Luka Adalah Pelatih Terbaik

 

Oleh Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag

Wakil Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut

Kabid Humas AGERLIP PGM Indonesia

(Naskah ke 114)

 

Tidak ada satu pun dari kita yang luput dari luka. Tapi siapa sangka, luka justru adalah pelatih pribadi terbaik dalam hidup. Bukan karena ia menyenangkan, tetapi karena ia jujur memaksa kita bertumbuh, bukan sekadar bertahan.


Coba bayangkan kisah Dina, seorang wanita muda yang kehilangan pekerjaan dan cinta dalam waktu bersamaan. Saat itu, ia merasa hidupnya runtuh. Tangisnya meledak setiap malam. Namun lambat laun, air mata itu berubah fungsi bukan lagi sekadar pelampiasan, tapi proses pemurnian batin. Dina mulai menyadari bahwa ia tidak hancur, ia sedang dilatih.


Air mata mengajari kita keheningan. Luka mengasah ketahanan.


Kebanyakan orang melihat penderitaan sebagai akhir. Padahal, luka adalah awal. Sering kali, hidup tidak berubah karena kita menunggu dunia bersikap adil. Hidup berubah ketika kita mengubah cara berpikir.


"Mindset adalah segalanya," kata psikolog Carol Dweck dengan konsep growth mindset. Orang yang melihat kegagalan sebagai peluang tumbuh, akan bangkit lebih cepat, lebih kuat.


Kehidupan itu seperti laut. Badai akan datang. Gelombang pasti menerjang. Tapi bukan badai yang menentukan nasibmu melainkan bagaimana kamu belajar menavigasinya. Pelaut andal tidak lahir dari lautan tenang. Manusia tangguh tidak dibentuk oleh kenyamanan, tapi oleh krisis.


Seperti Dina, kita bisa belajar melihat luka dari sudut pandang berbeda. Alih-alih bertanya, “Kenapa aku?”, lebih baik kita bertanya, “Apa pelajaran yang bisa kuambil?”


Dalam setiap luka, ada kekuatan tersembunyi yang sedang disusun.


Faktanya, banyak orang tenggelam bukan karena beban terlalu berat, tapi karena mereka memilih menyerah. Padahal dalam badai yang sama, ada juga yang belajar berenang.


Hidup bukan soal apa yang terjadi, tapi soal bagaimana kita merespons. Pikiran yang sama akan membawa nasib yang sama. Jika ingin keadaan berubah, ubahlah cara berpikirmu.


Air mata bukan tanda kekalahan. Ia adalah bukti bahwa kamu sedang dalam proses pembentukan.


Dina akhirnya memulai usaha kecil, membangun komunitas pendukung, dan yang terpenting menemukan kembali dirinya yang kuat. Ia sadar: kekuatan sejati bukan berarti tak pernah jatuh, melainkan selalu mau bangkit.


Jadi, saat kamu sedang menghadapi badai dalam hidup, ingatlah: kamu tidak runtuh. Kamu sedang dalam peroses pembentukan. Dan luka yang kamu anggap sebagai kelemahan itu, bisa jadi sedang menyusun kekuatan terbarumu yang tak terbantahkan.


Ubah cara pandangmu. Maka hidup pun akan mengubah caranya memperlakukanmu.

 

Post a Comment

أحدث أقدم