Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Guru
SKI MTsN 2 Garut
Duta
Literasi Kabupaten Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah
ke 200)
Pengumuman mendadak Anugerah GTK 2025 memicu kritik guru seluruh Indonesia.
Mengapa kebijakan ini dinilai tidak siap dan menyulitkan peserta?
Anugerah
GTK Kemenag 2025: Mengapa Pengumuman Mendadak Ini Memicu Tanya Publik?
Pembukaan pendaftaran Anugerah
Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Agama 2025 seharusnya menjadi
kabar baik. Ajang tahunan ini dikenal sebagai ruang apresiasi bagi guru-guru
hebat yang berkontribusi pada inovasi, inspirasi, dan pengabdian pendidikan
keagamaan di seluruh Indonesia. Namun alih-alih disambut meriah, pengumuman
resmi pada 20 November 2025 justru memantik reaksi berantai dan tanda tanya
dari publik guru.
Sejak pagi hari, grup WhatsApp
dan media sosial para pendidik ramai membahas satu hal: tenggat waktu yang
terlalu mepet. Pendaftaran hanya diberi waktu empat hari—hingga 24
November 2025 pukul 12.00 WIB—dan itu termasuk akhir pekan. Bagi guru, terutama
yang berada di daerah dengan akses pelayanan terbatas, durasi tersebut dianggap
tidak rasional. Apalagi persyaratan mewajibkan rekomendasi berjenjang dari Kemenag
Kabupaten/Kota hingga Kanwil, sebuah proses yang biasanya membutuhkan
koordinasi panjang.
Di Jawa Barat misalnya, alur
rekomendasi dari Kemenag Kabupaten menuju Kanwil Jabar bisa memakan waktu
beberapa hari. Tidak aneh bila muncul keluhan, bahkan candaan bernada sinis,
seperti komentar seorang guru di grup pendidik: “Ini pengumuman atau ngajak
gelut?” Ungkapan itu menggambarkan betapa tidak proporsionalnya durasi
waktu yang disediakan.
Padahal, kategori penghargaan
yang dibuka sebenarnya cukup progresif: Guru/GTK Inspiratif, Guru/GTK Inovatif,
Guru/GTK Berdedikasi, serta kategori baru yang banyak diapresiasi, yaitu Guru
Lintas Iman. Format ini dinilai relevan dengan isu keberagaman dan tuntutan
pendidikan masa kini. Namun antusiasme itu meredup ketika peserta menyadari
bahwa selain rekomendasi, mereka juga harus menyusun portofolio lengkap dalam
waktu sangat terbatas.
Guru di daerah pun menghadapi
tantangan tambahan berupa akses internet yang tidak stabil. Unggah berkas ke
tautan resmi s.id/AnugerahGTK2025 bukan perkara mudah, terutama untuk dokumen
berukuran besar seperti laporan kinerja atau dokumentasi program.
Dari sisi birokrasi,
ketidakjelasan mekanisme rekomendasi juga menjadi sorotan. Banyak Kanwil,
termasuk Jawa Barat, belum merilis aturan teknis ketika pengumuman pusat sudah
lebih dulu keluar. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah pengumuman tersebut
sudah melalui koordinasi lintas unit, atau justru dilakukan sepihak dari pusat?
Sebagian guru mencoba mengambil
sikap positif. Mereka menilai bahwa ajang seperti ini memang membutuhkan
kesiapan dokumen jangka panjang: portofolio digital, publikasi, inovasi, rekam
jejak pengabdian. Namun suara ini dengan cepat dikontraskan oleh pendapat lain
yang menegaskan bahwa masalah utamanya bukan kompetensi, tetapi birokrasi dan
waktu pelayanan kantor yang terbatas.
Pertanyaan besar kini
menggantung: apakah Kemenag akan memperpanjang waktu pendaftaran? Beberapa
program tahun-tahun sebelumnya memang akhirnya diperpanjang setelah mendapatkan
banyak keluhan publik. Harapan itu masih terbuka, meski hingga kini belum ada
informasi resmi.
Di tengah segala dinamika, para
guru tetap mencoba memaksimalkan waktu yang ada. Ajang Anugerah GTK sejatinya
merupakan penghargaan moral yang memotret keberagaman praktik baik dari seluruh
Indonesia. Namun agar ajang ini benar-benar inklusif, dibutuhkan koordinasi
yang matang dan komunikasi yang tidak mendadak.
Harapan guru sederhana:
informasi lebih awal, alur yang jelas, dan kebijakan yang mempertimbangkan
kondisi riil di daerah. Dengan begitu, Anugerah GTK 2025 dapat menjadi ruang
apresiasi yang adil bagi semua pendidik, dari kota besar hingga pelosok negeri.

إرسال تعليق