Oleh:
Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd
Ketua
Umum PGM Ind Wil. Jambi
Pengawas
MA Kab. Muaro Jambi
Ketua
III Forkom Ormas Jambi
Pengembangan Pembelajaran Diskoveri Terintegrasi Niali Religi untuk mengembangkan sikap ilmiah dalam proses pembelajaran di Madrasah Aliyah. Nilai
Religi dan subnilai Religius adalah nilai-nilai yang menjelaskan apa-apa yang
dipikirkan, rasakan, katakan dan lakukan dengan dasar nilai-nilai ketuhanan
yang diajarkan oleh agama pemeluknya. Madrasah Aliyah merupakan satu lembaga
pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama Islam yang mendidik para Peserta
Didik sesuai dengan ajaran dan aturan agama Islam. Lembaga Madrasah Aliyah
mendidik Peserta Didik mampu menjadi pemimpin, warga masyarakat, pengambil
kebijakan yang memiliki ilmu pengetahuan dan menguasai teknologi namun
berakhlak mulia atau berilmu, beramal dan bertaqwa serta menjadi suri tauladan
yang baik.
Nilai-nilai religi yang terdiri dari nilai: mengagumi
keberagaman ciptaan Allah SWT dan bersyukur berdasarkan kajian teori behaviorisme, yaitu stimulus dan respon (Pavlov, Thorndike, dkk (Jarvis, 2000a), dapat diamati dan ditumbuhkan. Secara behaviorisme dapat diamati pada perilaku
individual, kelompok dan sosial. Secara behavioristik
penanaman subnilai religi dapat dilakukan melalui proses pembiasaan secara
empiris dan rasionalis. Sedangkan menurut kajian humanisme Maslow (Jarvis, 2000a) bahwa manusia memiliki pengalaman individual nilai-nilai
subreligi di dalam dirinya yang dapat ditumbuhkembangkan sebagai suatu nilai
yang baik pada manusia secara fitrah. Melalui pembelajaran Biologi pendidik
menanamkan subnilai religi karena manusia merupakan makhluk biologis, sehingga
Peserta Didik di Madrasah Aliyah dapat mengambil makna subnilai religi dalam
setiap pembelajaran Biologi. Pertumbuhan dan perkembangan subnilai religi
secara integratif dalam pembelajaran Biologi (meaningfull) (Flanagan, 1999 dan Bowlby, 1969 (Jarvis, 2000a) dapat ditumbuhkan.
Secara kognitivistik
(Gestal) teori insight subnilai
religi dapat disisipkan dalam pembelajaran dengan melibatkan mental Peserta
Didik di Madrasah Aliyah untuk mengingat dan menggunakan pengetahuannya kemudian menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
bisa menjadi jalan keluar dari masalah (Jarvis, 2000a). Secara Konstruktivistik versi Vygotsky, anak bukan dalam bentuk jadi, tapi
berkembang sesuai tingkat kemampuan anak menangkap suatu perangkat pengertian ilmiah dan menghubungkan
pengetahuanya dengan dunia nyata di lingkungan sehingga dengan sendirinya
terbentuk bangunan-bangunan subnilai religi secara reflektif dan situasional (Suparno, 1997).
Secara sosiokulturalistik (Piaget dan Vygotsky) perilaku
subnilai religi dapat diterapkan dengan cara mengaitkan dan mengaktifkan
Peserta Didik di madrasah Aliyah dengan lingkungannya. Pendidik melakukan pembimbingan pada Peserta Didik
mengenai subnilai religi. Orang tua, orang dewasa dan masyarakat dapat
menerapkan dengan memberikan keteladanan sikap, perilaku, pengucapan yang
membudayakan subnilai religi. Pendidik dan lembaga-lembaga pendidikan
mengkondisikan dan mengkoordinasikan dengan lingkungan keluarga, masyarakat
serta kegiatan pembelajaran untuk menanamkan subnilai religi.
Nilai-nilai religi dapat berupa perilaku menghormati berbagai bentuk fisik, sifat, suku, budaya dan agama, antar umat beragama dapat berupa bentuk-bentuk penghormatan terhadap perbedaan fisik urusan sosial kemasyarakatan seperti budaya, suku, ekonomi, politik dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan. Secara behavioristik penanaman subnilai religius dapat dilakukan melalui proses pembiasaan secara empiris dan rasionalis, secara humanistik (Abraham Maslow) bahwa manusia memiliki potensi subnilai religius di dalam dirinya yang dapat ditumbuhkembangkan sebagai suatu nilai yang baik pada manusia secara fitrah. Melalui pembelajaran Biologi di Madrasah Aliyah, pendidik menanamkan subnilai religius karena manusia adalah makhluk biologis, sehingga Peserta Didik di
Madrasah Aliyah dapat mengambil makna-makna subnilai religi dalam setiap
pembelajaran Biologi. Peserta Didik di Madrasah Aliyah selanjutnya menumbuhkan dan mengembangkan
nilai-nilai religi secara integratif dalam pembelajaran Biologi (meaningfull) dan diterapkan dalam
kehidupan di masyarakat.Menurut Vygotsky, secara konstruktivistik anak bukan
dalam bentuk jadi, tapi berkembang sesuai tingkat kemampuan anak menangkap
suatu perangkat pengertian ilmiah dan menghubungkan pengetahuanya dengan dunia nyata
dilingkungannya sehingga dengan sendirinya terbentuk bangunan-bangunan subnilai
religius dan secara reflektif sangat
situasional (Suparno, 1997).
Secara sosiokulturalistik (Piaget dan Vygotsky) perilaku
subnilai religius dapat diterapkan dengan mengaitkan dan mengaktifkan Peserta
Didik di Madrasah Aliyah dengan lingkungannya. Subnilai religi dapat
diterapkan dengan keteladanan dari orang
dewasa serta masyarakat memberikan teladan dalam sikap, perilaku, pengucapan
yang membudayakan subnilai religi. Pendidik dan lembaga-lembaga pendidikan
mengondisikan dan mengelaborasikan dengan lingkungan keluarga, masyarakat serta
kegiatan pembelajaran untuk menanamkan subnilai religi, karena hal ini sebagai
sebab akibat dari peran psikologi sosial Milgram (Jarvis, 2000a) .
Subnilai religi ini harus ditumbuhkan agar tercipta
karakter yang memiliki prinsip yang kuat terhadap keyakinan dan pilihan agama
sebagai pegangan hidup manusia. Nilai ini berlaku pada semua orang baik
dikalangan keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara.Secara konstruktivis
subnilai religi dapat dibangun dengan mengkondisikan lingkungan pembelajaran
dan lingkungan mendukung. Peserta Didik menyerap, meniru, dan membiasakan subnilai religi agar menjadi prinsip
hidup yang kuat di dalam diri Peserta Didik, dapat disosialisasikan dengan
pemberian penyuluhan dan simulasi-simulasi permainan. Secara konstruktivis
dimensi-dimensi spiritual harus ditumbuhkan pada pengalaman pribadi dan sosial
(Jarvis, 2000a).
Subnilai religi merupakan sifat yang lurus kepada Tuhan
dan merupakan sifat orang-orang yang berhati gembira. Subnilai religi merupakan
nilai yang baik yang dapat mendukung dan menjadi jalan keberhasilan manusia
dalam menempuh cita-cita, harapan dan impian dalam hidup manusia, sehingga
manusia tidak terpuruk dalam kerugian dan kegagalan.
Subnilai religi dapat berupa perilaku konsistensi atau
keajegan dan kepatuhan terhadap aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang
berlaku, contohnya perilaku disiplin. Secara Kontsruktivistik mengarahkan subnilai religi ditanamkan sejak dini
pada Peserta Didik. Orangtua di dalam sebuah keluarga harus menanamkan perilaku
taat aturan subnilai religi. Penanaman nilai ini di dalam keluarga dilakukan
melalui pembiasaan pada anak dan anggota keluarga, pemberian contoh perilaku
disiplin dan taat aturan. Tanpa pembiasaan subnilai religi sulit ditanamkan
karena nilai-nilai ini membutuhkan kemauan dan kesadaran tinggi untuk
melakukannya. Pembiasaan dalam keluarga dan pemberian contoh perilaku subnilai
religi akan menumbuhkan kesadaran pentingnya memiliki subnilai religi pada diri
seseorang.
Subnilai religius merupakan nilai-nilai yang disarikan
dari asmaul husna atau asma-asma Allah (Heri Gunawan,
2012) perlu ditanamkan dengan cara memberikan penguatan pada
individu yang telah menunjukkan perilaku subnilai religi, mereka dihargai,
dipuji dan diberikan suatu award
untuk konsistensi penguatan karakter tersebut (Nucci & Narvaez,
2008) (Jhon W.
Santrock, 2007).
Subnilai religi merupakan nilai sikap dan keyakinan di
dalam diri seseorang untuk mencapai harapan dan keinginan. Manusia dalam
menempuh hidup secara empiris pasti mengalami ujian kehidupan. Ujian kehidupan
sangat berat untuk diselesaikan. Bila manusia tidak memiliki subnilai religi
dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup, maka manusia akan gagal dalam
menempuh ujian tersebut. Oleh karena itu sifat-sifat subnilai religi harus
dipelihara di dalam diri manusia yang di dalam sifat tersebut terkandung nilai-nilai
jiwa besar dan berpikir positif. Pikiran positif berpengaruh positif terhadap
perilaku manusia, membawa keberhasilan terhadap diri individu dan lingkungan (Nawawi, 2011a). Pendapat tersebut tampak dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan masyarakat dan instansi bahwa pribadi yang memiliki nilai percaya
diri dapat diamati perilakunya yang cenderung aktif dan komunikatif.
Subnilai religi secara behavioristik dan konstruktivistik
dapat ditanamkan dengan cara memberikan latihan-latihan dan pembiasaan seperti
latihan pidato, latihan berbicara di muka umum, membiasakan diri mengikuti
kontes-kontes, perlombaan, kompetisi-kompetisi matapelajaran, dan ajang-ajang
pemilihan dan pembinaan bakat remaja. Keikutsertaan pada ajang perlombaan dan
kompetisi tidak selalu membuahkan kemenangan, namun dapat berimplikasi kepada
mental. Mengikuti ajang-ajang perlombaan sebuah kemenangan adalah hadiah dan
nilai ples dari sebuah usaha dan kerja keras dari seseorang untuk mencapai
keberhasilan. Kemenangan dan keberhasilan akan menumbuhkan rasa percaya diri
dan tanggungjawab yang besar. Peserta yang tidak menang akan mengalami proses
mental menuju pembangunan mental baik yang membangun rasa hormat dan menghargai
kelebihan orang lain serta menerima kekurangan dan kekalahan yang mungkin
terjadi. Subnilai religi yang ditanamkan akan membangun jiwa dan mental dewasa
pada manusia. Penanaman subnilai religi akan menghilangkan sikap rendah diri,
putus asa dan lemah semangat, jiwa sempit dan perbuatan dosa (Nawawi, 2011a).
Subnilai religi merupakan nilai yang baik yang harus
ditanamkan kepada Peserta Didik di Madrasah Aliyah. Subnilai religi akan
terjalin apabila para pemeluk dan pelaku kerjasamanya memiliki sifat dan
menerapkan nilai-nilai toleransi. Tanpa toleransi kerjasama tersebut tidak akan
berjalan baik. Subnilai religi antar umat beragama dan kepercayaan harus
seiring sejalan dengan nilai yang harus dikembangkan dalam kehidupan
masyarakat. Secara behavioristik, humanistik, konstruktivis, dan sosiokulturalistik (H Gunawan, 2012) subnilai religi
antar pemeluk agama dan kepercayaan dapat dibiasakan dan dikuatkan
melalui bentuk kegiatan-kegiatan yang berupa karangtaruna, keagamaan, olahraga,
kesenian dan sosial serta penanggulangan bencana. Kegiatan ini sangat penting
untuk menanamkan sikap-sikap peduli lingkungan sosial, jiwa patriotik,
kejujuran dan kerjasama yang baik untuk kerukunan hidup bermasyarakat. Subnilai
religi membentuk watak kepemimpinan pada remaja, kepribadian dan akhlak sosial
yang dapat terintegrasi pada semua bidang pekerjaan (H Gunawan, 2012).
Secara empiris dan faktual Bully sering terjadi dikalangan anak-anak, orang dewasa,
secara individual maupun kelompok. Bulli dapat berupa tindakan penyerangan,
kata-kata menyakitkan yang dilontarkan, sindiran, pengabaian, dan
berbagai tindakan yang tidak menyenangkan. Pemberitaan
korban-korban Bully di televisi, koran dan radio sering terdengar. Tindakan
Bully sangat mempengaruhi secara negatif pada korban. Tindakan Bully harus dihindari agar tidak memicu perpecahan dan
pertengkaran.
Penanaman nilai religi dapat dilakukan untuk mencegah
perbuatan Bully dengan cara pemberian penyuluhan agar tak berkembang perilaku Bully dan kekerasan. Baik kekerasan dalam rumah tangga atau
KDRT dan dalam lingkup sosial. Selain penyuluhan Antibulli dapat pula
diterapkan pemberian hukuman pada individu dan atau kelompok yang diketahui
melakukan perilaku Bully dan kekerasan agar tidak terjadi pengulangan perilaku
tersebut.
Lembaga pendidikan tingkat atas dan sederajat khususnya
Madrasah Aliyah pemberian tugas kelompok untuk membuat cerita atau sosiodrama
dengan tema-tema Antibulli dan kekerasan dapat dijadikan metode yang tepat
untuk penyuluhan, pelatihan dan pengajaran Antibulli dan kekerasan. Ini
menggambarkan penerapan teori konstruktivistik
dalam penanaman subnilai religi (Heri
Gunawan, 2012).
Melakukan Buli dan kekerasan merupakan pelanggaran
komitmen moral Lapsey & Narvaez (2006), (Jhon W.
Santrock, 2007). Menurut Hofman (1970) orangtua dalam hal ini juga
Pendidik dapat memberikan terapi induksi terhadap Peserta Didik di Madrasah Aliyah
atau individu dan atau kelompok yang melakukan tindakan kekerasan dengan cara
menjelaskan suatu konsekuensi dari perilaku seseorang atau kelompok dengan
memberikan nasehat, berdialog, dan pengalihan (Thompson & McGnley &
Meyer, 2005(Jhon W.
Santrock, 2007).
Subnilai religi dapat berupa perilaku saling pengertian,
empati, kejujuran dan kasih sayang yang tulus antara dua orang atau lebih yang
saling mengisi didasari oleh adanya
pengetahuan, penghargaan dan afeksi, bentuk pertemanan yang bernilai tinggi dan
mempengaruhi perilaku satu sama lainnya. Oleh karena itu dianjurkan untuk
mencari dan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang baik perilakunya agar
terpengaruh menjadi baik. Persahabatan dengan orang-orang yang tidak
berperilaku baik tidak dianjurkan.
Bentuk penanaman dan penguatan subnilai religi dapat diterapkan melalui pembiasaan pada Peserta Didik di Madrasah Aliyah. Pembiasaan ini kecenderungan dari behavioristik dan sosiokulturalistik yang sangat baik diterapkan dalam pembentukan karakter bersahabat baik dalam kegiatan Palang Merah Ramaja, Pecinta Alam, Liga Sepak Bola dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang yang memungkinkan adanya interaksi yang dapat mewujudkan karakter persahabatan (Gunawan, 2011: 203). Subnilai religi dan penerapannya memungkinkan ekpresi dari perilaku perhatian, rasa kasihan, memikirkan orang lain, kesetiaan yang terintegrasi dalam nilai persahabatan (Walker, 2002, hal. 74 (Jhon W. Santrock, 2007) dapat ditanamkan dengan cara dialog antara Pendidik dengan Peserta Didik (sosiokonstruktivisme), antara orangtua dan anak dalam keluarga Thompson, McGinley & Meyer, 2005(Jhon W. Santrock, 2007).
Subnilai religi pada setiap diri individu maupun kelompok
yang memiliki kelebihan baik harta maupun apapun materinya agar dapat
membagikan kesenangan materinya tersebut dengan orang lain yang lebih lemah
baik harta maupun materi lainnya. Subnilai religi sangat baik ditanamkan dan
diajarkan pada Peserta Didik di Madrasah Aliyah dalam bentuk pemberian materi
dan harta benda kepada orang lain. Sifat pemurah dalam hal menolong sesama dengan memberikan
bantuan tenaga atau ringan tangan dan pikiran pada sesama yang membutuhkan
pertolongan.
Subnilai religi memberi contoh perbuatan yang
menggambarkan perilaku yang memberikan
perlindungan pada yang kecil dan tersisih. Perbuatan tersebut akan ditiru dan
diterapkan apabila secara terus menerus diberikan stimulus melalui lingkungan
baik keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat akan menimbulkan dan
mengembangkan sikap kebersamaan yang merupakan wujud dari nilai melindungi yang kecil dan tersisih (Heri Gunawan,
2012).
Menurut Burton (1984)
(Jhon W.
Santrock, 2007) pemberian hadiah, penguatan dan peniruan merupakan cara
yang dapat digunakan untuk menanamkan karakter subnilai religi secara teoritis
dapat ditanamkan dengan cara-cara pembiasaan, pengkondisian, pemberian
motivasi, teladan yang baik, penguatan, latihan, bermain peran, pengasuhan,
pembimbingan, nasehat, dan dialog.
Secara umum semua bentuk penanaman subnilai religi harus didukung oleh
kurikulum, stekholder, pendidik dan tenaga kependidikan serta semua lingkungan
yang ada pada sebuah lembaga dan mengintegrasi secara utuh dalam sebuah negara
dan bangsa.
Subnilai religi merupakan nilai yang berusaha menjaga
kepercayaan diri pada tindakan, ucapan, pekerjaan terhadap diri sendiri dan
orang lain merupakan nilai yang sangat tingi dalam pergaulan manusia. Menjadi
penentu harkat dan martabat manusia. Pergaulan manusia dan dalam kehidupan
sosial masyarakat secara umum, baik dalam pergaulan antar teman, bangsa, dan
negara. Subnilai religi menjadi kunci penting kesuksesan hidup manusia
selanjutnya. Sifat ini berupa sikap
tanpa pamrih yang diperintahkan oleh Allah kepada manusia dalam setiap
aktivitas manusia yang berhubungan dengan sesama makhluk dan pengabdian kepada
Tuhannya (H Gunawan, 2012).
Penanaman subnilai religi dapat dilatihkan melalui
pembiasaan anak memberikan sebagian dari miliknya untuk orang lain tanpa
mengharap imbalan apa-apa merupakan fitrah manusia. Manusia mengembangkan
nilai-nilai religi untuk membangun rasa persaudaraan. Oleh karena itu penanaman
nilai ini bisa dibiasakan dengan cara menanamkan rasa senasib dan
sepenanggungan ketika diantara mereka ada musibah atau bencana alam.
Penanggulangan bencana dan pengumpulan dana sosial untuk individu atau
masyarakat yang mengalami bencana dan kesusahan bisa menjadi metode
behavioristik. Penanaman subnilai religi
memberi kesempatan pada Peserta Didik menjadi manusia yang humanis,
cerdas secara intelektual dan emosional serta membangun peradaban bukan
kebiadaban Goleman, (Maksudin, 2013).
Subnilai religi merupakan sifat baik pada seseorang
terhadap orang lain yang tidak memaksakan kehendak. Suatu bangsa memiliki ragam
perbedaan-perbedaan mulai dari ras, suku, agama, pendapat, tingkatan sosial dan
seterusnya yang bila dalam menanggapi permasalahan-permasalahan sosial
kemasyarakatan tidak dilakukan dengan bijaksana, maka dapat memicu perpecahan,
pertengkaran bahkan peperangan karena perbedaan-perbedaan.
Subnilai religi sangat baik ditanamkan dan diterapkan
pada Peserta Didik di Madrasah Aliyah melalui pembelajaran Biologi. Proses
fisiologis di dalam tubuh makhluk hidup yang sangat abstrak, membutuhkan
kesimultanan dalam setiap sistem agar semua proses kehidupan berjalan baik dan
lancar. Secara konstruktivistik di dalam masyarakat, subnilai religi penting
dibelajarkan di Madrasah Aliyah. Melalui pembiasaan dan penguatan para Peserta
Didik berlatih bermusyawarah, mengemukakan pendapat, melalui diskusi kelompok
dan sharing pendapat, melalui brain storming di kelas dalam bimbingan
Pendidik Peserta Didik Madrasah Aliyah melatih diri mengungkapkan pendapat dan
menghargai pendapat orang lain. Belajar menetapkan sesuatu secara bijaksana
dengan tujuan menghargai pendapat orang lain dan menggunakan pendekatan yang
baik, perkataan yang santun, serta sesuai dengan kaidah-kaidah kemanusiaan (Heri Gunawan,
2012).
Subnilai religi menjadi faktor penting terhadap pengendalian lingkungan
hidup yang sehat. Pencemaran air, udara, tanah dan suara akan menjadi faktor
yang dapat mengganggu kesehatan, kebersihan dan keindahan lingkungan dan
manusia dapat ditanamkan dan diajarkan di Madrasah Aliyah dengan pembiasaan.
Pembiasaan diberikan melalui penyisipan pada semua matapelajaran di Madrasah
Aliyah. Nilai-nilai cinta lingkungan dikaitkan pada materi-materi pelajaran
yang sesuai dengan matapelajaran yang
diajarkan oleh Pendidik di dalam kelas. Secara konstruktivis ditanamkan, dikembangkan, dan dibiasakan di
Madrasah Aliyah agar tertanam di dalam diri Peserta Didik menjadi karakter yang
kuat (Iskandar, 2013a).
Subnilai religi sangat baik ditanamkan dan diajarkan pada
Peserta Didik Madrasah Aliyah bukan saja dalam bentuk pemberian materi dan
harta benda bahkan pemurah dalam hal menolong sesama dengan memberikan bantuan
tenaga atau ringan tangan dan pikiran pada sesama yang membutuhkan
pertolongan.Penanaman nilai ini diberikan dengan cara memberi contoh perbuatan
yang menggambarkan perilaku yang
memberikan perlindungan pada yang kecil dan tersisih. Perbuatan tersebut akan ditiru
dan diterapkan apabila secara terus menerus diberikan stimulus melalui
lingkungan baik keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat akan menimbulkan
dan mengembangkan sikap kebersamaan yang merupakan wujud dari nilai melindungi yang kecil dan tersisih (Heri Gunawan,
2012). Menurut Burton, 1984
(Jhon W.
Santrock, 2007) pemberian hadiah, penguatan dan peniruan merupakan cara
yang dapat digunakan untuk menanamkan karakter melindungi yang kecil dan
tersisih.
Pengembangan Pembelajaran Diskoveri Terintegrasi Nilai Religi materi Keanekaragaman
Hayati untuk pengembangan
sikap ilmiah menanamkan subnilai
religi. Secara teoritis subnilai religi
dapat ditanamkan dengan cara-cara pembiasaan, pengkondisian, pemberian
motivasi, teladan yang baik, penguatan, latihan, bermain peran, pengasuhan,
pembimbingan, nasehat, dan dialog. Secara teoritis dan empiris semua bentuk
penanaman subnilai religi harus didukung oleh kurikulum, stekholder, pendidik
dan tenaga kependidikan serta semua lingkungan yang ada pada sebuah lembaga dan
mengintegrasikan secara utuh dalam sebuah negara dan bangsa.
Pemahaman Makna Nilai, Moral,
Akhlak, dan Karakter
Nilai
merupakan suatu harga atau kuantitas tertentu baik berupa pesan, harga, makna,
semangat, dan fakta yang terkandung dalam suatu konsep atau teori yang tidak berdiri sendiri. Nilai bersandar
pada konsep tertentu seperti konsep moral, konsep akhlak dan konsep karakter.
Oleh karena itu dapat dimaknai atau difahami sebagai nilai moral, nilai akhlak,
nilai karakter. Sehingga makna nilai juga bergantung pada apresiasi individual atau oleh
sejumlah orang.
Tobe
continue…
|
Bionarasi : Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd.
adalah seorang pendidik yang berdedikasi dalam pengembangan pendidikan di
madrasah. Sebagai guru Biologi di MAN Insan Cendekia Jambi dan
bertransformasi ke pendamping madrasah, ia aktif membimbing guru dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia juga merupakan aktivis
organisasi profesional PGM IND, PPMN, IGI, APSI, APMI, Forkom Ormas Jambi,
yang berkontribusi dalam berbagai forum pendidikan. Sebagai penulis, Dr. Aty
telah menghasilkan berbagai karya di bidang pendidikan dan manajemen
pendidikan, yang menjadi referensi bagi pendidik dan praktisi pendidikan di
Indonesia. |
إرسال تعليق