Oleh : Teddy Hermansyah, S.Pd
(Wakamad Akademik MTsN 7 Majalengka dan Anggota
Bidang Penulisan Artikel Populer Agerlip PGM Indonesia)
Krisis moralitas masih menjadi persoalan serius bangsa ini. Berbagai pemberitaan baik yang dirilis melalui media
cetak maupun elektronik sekarang ini, sering memberitakan merosotnya moralitas
anak-anak bangsa. Berbagai kasus perbuatan menyimpang seperti perilaku korupsi
telah banyak terjadi di masyarakat termasuk di sektor pemerintahan.
Menurut Maria Montessori
dalam Gaffar (2016), pendidikan
anti korupsi adalah program pendidikan tentang korupsi yang bertujuan untuk membangun
dan meningkatkan kepedulian warga negara terhadap bahaya dan akibat dari tindakan korupsi.
Target utamanya adalah
memperkenalkan fenomena korupsi yang mencakup kriteria, penyebab
dan akibatnya, meningkatkan sikap tidak toleran terhadap tindakan korupsi,
menunjukkan berbagai kemungkinan usaha untuk melawan korupsi serta berkontribusi terhadap
standar yang ditetapkan sebelumnya seperti mewujudkan nilai-nilai dan kapasitas
untuk menentang korupsi di kalangan generasi muda.
Tantangan yang akan kita hadapi dalam
menerapkan pendidikan anti korupsi diantaranya: perkembangan emosional (anak
masih belajar mengendalikan emosi, sering bertindak impulsif); ego sentrisme (anak
cenderung melihat dunia dari sudut pandang sendiri); kurangnya pemahaman
abstrak (konsep menghargai sulit dipahami tanpa contoh nyata); pengaruh
lingkungan (lingkungan yang tidak mendukung membuat anak sulit belajar
menghargai); eksposur media (anak sudah meniru perilaku negatif dari media
tanpa memahami dampaknya).
Adapun faktor pendukung dalam
menerapkan pendidikan nnti korupsi diantaranya: keteladanan oorang dewasa (anak
belajar dan meniru sikap menghargai dari orang tua/ guru); lingkungan positif
dan aman (anak perlu merasa dihargai agar bisa menghargai orang lain); komunikasi
yang baik (mengajarkan anak mendengarkan dan memahami perasaan orang lain); pembelajaran
melalui bermain (bermain peran dan permainan kelompok membantu pemahaman nilai
menghargai); pengenalan nilai melalui cerita (buku dan dongeng efektif dalam
mengajarkan nilai menghargai); pengulangan dan konsistensi (perlu diingatkan
terus menerus agar sikap menghargai terbentuk); dan penghargaan atasw perilaku
positif (memberikan apresiasi pada anak yang telah menampilkan perilaku baik).
Penyelenggaraan pendidikan
anti korupsi ini bukan hanya tugas sekolah/ pemerintah saja, tetapi perlu
adanya kerjasama antara seluruh lingkungan pendidikan disebabkan untuk
meminimalisir perilaku anti korupsi haruslah dibawah pengawasan.
Keluarga sebagai institusi
pendidikan pertama dan utama terlebih dahulu membangun perilaku
tersebut pada masing-masing individu dalam keluarga,
karena anak akan melihat seluruh perilaku anggota keluarga disebabkan rumah
sebagai tempat paling lama anak menghabiskan waktunya. Adapun sekolah, secara
profesional mempersiapkan program pendidikan ini secara matang mulai perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan
evaluasi program pendidikan tersebut agar tujuan dari adanya
program tersebut dapat terealisasikan.
Lingkungan masyarakat sebagai
lingkungan pendidikan lanjutan memberikan motivasi dan penguatan dengan
membangun atmosfer akhlakul karimah pada
tiap-tiap individu di dalamnya. Untuk itulah,
penting adanya komunikasi yang intensif antara ketiga lingkungan
tersebut supaya program pendidikan anti korupsi terselenggara secara maksimal.
Posting Komentar