Penanaman Nilai Religius (Lanjutan dri tulisan terdahulu)

 

Oleh: Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd

Ketua Umum PGM Ind Wil. Jambi

Pengawas MA Kab. Muaro Jambi

Ketua III Forkom Ormas Jambi

 

Pengembangan Pembelajaran Diskoveri Terintegrasi Niali Religi untuk mengembangkan sikap ilmiah dalam proses pembelajaran di Madrasah Aliyah. Nilai Religi dan subnilai Religius adalah nilai-nilai yang menjelaskan apa-apa yang dipikirkan, rasakan, katakan dan lakukan dengan dasar nilai-nilai ketuhanan yang diajarkan oleh agama pemeluknya. Madrasah Aliyah merupakan satu lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama Islam yang mendidik para Peserta Didik sesuai dengan ajaran dan aturan agama Islam. Lembaga Madrasah Aliyah mendidik Peserta Didik mampu menjadi pemimpin, warga masyarakat, pengambil kebijakan yang memiliki ilmu pengetahuan dan menguasai teknologi namun berakhlak mulia atau berilmu, beramal dan bertaqwa serta menjadi suri tauladan yang baik.



Nilai-nilai religi yang terdiri dari nilai: mengagumi keberagaman ciptaan Allah SWT dan bersyukur berdasarkan kajian teori behaviorisme, yaitu stimulus dan respon (Pavlov, Thorndike, dkk (Jarvis, 2000a), dapat diamati dan ditumbuhkan. Secara behaviorisme dapat diamati pada perilaku individual, kelompok dan sosial. Secara behavioristik penanaman subnilai religi dapat dilakukan melalui proses pembiasaan secara empiris dan rasionalis. Sedangkan menurut kajian humanisme Maslow (Jarvis, 2000a) bahwa manusia memiliki pengalaman individual nilai-nilai subreligi di dalam dirinya yang dapat ditumbuhkembangkan sebagai suatu nilai yang baik pada manusia secara fitrah. Melalui pembelajaran Biologi pendidik menanamkan subnilai religi karena manusia merupakan makhluk biologis, sehingga Peserta Didik di Madrasah Aliyah dapat mengambil makna subnilai religi dalam setiap pembelajaran Biologi. Pertumbuhan dan perkembangan subnilai religi secara integratif dalam pembelajaran Biologi (meaningfull) (Flanagan, 1999 dan Bowlby, 1969 (Jarvis, 2000a) dapat ditumbuhkan.



Secara kognitivistik (Gestal) teori insight subnilai religi dapat disisipkan dalam pembelajaran dengan melibatkan mental Peserta Didik di Madrasah Aliyah untuk mengingat dan menggunakan pengetahuannya kemudian menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan bisa menjadi jalan keluar dari masalah (Jarvis, 2000a). Secara Konstruktivistik versi Vygotsky, anak bukan dalam bentuk jadi, tapi berkembang sesuai tingkat kemampuan anak menangkap suatu perangkat   pengertian ilmiah dan menghubungkan pengetahuanya dengan dunia nyata di lingkungan sehingga dengan sendirinya terbentuk bangunan-bangunan subnilai religi secara reflektif dan situasional (Suparno, 1997).



Secara sosiokulturalistik (Piaget dan Vygotsky) perilaku subnilai religi dapat diterapkan dengan cara mengaitkan dan mengaktifkan Peserta Didik di madrasah Aliyah dengan lingkungannya. Pendidik melakukan pembimbingan pada Peserta Didik mengenai subnilai religi. Orang tua, orang dewasa dan masyarakat dapat menerapkan dengan memberikan keteladanan sikap, perilaku, pengucapan yang membudayakan subnilai religi. Pendidik dan lembaga-lembaga pendidikan mengkondisikan dan mengkoordinasikan dengan lingkungan keluarga, masyarakat serta kegiatan pembelajaran untuk menanamkan subnilai religi.



Nilai-nilai religi dapat berupa perilaku menghormati berbagai bentuk fisik, sifat, suku, budaya dan agama, antar umat beragama dapat berupa bentuk-bentuk penghormatan terhadap perbedaan fisik urusan sosial kemasyarakatan seperti budaya, suku, ekonomi, politik dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan. Secara behavioristik penanaman subnilai religius dapat dilakukan melalui proses pembiasaan secara empiris dan rasionalis,  secara humanistik (Abraham Maslow) bahwa manusia memiliki potensi subnilai religius di dalam dirinya yang dapat ditumbuhkembangkan sebagai suatu nilai yang baik pada manusia secara fitrah. Melalui pembelajaran Biologi di Madrasah Aliyah, pendidik menanamkan subnilai religius karena manusia adalah makhluk biologis, sehingga Peserta Didik di 


Madrasah Aliyah dapat mengambil makna-makna subnilai religi dalam setiap pembelajaran Biologi. Peserta Didik di Madrasah Aliyah selanjutnya menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai religi secara integratif dalam pembelajaran Biologi (meaningfull) dan diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.Menurut Vygotsky, secara konstruktivistik anak bukan dalam bentuk jadi, tapi berkembang sesuai tingkat kemampuan anak menangkap suatu perangkat pengertian ilmiah dan menghubungkan pengetahuanya dengan dunia nyata dilingkungannya sehingga dengan sendirinya terbentuk bangunan-bangunan subnilai religius dan secara reflektif  sangat situasional  (Suparno, 1997).



Secara sosiokulturalistik (Piaget dan Vygotsky) perilaku subnilai religius dapat diterapkan dengan mengaitkan dan mengaktifkan Peserta Didik di Madrasah Aliyah dengan lingkungannya. Subnilai religi dapat diterapkan  dengan keteladanan dari orang dewasa serta masyarakat memberikan teladan dalam sikap, perilaku, pengucapan yang membudayakan subnilai religi. Pendidik dan lembaga-lembaga pendidikan mengondisikan dan mengelaborasikan dengan lingkungan keluarga, masyarakat serta kegiatan pembelajaran untuk menanamkan subnilai religi, karena hal ini sebagai sebab akibat dari peran psikologi sosial Milgram (Jarvis, 2000a) .



Subnilai religi ini harus ditumbuhkan agar tercipta karakter yang memiliki prinsip yang kuat terhadap keyakinan dan pilihan agama sebagai pegangan hidup manusia. Nilai ini berlaku pada semua orang baik dikalangan keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara.Secara konstruktivis subnilai religi dapat dibangun dengan mengkondisikan lingkungan pembelajaran dan lingkungan mendukung. Peserta Didik menyerap, meniru, dan membiasakan subnilai religi agar menjadi prinsip hidup yang kuat di dalam diri Peserta Didik, dapat disosialisasikan dengan pemberian penyuluhan dan simulasi-simulasi permainan. Secara konstruktivis dimensi-dimensi spiritual harus ditumbuhkan pada pengalaman pribadi dan sosial (Jarvis, 2000a).



Subnilai religi merupakan sifat yang lurus kepada Tuhan dan merupakan sifat orang-orang yang berhati gembira. Subnilai religi merupakan nilai yang baik yang dapat mendukung dan menjadi jalan keberhasilan manusia dalam menempuh cita-cita, harapan dan impian dalam hidup manusia, sehingga manusia tidak terpuruk dalam kerugian dan kegagalan. 



Subnilai religi dapat berupa perilaku konsistensi atau keajegan dan kepatuhan terhadap aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku, contohnya perilaku disiplin. Secara Kontsruktivistik mengarahkan subnilai religi ditanamkan sejak dini pada Peserta Didik. Orangtua di dalam sebuah keluarga harus menanamkan perilaku taat aturan subnilai religi. Penanaman nilai ini di dalam keluarga dilakukan melalui pembiasaan pada anak dan anggota keluarga, pemberian contoh perilaku disiplin dan taat aturan. Tanpa pembiasaan subnilai religi sulit ditanamkan karena nilai-nilai ini membutuhkan kemauan dan kesadaran tinggi untuk melakukannya. Pembiasaan dalam keluarga dan pemberian contoh perilaku subnilai religi akan menumbuhkan kesadaran pentingnya memiliki subnilai religi pada diri seseorang. 



Subnilai religius merupakan nilai-nilai yang disarikan dari asmaul husna atau asma-asma Allah (Heri Gunawan, 2012) perlu ditanamkan dengan cara memberikan penguatan pada individu yang telah menunjukkan perilaku subnilai religi, mereka dihargai, dipuji dan diberikan suatu award untuk konsistensi penguatan karakter tersebut (Nucci & Narvaez, 2008) (Jhon W. Santrock, 2007).



Subnilai religi merupakan nilai sikap dan keyakinan di dalam diri seseorang untuk mencapai harapan dan keinginan. Manusia dalam menempuh hidup secara empiris pasti mengalami ujian kehidupan. Ujian kehidupan sangat berat untuk diselesaikan. Bila manusia tidak memiliki subnilai religi dalam menyelesaikan setiap permasalahan hidup, maka manusia akan gagal dalam menempuh ujian tersebut. Oleh karena itu sifat-sifat subnilai religi harus dipelihara di dalam diri manusia yang di dalam sifat tersebut terkandung nilai-nilai jiwa besar dan berpikir positif. Pikiran positif berpengaruh positif terhadap perilaku manusia, membawa keberhasilan terhadap diri individu dan lingkungan (Nawawi, 2011a). Pendapat tersebut tampak dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat dan instansi bahwa pribadi yang memiliki nilai percaya diri dapat diamati perilakunya yang cenderung aktif dan komunikatif.



Subnilai religi secara behavioristik dan konstruktivistik dapat ditanamkan dengan cara memberikan latihan-latihan dan pembiasaan seperti latihan pidato, latihan berbicara di muka umum, membiasakan diri mengikuti kontes-kontes, perlombaan, kompetisi-kompetisi matapelajaran, dan ajang-ajang pemilihan dan pembinaan bakat remaja. Keikutsertaan pada ajang perlombaan dan kompetisi tidak selalu membuahkan kemenangan, namun dapat berimplikasi kepada mental. Mengikuti ajang-ajang perlombaan sebuah kemenangan adalah hadiah dan nilai ples dari sebuah usaha dan kerja keras dari seseorang untuk mencapai keberhasilan. Kemenangan dan keberhasilan akan menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggungjawab yang besar. Peserta yang tidak menang akan mengalami proses mental menuju pembangunan mental baik yang membangun rasa hormat dan menghargai kelebihan orang lain serta menerima kekurangan dan kekalahan yang mungkin terjadi. Subnilai religi yang ditanamkan akan membangun jiwa dan mental dewasa pada manusia. Penanaman subnilai religi akan menghilangkan sikap rendah diri, putus asa dan lemah semangat, jiwa sempit dan perbuatan dosa (Nawawi, 2011a).



Subnilai religi merupakan nilai yang baik yang harus ditanamkan kepada Peserta Didik di Madrasah Aliyah. Subnilai religi akan terjalin apabila para pemeluk dan pelaku kerjasamanya memiliki sifat dan menerapkan nilai-nilai toleransi. Tanpa toleransi kerjasama tersebut tidak akan berjalan baik. Subnilai religi antar umat beragama dan kepercayaan harus seiring sejalan dengan nilai yang harus dikembangkan dalam kehidupan masyarakat. Secara behavioristik, humanistik, konstruktivis, dan sosiokulturalistik (H Gunawan, 2012) subnilai religi  antar pemeluk agama dan kepercayaan dapat dibiasakan dan dikuatkan melalui bentuk kegiatan-kegiatan yang berupa karangtaruna, keagamaan, olahraga, kesenian dan sosial serta penanggulangan bencana. Kegiatan ini sangat penting untuk menanamkan sikap-sikap peduli lingkungan sosial, jiwa patriotik, kejujuran dan kerjasama yang baik untuk kerukunan hidup bermasyarakat. Subnilai religi membentuk watak kepemimpinan pada remaja, kepribadian dan akhlak sosial yang dapat terintegrasi pada semua bidang pekerjaan (H Gunawan, 2012).



Secara empiris dan faktual Bully sering terjadi dikalangan anak-anak, orang dewasa, secara individual maupun kelompok. Bulli dapat berupa tindakan penyerangan, kata-kata menyakitkan yang dilontarkan, sindiran, pengabaian, dan berbagai tindakan yang tidak menyenangkan. Pemberitaan korban-korban Bully di televisi, koran dan radio sering terdengar. Tindakan Bully sangat mempengaruhi secara negatif pada korban. Tindakan Bully harus dihindari agar tidak memicu perpecahan dan pertengkaran.



Penanaman nilai religi dapat dilakukan untuk mencegah perbuatan Bully dengan cara pemberian penyuluhan agar tak berkembang perilaku Bully dan kekerasan. Baik kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT dan dalam lingkup sosial. Selain penyuluhan Antibulli dapat pula diterapkan pemberian hukuman pada individu dan atau kelompok yang diketahui melakukan perilaku Bully dan kekerasan agar tidak terjadi pengulangan perilaku tersebut.



Lembaga pendidikan tingkat atas dan sederajat khususnya Madrasah Aliyah pemberian tugas kelompok untuk membuat cerita atau sosiodrama dengan tema-tema Antibulli dan kekerasan dapat dijadikan metode yang tepat untuk penyuluhan, pelatihan dan pengajaran Antibulli dan kekerasan. Ini menggambarkan penerapan teori konstruktivistik dalam penanaman subnilai religi (Heri Gunawan, 2012). Melakukan Buli dan kekerasan merupakan pelanggaran komitmen moral Lapsey & Narvaez (2006), (Jhon W. Santrock, 2007). Menurut Hofman (1970) orangtua dalam hal ini juga Pendidik dapat memberikan terapi induksi terhadap Peserta Didik di Madrasah Aliyah atau individu dan atau kelompok yang melakukan tindakan kekerasan dengan cara menjelaskan suatu konsekuensi dari perilaku seseorang atau kelompok dengan memberikan nasehat, berdialog, dan pengalihan (Thompson & McGnley & Meyer, 2005(Jhon W. Santrock, 2007).



Subnilai religi dapat berupa perilaku saling pengertian, empati, kejujuran dan kasih sayang yang tulus antara dua orang atau lebih yang saling mengisi  didasari oleh adanya pengetahuan, penghargaan dan afeksi, bentuk pertemanan yang bernilai tinggi dan mempengaruhi perilaku satu sama lainnya. Oleh karena itu dianjurkan untuk mencari dan menjalin persahabatan dengan orang-orang yang baik perilakunya agar terpengaruh menjadi baik. Persahabatan dengan orang-orang yang tidak berperilaku baik tidak dianjurkan.



Bentuk penanaman dan penguatan subnilai religi dapat diterapkan melalui pembiasaan pada Peserta Didik di Madrasah Aliyah. Pembiasaan ini kecenderungan dari behavioristik dan sosiokulturalistik yang sangat baik diterapkan dalam pembentukan karakter bersahabat baik dalam kegiatan Palang Merah Ramaja, Pecinta Alam, Liga Sepak Bola dan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang yang memungkinkan adanya interaksi yang dapat mewujudkan karakter persahabatan (Gunawan, 2011: 203). Subnilai religi dan penerapannya memungkinkan ekpresi dari perilaku perhatian, rasa kasihan, memikirkan orang lain, kesetiaan yang terintegrasi dalam nilai persahabatan (Walker, 2002, hal. 74 (Jhon W. Santrock, 2007) dapat ditanamkan dengan cara dialog antara Pendidik dengan Peserta Didik (sosiokonstruktivisme), antara orangtua dan anak dalam keluarga Thompson, McGinley & Meyer, 2005(Jhon W. Santrock, 2007)



Subnilai religi pada setiap diri individu maupun kelompok yang memiliki kelebihan baik harta maupun apapun materinya agar dapat membagikan kesenangan materinya tersebut dengan orang lain yang lebih lemah baik harta maupun materi lainnya. Subnilai religi sangat baik ditanamkan dan diajarkan pada Peserta Didik di Madrasah Aliyah dalam bentuk pemberian materi dan harta benda kepada orang lain. Sifat pemurah dalam hal menolong sesama dengan memberikan bantuan tenaga atau ringan tangan dan pikiran pada sesama yang membutuhkan pertolongan.



Subnilai religi memberi contoh perbuatan yang menggambarkan  perilaku yang memberikan perlindungan pada yang kecil dan tersisih. Perbuatan tersebut akan ditiru dan diterapkan apabila secara terus menerus diberikan stimulus melalui lingkungan baik keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat akan menimbulkan dan mengembangkan sikap kebersamaan yang merupakan wujud dari nilai  melindungi yang kecil dan tersisih (Heri Gunawan, 2012).



Menurut Burton (1984)  (Jhon W. Santrock, 2007) pemberian hadiah, penguatan dan peniruan merupakan cara yang dapat digunakan untuk menanamkan karakter subnilai religi secara teoritis dapat ditanamkan dengan cara-cara pembiasaan, pengkondisian, pemberian motivasi, teladan yang baik, penguatan, latihan, bermain peran, pengasuhan, pembimbingan, nasehat, dan dialog.  Secara umum semua bentuk penanaman subnilai religi harus didukung oleh kurikulum, stekholder, pendidik dan tenaga kependidikan serta semua lingkungan yang ada pada sebuah lembaga dan mengintegrasi secara utuh dalam sebuah negara dan bangsa.



Subnilai religi merupakan nilai yang berusaha menjaga kepercayaan diri pada tindakan, ucapan, pekerjaan terhadap diri sendiri dan orang lain merupakan nilai yang sangat tingi dalam pergaulan manusia. Menjadi penentu harkat dan martabat manusia. Pergaulan manusia dan dalam kehidupan sosial masyarakat secara umum, baik dalam pergaulan antar teman, bangsa, dan negara. Subnilai religi menjadi kunci penting kesuksesan hidup manusia selanjutnya. Sifat ini berupa  sikap tanpa pamrih yang diperintahkan oleh Allah kepada manusia dalam setiap aktivitas manusia yang berhubungan dengan sesama makhluk dan pengabdian kepada Tuhannya (H Gunawan, 2012).



Penanaman subnilai religi dapat dilatihkan melalui pembiasaan anak memberikan sebagian dari miliknya untuk orang lain tanpa mengharap imbalan apa-apa merupakan fitrah manusia. Manusia mengembangkan nilai-nilai religi untuk membangun rasa persaudaraan. Oleh karena itu penanaman nilai ini bisa dibiasakan dengan cara menanamkan rasa senasib dan sepenanggungan ketika diantara mereka ada musibah atau bencana alam. Penanggulangan bencana dan pengumpulan dana sosial untuk individu atau masyarakat yang mengalami bencana dan kesusahan bisa menjadi metode behavioristik. Penanaman subnilai religi  memberi kesempatan pada Peserta Didik menjadi manusia yang humanis, cerdas secara intelektual dan emosional serta membangun peradaban bukan kebiadaban Goleman, (Maksudin, 2013).



Subnilai religi merupakan sifat baik pada seseorang terhadap orang lain yang tidak memaksakan kehendak. Suatu bangsa memiliki ragam perbedaan-perbedaan mulai dari ras, suku, agama, pendapat, tingkatan sosial dan seterusnya yang bila dalam menanggapi permasalahan-permasalahan sosial kemasyarakatan tidak dilakukan dengan bijaksana, maka dapat memicu perpecahan, pertengkaran bahkan peperangan karena perbedaan-perbedaan.



Subnilai religi sangat baik ditanamkan dan diterapkan pada Peserta Didik di Madrasah Aliyah melalui pembelajaran Biologi. Proses fisiologis di dalam tubuh makhluk hidup yang sangat abstrak, membutuhkan kesimultanan dalam setiap sistem agar semua proses kehidupan berjalan baik dan lancar. Secara konstruktivistik di dalam masyarakat, subnilai religi penting dibelajarkan di Madrasah Aliyah. Melalui pembiasaan dan penguatan para Peserta Didik berlatih bermusyawarah, mengemukakan pendapat, melalui diskusi kelompok dan sharing pendapat, melalui brain storming di kelas dalam bimbingan Pendidik Peserta Didik Madrasah Aliyah melatih diri mengungkapkan pendapat dan menghargai pendapat orang lain. Belajar menetapkan sesuatu secara bijaksana dengan tujuan menghargai pendapat orang lain dan menggunakan pendekatan yang baik, perkataan yang santun, serta sesuai dengan kaidah-kaidah kemanusiaan  (Heri Gunawan, 2012).



Subnilai religi menjadi faktor penting terhadap pengendalian lingkungan hidup yang sehat. Pencemaran air, udara, tanah dan suara akan menjadi faktor yang dapat mengganggu kesehatan, kebersihan dan keindahan lingkungan dan manusia dapat ditanamkan dan diajarkan di Madrasah Aliyah dengan pembiasaan. Pembiasaan diberikan melalui penyisipan pada semua matapelajaran di Madrasah Aliyah. Nilai-nilai cinta lingkungan dikaitkan pada materi-materi pelajaran yang  sesuai dengan matapelajaran yang diajarkan oleh Pendidik di dalam kelas. Secara konstruktivis  ditanamkan, dikembangkan, dan dibiasakan di Madrasah Aliyah agar tertanam di dalam diri Peserta Didik menjadi karakter yang kuat (Iskandar, 2013a). 



Subnilai religi sangat baik ditanamkan dan diajarkan pada Peserta Didik Madrasah Aliyah bukan saja dalam bentuk pemberian materi dan harta benda bahkan pemurah dalam hal menolong sesama dengan memberikan bantuan tenaga atau ringan tangan dan pikiran pada sesama yang membutuhkan pertolongan.Penanaman nilai ini diberikan dengan cara memberi contoh perbuatan yang menggambarkan  perilaku yang memberikan perlindungan pada yang kecil dan tersisih. Perbuatan tersebut akan ditiru dan diterapkan apabila secara terus menerus diberikan stimulus melalui lingkungan baik keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat akan menimbulkan dan mengembangkan sikap kebersamaan yang merupakan wujud dari nilai  melindungi yang kecil dan tersisih (Heri Gunawan, 2012). Menurut Burton, 1984  (Jhon W. Santrock, 2007) pemberian hadiah, penguatan dan peniruan merupakan cara yang dapat digunakan untuk menanamkan karakter melindungi yang kecil dan tersisih.



Pengembangan Pembelajaran Diskoveri Terintegrasi Nilai Religi materi Keanekaragaman Hayati untuk pengembangan sikap ilmiah menanamkan subnilai religi. Secara teoritis  subnilai religi dapat ditanamkan dengan cara-cara pembiasaan, pengkondisian, pemberian motivasi, teladan yang baik, penguatan, latihan, bermain peran, pengasuhan, pembimbingan, nasehat, dan dialog. Secara teoritis dan empiris semua bentuk penanaman subnilai religi harus didukung oleh kurikulum, stekholder, pendidik dan tenaga kependidikan serta semua lingkungan yang ada pada sebuah lembaga dan mengintegrasikan secara utuh dalam sebuah negara dan bangsa.

 

Pemahaman Makna Nilai, Moral, Akhlak, dan Karakter

            Nilai merupakan suatu harga atau kuantitas tertentu baik berupa pesan, harga, makna, semangat, dan fakta yang terkandung dalam suatu konsep atau teori  yang tidak berdiri sendiri. Nilai bersandar pada konsep tertentu seperti konsep moral, konsep akhlak dan konsep karakter. Oleh karena itu dapat dimaknai atau difahami sebagai nilai moral, nilai akhlak, nilai karakter. Sehingga makna nilai juga bergantung pada apresiasi individual atau oleh sejumlah orang. 

Tobe continue…

Bionarasi : Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd. adalah seorang pendidik yang berdedikasi dalam pengembangan pendidikan di madrasah. Sebagai guru Biologi di MAN Insan Cendekia Jambi dan bertransformasi ke pendamping madrasah, ia aktif membimbing guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia juga merupakan aktivis organisasi profesional PGM IND, PPMN, IGI, APSI, APMI, Forkom Ormas Jambi, yang berkontribusi dalam berbagai forum pendidikan. Sebagai penulis, Dr. Aty telah menghasilkan berbagai karya di bidang pendidikan dan manajemen pendidikan, yang menjadi referensi bagi pendidik dan praktisi pendidikan di Indonesia.

 

 

 

 

Post a Comment

أحدث أقدم