MENURUNNYA JUMLAH PERAJIN TENUN JAMBI: TANTANGAN GENERASI MUDA DI ERA INSTAN



Oleh: Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd

Ketua Umum PGM Ind Wil. Jambi

Pengawas MA Kab. Muaro Jambi

Ketua III Forkom Ormas Jambi

 

1. Pendahuluan

Tenun Jambi merupakan warisan budaya yang memiliki nilai seni tinggi dan filosofi mendalam. Namun di balik keindahan sehelai kain tenun, terdapat kenyataan yang memprihatinkan: jumlah perajin tenun semakin sedikit, terutama dalam dua dekade terakhir. Regenerasi perajin berjalan lambat, dan anak muda masa kini kurang tertarik untuk melanjutkan tradisi tersebut.

2. Perajin Tenun yang Semakin Sedikit

Berdasarkan pengamatan lapangan dan berbagai laporan budaya lokal, jumlah perajin tenun Jambi menurun akibat beberapa faktor penting:

a. Pekerjaan yang Memerlukan Waktu Lama

Proses menenun tidak bisa dilakukan secara cepat. Untuk menghasilkan sehelai kain tenun:

a.        Perlu menyiapkan ratusan hingga ribuan benang lungsi

  1. Menyusun motif dengan hitungan matematis yang presisi
  2. Menjalankan alat tenun dengan ritme teliti

Satu kain tenun bahkan bisa memakan waktu 1–3 minggu, tergantung kompleksitas motif.

Bagi sebagian orang muda, pekerjaan yang hasilnya lama terlihat kurang menarik dibanding pekerjaan instan yang memberi pendapatan cepat.

b. Kurangnya Kesabaran dan Ketelitian di Kalangan Generasi Muda

Pekerjaan menenun membutuhkan:

a.        Kesabaran tingkat tinggi

  1. Ketekunan
  2. Kemampuan fokus berjam-jam
  3. Keuletan memeriksa posisi benang satu per satu

Di era serba cepat dan penuh distraksi, banyak anak muda merasa kegiatan ini:

a.        Terlalu rumit

  1. Membosankan
  2. Tidak memberikan kepuasan instan
  3. Menuntut konsentrasi tinggi

Akibatnya, minat menjadi perajin tenun semakin berkurang.

c. Tidak Banyak Anak Muda Melihat Nilai Ekonomi Tenun

Banyak anak muda beranggapan:

a.        Menenun tidak menjanjikan keuntungan besar

  1. Penghasilannya tidak menentu
  2. Tidak sepopuler pekerjaan digital

Padahal, jika dikelola baik, tenun bernilai tinggi dan diminati pasar nasional maupun internasional.

d. Pekerjaan Fisik yang Melelahkan

Menenun bukan hanya duduk di depan alat, tetapi juga:

a.        Menyiapkan benang

  1. Menarik, mengurut, dan mengikat benang
  2. Memastikan ketegangan benang stabil
  3. Bekerja dalam posisi yang sama selama berjam-jam

Hal ini membuat sebagian anak muda merasa pekerjaan menenun terlalu berat.

3. Transformasi Sosial dan Minat yang Bergeser

Generasi muda kini lebih tertarik pada:

a.        Profesi kreatif digital

  1. Bisnis online
  2. Pekerjaan yang fleksibel
  3. Aktivitas yang tidak terlalu menguras energi fisik

Kegiatan menenun dianggap kurang modern atau tidak sesuai gaya hidup masa kini.
Perubahan pola hidup ini ikut memengaruhi keberlanjutan perajin tenun.

4. Dampak Berkurangnya Perajin Tenun

Jika tidak ada regenerasi, beberapa dampak serius dapat muncul:

  1. Banyak motif tradisional akan punah
  2. Pengetahuan hitungan benang dan teknik klasik hilang
  3. Harga tenun akan semakin mahal karena langka
  4. Identitas budaya Jambi terancam memudar
  5. UMKM berbasis tenun akan kesulitan memenuhi permintaan

Keindahan motif seperti Pagar Penganten, Tampuk Manggis, Bungo Pauh, dan lainnya dapat hilang jika tidak ada penerus yang mempelajarinya.

5. Upaya yang Perlu Dilakukan

Berbagai langkah penting dapat memperbaiki situasi:

a. Edukasi Sejak Dini

Program ekstrakurikuler menenun di sekolah dapat memperkenalkan seni tenun kepada anak-anak.

b. Meningkatkan Nilai Ekonomi Tenun

Menghubungkan perajin dengan pasar digital akan membuat profesi tenun lebih menjanjikan bagi generasi muda.

c. Mengembangkan Pelatihan Kreatif

Anak muda cenderung tertarik pada:

a.        Motif baru

  1. Warna modern
  2. Fashion kontemporer

Pelatihan inovatif dapat menumbuhkan minat mereka.

d. Pelibatan Pemerintah dan Komunitas

Dukungan berupa:

a.        Bantuan alat

  1. Pelatihan bisnis
  2. Promosi festival tenun dapat meningkatkan kebanggaan dan motivasi.

6. Penutup

Berkurangnya jumlah perajin tenun Jambi merupakan tantangan besar bagi pelestarian warisan budaya. Generasi muda yang kurang sabar, kurang telaten, dan menginginkan proses cepat membuat profesi ini semakin ditinggalkan. Untuk menjaga keberlangsungan tradisi tenun, diperlukan kesadaran kolektif bahwa tenun bukan sekadar kain, tetapi identitas budaya dan simbol kearifan lokal.

“Melestarikannya berarti menjaga jati diri Jambi agar tetap hidup dan bernilai bagi generasi masa depan.”

Bionarasi : Dr. Aty Mulyani, S.Ag., S.Pd., M.Pd. adalah seorang pendidik yang berdedikasi dalam pengembangan pendidikan di madrasah. Sebagai guru Biologi di MAN Insan Cendekia Jambi dan bertransformasi ke pendamping madrasah, ia aktif membimbing guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, ia juga merupakan aktivis organisasi profesional PGM IND, PPMN, IGI, APSI, APMI, Forkom Ormas Jambi, yang berkontribusi dalam berbagai forum pendidikan. Sebagai penulis, Dr. Aty telah menghasilkan berbagai karya di bidang pendidikan dan manajemen pendidikan, yang menjadi referensi bagi pendidik dan praktisi pendidikan di Indonesia.

 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama