Memberdayakan Forum MGMP

Oleh: Deni Kurniawan As’ari, M.Pd. | Guru MTs Negeri Kota Cimahi, Ketua MGMP Pendidikan Pancasila MTs Provinsi Jawa Barat 


Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejatinya menjadi ruang strategis bagi para guru untuk saling belajar, berbagi praktik baik, dan meningkatkan kompetensi profesional. Forum ini dirancang sebagai wahana “belajar sepanjang hayat” antarguru—tempat di mana ide-ide segar dan inovasi pembelajaran lahir dari pengalaman nyata di kelas.

Namun, idealitas itu kerap jauh dari kenyataan. Banyak MGMP di sekolah dan madrasah yang hidup segan mati pun tak mau. Secara struktur mungkin masih ada kepengurusan, tetapi aktivitasnya nyaris ak terdengar. Tak sedikit MGMP yang baru bergeliat ketika ada suntikan dana dari pemerintah berupa block grant—tanpanya, kegiatan berhenti total.

Ironisnya, muncul pula plesetan yang menohok: “Mulih Gasik, Mampir Pasar”. Sindiran inimenggambarkan sebagian oknum pengurus yang menjadikan forum MGMP sekadar ajang memiliki peran amat penting dalam peningkatan mutu pendidikan.

Mantan Wakil Mendiknas Prof. Fasli Jalal (2005) pernah menegaskan bahwa MGMP merupakan sarana efektif pembinaan profesionalisme guru dalam semangat oleh, dari, dan untuk guru. Forum ini idealnya menjadi tempat guru menemukan solusi atas problem nyata di ruang kelas—mulai dari strategi pembelajaran, penilaian, hingga adaptasi terhadap perubahan kurikulum.

Arief Achmad (2004) merumuskan sedikitnya enam tujuan utama MGMP: pertama, meningkatkan kemampuan guru dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Kedua, meningkatkan profesionalisme serta pemerataan mutu pendidikan. Ketiga, menjadi ruang diskusi pemecahan masalah pembelajaran.Keempat, memperoleh informasi terbaru seputar kurikulum, metodologi, dan teknologi pendidikan. Kelima, berbagi hasil pelatihan, penelitian, dan inovasi, dan keenam menjadi agen reformasi sekolah/madrasah menuju pembelajaran yang efektif.

Sayangnya, dari pengamatan penulis di lapangan, MGMP saat ini bisa diklasifikasikan menjadi tiga kategori: (1) MGMP yang aktif dan produktif, (2) MGMP kurang aktif—bergerak jika ada dana, dan (3) MGMP tidak aktif sama sekali. Kondisi terakhir inilah yang paling memprihatinkan.

Enam Strategi Pemberdayaan

Agar MGMP kembali berdaya dan berfungsi optimal, ada enam strategi yang layak dipertimbangkan. Pertama, kepemimpinan yang kuat. Ketua MGMP harus menjadi figur penggerak yang kapabel, kredibel, dan visioner. Ia perlu mampu memotivasi, mengarahkan, serta menjembatani kepentingan guru di lapangan. Kedua, komitmen kolektif. MGMP yang tangguh lahir dari rasa memiliki dan tanggung jawab bersama. Visi dan rule of the game harus dirumuskan secara partisipatif agar semua anggota merasa terlibat.

Selanjutnya ketiga, program kerja yang jelas dan terukur. Banyak MGMP mati suri karena tidak memiliki rencana kegiatan. Penyusunan program jangka pendek, menengah, dan panjang akan menjadi panduan konkret selama masa kepengurusan. Keempat, dukungan berbagai pihak. Kepala sekolah/madrasah, MKKS/KKMTs, komite, organisasi profesi, hingga sponsor dan dinas pendidikan harus memberikan ruang dan dukungan agar forum tetap hidup dan produktif.

Kelima, kemandirian pendanaan. Tanpa dana, program sebaik apa pun sulit berjalan. Kreativitas dalam menggandeng mitra, penerbit, atau lembaga pelatihan menjadi kunci agar MGMP tidak selalu bergantung pada block grant. Keenam, pembinaan berkelanjutan. Dinas pendidikan perlu hadir secara nyata memberikan pembinaan, evaluasi, dan fasilitasi agar MGMP berjalan di jalur yang benar dan berdaya guna.

Sudah saatnya MGMP bangkit dari tidur panjangnya. Di tengah derasnya perubahan kurikulum dan teknologi digital, guru tidak bisa berjalan sendirian. Forum MGMP menjadi rumah besar tempat berbagi, berkolaborasi, dan saling menguatkan. Jika forum ini diberdayakan dengan serius, MGMP dapat menjadi pusat penggerak peningkatan mutu pendidikan—dimulai dari ruang kelas, oleh guru yang mau belajar, dan untuk murid yang terus berkembang.

أحدث أقدم