(4) Kurikulum Berganti, Psikologis Terguncang: Kritik Terhadap Kebijakan Pendidikan yang Tak Stabil

 

                                                Oleh Nurul Jubaedah (Guru MTsN 2 Garut)

Perubahan kurikulum di Indonesia seringkali menjadi topik panas dalam dunia pendidikan. Selama sepuluh tahun terakhir, paling tidak tiga kurikulum telah diterapkan. Mulai dari Kurikulum 2013 kemudian Kurikulum Merdeka, dan sekarang tengah muncul wacana penerapan Kurikulum Deep Learning.

Perubahan ini, walaupun bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan, membawa impak besar, terutama terhadap keadaan psikologis guru dan peserta didik. Ketidakstabilan ini memicu ketidakpastian yang berpengaruh pada motivasi, kepercayaan diri, dan kesejahteraan mental dalam proses belajar mengajar.

Dampak Psikologis pada Guru. Guru adalah salah satu pihak yang sangat terpengaruh oleh dinamika perubahan kurikulum. Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Profesi Pendidikan Indonesia (APPI) pada tahun 2023, 67% dari guru merasakan tekanan karena harus beradaptasi dengan kurikulum baru yang terus berubah.

Guru sering kali merasa lelah secara emosional karena harus mempelajari ulang konsep, metode, dan bahan ajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Apalagi, dalam proses adaptasi, guru tidak hanya dihadapkan pada perubahan materi, tetapi juga harus beradaptasi dengan metode dan teknologi baru yang belum tentu sesuai dengan kesiapan sekolah masing-masing.

Pada saat Kurikulum Merdeka diterapkan banyak guru merasa terbantu sebab pendekatannya fleksibel serta lebih terfokus terhadap pembelajaran berbasis proyek (project-based learning).

Namun, dalam konteks Kurikulum Deep Learning, timbul kekhawatiran bahwa guru akan merasa tertekan oleh tuntutan untuk mendalami materi secara lebih konseptual. Misalnya, guru yang berada di pedesaan yang tidak bisa mengakses teknologi mungkin akan merasa terbebani karena tuntutan ini, yaitu bisa mengurangi motivasi saat mengajar.

Efek Terhadap Peserta Didik. Bagi peserta didik, perubahan kurikulum yang kerap terjadi dapat menjadi pemicu kebingungan dan tekanan. Kurikulum yang terus berubah mengharuskan mereka untuk menyesuaikan cara belajar dan menguasai pendekatan baru yang diterapkan guru.

Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2022), sekitar 54% peserta didik mengalami kesulitan beradaptasi dengan perubahan kurikulum yang begitu cepat. Kesulitan ini sering kali berdampak pada kinerja akademik mereka, menyebabkan kecemasan terkait penilaian dan pencapaian akademik, serta mereduksi tingkat percaya diri mereka.

Salah satu konsekuensi besar dari perubahan kurikulum adalah timbulnya perasaan tidak pasti di kalangan peserta didik terkait harapan belajar. Contohnya, Kurikulum Merdeka mendorong kebebasan belajar demi merangsang kreativitas peserta didik.

Namun, dengan kemunculan Kurikulum Deep Learning, mereka dihadapkan pada tuntutan belajar yang lebih mendalam, suatu perubahan yang mungkin bertentangan dengan kebiasaan belajar sebelumnya. Rasa ketidakpastian ini memperbesar risiko gangguan kecemasan, terutama di kalangan peserta didik yang merasa tertekan untuk berprestasi.

Perlunya konsistensi kebijakan. Pergantian kurikulum yang terlalu cepat menciptakan ketidakstabilan yang mengorbankan kualitas pembelajaran. Selain itu, kebijakan yang tidak stabil menyebabkan sulitnya mencapai tujuan pendidikan karena lamanya waktu adaptasi, dan dampak positif maksimal dari kurikulum baru belum dapat terwujud sepenuhnya.

Di negara-negara maju seperti Finlandia, perubahan kurikulum hanya dilakukan setiap sepuluh hingga lima belas tahun sekali, dengan evaluasi dan riset yang matang untuk memastikan penerapannya dapat berjalan dengan baik. Di Indonesia, pentingnya konsistensi kebijakan pendidikan adalah agar guru dan peserta didik dapat memiliki cukup waktu untuk beradaptasi dan mengeksplorasi potensi dari setiap kurikulum yang diterapkan.

Sebelum menerapkan kurikulum baru, seharusnya dilakukan kajian mendalam yang melibatkan semua pihak terkait, seperti guru, peserta didik, dan orang tua. Hal ini penting agar setiap kurikulum dapat berjalan efektif dan menghasilkan dampak positif bagi seluruh pelaku pendidikan.

Stabilitas kebijakan pendidikan sangat penting untuk memungkinkan seluruh elemen pendidikan berkonsentrasi pada meningkatkan mutu pembelajaran tanpa hambatan karena harus beradaptasi berulang kali. Pergantian kurikulum yang tidak konsisten hanya menambah tekanan psikologis yang tidak perlu, yang dapat mengurangi motivasi dan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Diperlukan komitmen dari pemerintah untuk mempertahankan kebijakan yang konsisten, dengan mempertimbangkan kesiapan semua pihak,sehingga perubahan kurikulum dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.

Post a Comment

أحدث أقدم