Oleh
Nurul Jubaedah, S.Ag.,S.Pd.,M.Ag
Wakil
Kepala Bidang Kurikulum MTsN 2 Garut
Kabid
Humas AGERLIP PGM Indonesia
(Naskah
ke 117)
Fajar literasi menyala di
MTsN 2 Garut. Tepat 12 Juni 2025, 30 siswa menorehkan sejarah kecil dalam dunia
literasi madrasah: mereka lolos sebagai penulis dalam Buku Antologi Jilid 2
Gerakan Cinta Literasi (GCL). Tak sembarang lolos syaratnya berat: 35 naskah
orisinal rampung sebelum kelulusan. Ini bukan kegiatan ekstrakurikuler biasa,
ini gerakan sunyi dengan harga mati: jadi penulis.
Suasana sederhana di
lapangan madrasah menyambut seremoni penyerahan sertifikat. Para siswa duduk
lesehan, orang tua mendukung di belakang. Sebuah kesaksian kecil bahwa literasi
bukan sekadar proyek sekolah, tapi gerakan hati.
PLH Kepala MTsN 2 Garut
memberi pesan sederhana namun membekas: “Setiap paragraf adalah janji menjadi
manusia lebih baik.” Balon berwarna-warni di atasnya menari, seolah merayakan tiap
huruf yang sudah ditulis para siswa.
Siapa saja mereka? Ada
Aleana yang menulis prosa tentang hujan pertama, Ragil yang menciptakan cerita
komedi warung kopi, hingga Hexza yang merakit kisah fiksi ilmiah tentang robot
pesantren. Setiap nama di spanduk terasa seperti bintang kecil yang mulai
menyala.
Program GCL berawal dari
klub baca-tulis mingguan pada 2021. Pandemi jadi titik balik. Saat orang lain
tenggelam dalam layar, para guru pembina justru menantang: “Tulis satu halaman
sehari.” Antologi pertama lahir tahun lalu. Kini, jilid kedua menyusul, membawa
energi baru.
Proses seleksi tak
main-main. Dari pemeriksaan plagiarisme, analisis lintas guru, hingga revisi
akhir. Yang tak lolos menulis, tetap diajak menjadi editor atau ilustrator.
Semua dapat peran, semua berharga.
Salah satu penulis, Talita,
meninggalkan gim favorit demi menuntaskan target naskah. Fiqri justru menulis
sambil menggembala kambing. Ide muncul dari bau rumput dan udara pagi. Dari
situ, kita tahu: inspirasi bisa datang dari mana saja.
GCL bukan hanya soal
menulis, tapi pembentukan karakter. Sertifikat yang dibagikan bukan hanya
kertas ia punya QR code yang menghubungkan ke portofolio digital tiap penulis.
“Ini paspor menuju ekosistem literasi yang lebih luas,” ujar Waka Kurikulum.
Sri Mulyani, salah satu
penulis, membuat ibunya menangis haru. Ibunya buruh tekstil yang tak sempat
tamat sekolah. Kini anaknya menulis buku. Di momen itu, semua lelah seakan
lunas.
Ke depan, GCL melangkah
lebih jauh. Akan ada “Penulis Muda Nusantara”kolaborasi dengan MTs dan SMP dari
luar Garut. Target Jilid 3: memperkaya bahasa Indonesia dari berbagai daerah.
Para penulis Jilid 2 akan jadi mentor, memperlebar cakrawala literasi.
Ketika malam datang dan
aula ditinggalkan, 30 siswa menggenggam sertifikat mereka erat-erat. Kertas itu
ringan, tapi mimpinya berat dan besar. Jika kelak salah satu dari mereka
berdiri di panggung nasional, boleh jadi semuanya bermula dari sini dari
tantangan 35 naskah, satu tahun, dan harga mati: jadi penulis.
إرسال تعليق