, tibalah saatnya untuk merayakan kemenangan. Namun, kemenangan sejati dalam Idulfitri bukan sekadar merayakan berakhirnya kewajiban puasa, melainkan sebuah pencapaian spiritual dan moral yang lebih mendalam.

Dalam kehidupan sosial, Idulfitri adalah momen untuk saling memaafkan. Salah satu tradisi yang kental dalam perayaan ini adalah saling berkunjung dan meminta maaf. Memaafkan adalah bentuk kemenangan atas ego dan dendam. Mereka yang mampu memaafkan dengan tulus adalah orang-orang yang telah memenangkan pertempuran terbesar dalam dirinya.

Selama bulan Ramadan, umat Islam ditempa dengan berbagai latihan ketakwaan. Puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu dan perilaku negatif. Untuk itu, kemenangan sejati pada Idulfitri adalah keberhasilan dalam mengubah diri menjadi pribadi yang lebih baik.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183). Ayat ini dimaknai bahwa tujuan utama puasa adalah membentuk pribadi yang bertakwa, bukan sekadar menjalankan kewajiban secara fisik.

Kemenangan sejati pada Idulfitri adalah ketika seseorang berhasil membawa nilai-nilai Ramadan ke dalam kehidupannya setelah bulan suci berlalu. Kedisiplinan dalam ibadah, kesabaran, serta kepedulian terhadap sesama harus tetap terjaga dan menjadi bagian dari karakter sehari-hari.

Salah satu indikator kemenangan sejati adalah meningkatnya kualitas hubungan dengan Allah SWT. Ramadan mengajarkan untuk lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui salat malam, membaca Al-Qur’an, serta memperbanyak dzikir dan doa. Jika setelah Ramadan kebiasaan ini tetap terjaga, maka kemenangan yang diraih adalah kemenangan hakiki.

Selain hubungan dengan Allah, kemenangan juga tercermin dalam hubungan antar sesama manusia (hablu minnas). Ramadan adalah bulan yang penuh dengan kasih sayang dan solidaritas. Kita diajarkan untuk berbagi kepada mereka yang kurang mampu melalui zakat dan sedekah. Idulfitri seharusnya menjadi momentum untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan kepedulian sosial.

Namun, banyak orang yang keliru dalam memahami makna kemenangan Idulfitri. Sebagian besar hanya merayakannya dengan pesta dan kemewahan, tanpa merenungkan perubahan apa yang telah terjadi dalam dirinya. Padahal, kemenangan sejati tidak diukur dari pakaian baru atau makanan berlimpah, melainkan dari sejauh mana hati dan jiwa kita menjadi lebih bersih dan lebih dekat dengan Allah. Jika selama Ramadan kita mampu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, maka setelah Ramadan kita harus tetap menjaga kendali diri dari perbuatan yang dilarang oleh agama. Konsistensi inilah yang menjadi bukti keberhasilan dalam menjalani ibadah Ramadan.

Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk terus berupaya meningkatkan kualitas keimanan, baik melalui ibadah wajib maupun sunnah. Menjaga silaturahmi, memperbanyak sedekah, serta senantiasa berusaha menjadi pribadi yang lebih baik merupakan cara terbaik untuk meraih kemenangan sejati. Oleh karena itu, mari kita songsong Idulfitri dengan hati yang suci dan semangat untuk terus meningkatkan kualitas diri dalam menjalani kehidupan yang lebih baik dan penuh berkah.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama